Liputan6.com, Jakarta - Irwan Irawan selaku penasihat hukum Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawati menepis tudinganan pemberian amplop kepada perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Adapun LPSK menyebut orang suruhan Ferdy Sambo memberikan dua amplop coklat yang diduga berisi uang. Hal itu saat LPSK mengelar koordinasi dengan Ferdy Sambo terkait kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
"Sama sekali tidak ada peristiwa itu yang sebagaimana diceritakan," kata Irwan saat dihubungi, Jumat (12/8/2022).
Advertisement
Irwan menerangkan, penasihat hukum meragukan pernyataan dari pihak LPSK maupun Menko Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. Menurut dia, kalau pun ada seharusnya disebutkan juga siapa yang memberikan dan apa isinya.
"Diragukan karena dia kan harus menyebutkan tujuannya pemberian apa dan siapa yang memberikan gitu, siapa yang berikan, orangnya siapa dan kita tidak paham amplop itu isinya apa kemudian tujuan diberikan untuk apa," ujar dia.
Irwan mengatakan, rekannya Arman Hanis turut mendampingi Putri Candrawathi saat proses asesmen oleh tim LPSK berlangsung. Saat itu, disampaikan peristiwa itu tidak ada sama sekali.
"Kita tidak mengerti isu-isu amplop tersebut aku ditanya ini aku ini tidak paham apa isinya amplop itu dan siapa yg memberikan. Dan saat itu ada pengacara juga mendampingi menyatakan tidak ada gitu," ujar dia.
Adapun Bareskrim Polri telah menetapkan empat tersangka kasus penembakan dan pembunuhan terhadap Brigadir J. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Richard Eliezer alias Bharada E, asisten rumah tangga sekaligus sopir Kuwat Ma'ruf alias KM, dan Brigadir RR alias Ricky Rizal.
LPSK Pernah Ditawari 2 Amplop dari Ferdy Sambo, Diduga Berisi Uang
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengaku, anggotanya pernah ditawari dua amplop tebal dari pihak mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Hasto, kala itu LPSK ingin berkoordinasi terkait kematian Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua yang disebut meninggal dunia akibat baku tembak dengan Bharada E.
"Itu bukan diduga, tapi memang terjadi," ujar Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi, Jumat (12/8/2022).
Hasto menceritakan, pada Rabu 13 Juli 2022 lalu pihak LPSK sedang berkordinasi dengan Ferdy Sambo terkait kematian Brigadir J . Setelah dilakukan pertemuan tersebut, staf LPSK tiba-tiba menerima dua amplop besar yang diduga dari orang suruhan Ferdy Sambo.
"Saya kurang tahu persis apakah ajudannya apakah stafnya, karena masih di kantor Pak Sambo di Propam," ungkap Hasto.
Meskipun demikian, Hasto kerap mencurigai bahwa isi amplop tersebut merupakan uang dalam jumlah besar. Amplop tersebut tidak dibuka oleh staf LPSK dan langsung dikembalikan pada saat itu juga.
"LPSK sering melakukan investigasi di berbagai daerah, apalagi orangnya adalah orang mampu. Biasanya ada amplop-amplop kayak gitu (isinya berupa uang-red) tapi kita tolak untuk itu," tegasnya.
Diketahui sehari setelah pertemuan tersebut, yakni pada hari Kamis, 14 Juli 2022 istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Namun permohonan perlindungan ke Putri Candrawathi belum dikeluarkan LPSK.
Advertisement
Ferdy Sambo Ditetapkan Tersangka
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Dari hasil pemeriksaan tim khusus, kata Kapolri, telah ditemukan bahwa tidak ada peristiwa tembak-menembak antara Bharada E dengan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, tapi hanya penembakan terhadap Brigadir Yoshua yang mengakibatkan meninggal dunia.
Kapolri mengungkap bahwa penembakan dilakukan oleh Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu atas perintah atasannya, yakni Ferdy Sambo.
Listyo mengatakan, penembakan terhadap Brigadir Yoshua dengan menggunakan senjata milik Bharada Eliezer. Ferdy Sambo kemudian membuat skenario dengan menembakkan senjata milik Brigadir Yoshua ke dinding berkali-kali. Hal itu dilakukan untuk membuat kesan bahwa seolah-olah terjadi tembak-menembak antara Brigadir Yoshua dan Bharada Eliezer.
Pada kasus ini, Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto 55 dan 56 KUHP. Sedangkan, Ferdy Sambo dan Brigadir RR dipersangkakan dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Adapun Bharada E adalah tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. Kasus itu berawal dari adu tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Karena diduga Brigadir J melakukan pelecehan seksual ke Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.