Sukses

Deolipa Yumara Sebut Surat Pemecatannya sebagai Pengacara Bharada E Diduga Palsu

Eks pengacara Bharada E, Deolipa Yumara buka suara terkait pemecatan dirinya oleh Bharada E sebagai kuasa hukum

 

Liputan6.com, Jakarta Salah satu mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara mengaku pemecatan terhadap dirinya menjadi kuasa hukum dinilai cacat formil dan sepihak. Tidak hanya itu, tanda tangan yang dibubuhkan pada surat pencabutan kuasa diduga palsu dan bukan tanda tangan Bharada E.

Adapun Deolipa Yumara dan Muhammad Boerhanuddin sebelumnya dipercaya mendampingi Bharada E sebagai kuasa hukum, terkait kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Dalam kasus ini Bharada E dan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan tersangka.

Deolipa Yumara mengatakan, pemecatan terhadap dirinya sebagai kuasa hukum Bharada E terjadi pada 10 Agustus 2022. Surat pemecatan diterimanya melalui WhatsApp dan terdapat di meja kerjanya namun pihaknya tidak mengetahui pengirim surat tersebut.

"Diduga surat pemecatan ini bukan tanda tangan Bharada E, karena saya memiliki kesepakatan dengan Bharada E soal keaslian tanda tangan dalam sebuah surat," ujar Deolipa kepada Liputan6.com, Sabtu (13/8/2022).

Deolipa menjelaskan, pada pembubuhan tanda tangan kesepakatan antara Bharada E dengan dirinya, setiap di tanda tangan terdapat tertera tanggal dan jam pembubuhan tanda tangan. Namun pada surat pencabutan kuasa tidak tidak terdapat jam dan tanggal yang tertulis.

“Sekarang saya kasih contoh tiga surat dari Bharada E, ini yang pertama 7 Agustus 2022, jadi setiap surat dia tulisan tangan itu selalu diawali dengan tanggal dan jam, bahkan menit dan detiknya ditulis,” jelas Deolipa.

 

 

2 dari 3 halaman

Diduga Surat Pemecatan Akibat Intervensi

Begitu pun pada surat kedua yang ditanda tangani Bharada E, menurut Deolipa Yumara terdapat karakter surat yang dibuat Bharada E. Namun pada surat ketiga atau yang terakhir tidak ditemukan pembubuhan jam dan tanggal.

“Jadi walaupun dia tulis gini (ngetik) akan ada jam dan tanggalnya,” ucap Deolipa.

Deolipa menduga surat pencabutan kuasa hukum bukan Bharada E yang melakukan pengetikan. Menurutnya, Bharada E berada di tahanan dan tidak memiliki keahlian secara hukum.

“Dia inikan tidak memiliki keahlian secara hukum, dia Brimob keahliannya nembak, siapa yang nulis ini,” terang Deolipa.

Deolipa menduga pada pada pembuatan surat pencabutan kuasa hukum terdapat intervensi atau di bawah suruhan.

“Nggak ada ini bukan pemalsuan dokumen, tapi ada orang yang mengintervensi atau menyuruh sehingga dia mencabut kuasa,” pungkas Deolipa.

Usai pencabutan kuasa sebagai pengacara Bharada E atau Richard Eliezer atas kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Mantan pengacara Bharada E, Muhammad Boerhanuddin dan Deolipa Yumara berencana menggugat Bareskrim Polri ke pengadilan.

Muhammad Boerhanuddin mengungkit kembali penunjukkan sebagai penasehat hukum Bharada E. Ia menegaskan, bekerja secara ikhlas dan tidak menerima bayaran sepeser pun.

"Kita ini bekerja ditugasin negara kan, kita tidak ada bayaran lho kan gitu, enggak ada bayarannya. Kita murni bekerja atas dasar professional dan kebenaran gitu," ujar dia.

 

 

3 dari 3 halaman

Eks Pengacara Bharada E Tuntut Bayaran Rp 15 Triliun

Bharada E alias Richard Eliezer menandatangani Surat Pencabutan Kuasa atas kuasa hukumnya, Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanudin dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Dengan begitu, keduanya kini tidak lagi menjadi pengacara Bharada E.

Deolipa Yumara menyampaikan, dirinya menjadi kuasa hukum Bharada E sesuai dengan permintaan negara, dalam hal ini Bareskrim Polri. Untuk itu, dia akan meminta bayaran sesuai dengan tugas yang telah dilaksanakan.

"Ini kan penunjukan dari negara, dari Bareskrim, tentunya saya minta fee saya dong. Saya akan minta jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara, saya minta Rp 15 triliun. Supaya saya bisa foya-foya," ujar Deolipa kepada wartawan, Jumat 12 Agustus 2022.

Menurut Deolipa, negara memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar kuasa hukum dengan nominal tersebut. Apabila tidak disanggupi, maka akan dibawa ke pengadilan perdata.

"Kapolri kita gugat, semua kita gugat. Presiden, Menteri, Kapolri, Wakapolri semuanya kita gugat supaya kita dapat. Sebagai pengacara secara perdata Rp 15 triliun," katanya.

Menurut Deolipa, Polri yang memintanya menjadi kuasa hukum Bharada E dalam menghadapi kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Untuk itu, sudah sepatutnya dapat menyelesaikan kerja sama secara bertanggung jawab.

"Ya akan gugat, kita minta dulu baik-baik, jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara. Saya akan minta ke Presiden Jokowi, bayar dong jasa saya sebagai pengacara negara, Rp 15 triliun lah. Kalau nggak dikasih saya gugat negara," kata Deolipa.

Muhammad Boerhanudin menduga ada skenario tertentu di balik pencabutan kuasa Bharada Richard Eliezer terhadap dirinya dan Deolipa.

"Awalnya kami diminta mundur, tapi kami tolak karena kami bekerja atas dasar profesional dan UU Advokat. Lalu muncul skenario kuasa dicabut," ujar Burhanudin.