Liputan6.com, Jakarta Mantan kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo belum lama ini mengungkap motif di balik rencana pembunuhan terhadap Brigadir J atau Yoshua dihadapan penyidik Polri. Dia mengaku semua skenario serta perintah untuk menembak almarhum didasari atas motif dendam.
Ferdy Sambo mengatakan semua itu berawal dari Magelang. Mendengar pengakuan Jenderal Bintang Dua tersebut, Tim Khusus Polri mendatangi Magelang untuk mendalami peristiwa yang diduga menjadi alasan Sambo.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya kepada penyidik, Irjen Sambo menyebut apa yang telah dilakukan Brigadir Yoshua telah melukai harkat serta martabat istri dan keluarganya.Â
Berita terpopuler kedua masih terkait dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo. Seperti diketahui, pihak penyidik Polri hingga kini telah menetapkan empat orang tersangka atas kematian Brigadir Yoshua.
Satu di ataranya adalah Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E. Sampai akhirnya terkuak ada perintah dari atasannya untuk menembak Brigadir J adalah karena pria kelahiran 1998 tersebut mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum.
Belum lama ini, lewat pesan singkat kepada kuasa hukumnya, lulusan tahun 2019 dari Polda Sulawesi Utara tersebut berkeinginan untuk melanjutkan karir kepolisian sebagai personel Korps Brigade Mobil (Brimob).
"Saya Brimob, saya lulusan Brimob, rumah saya lahir dan besar di Brimob, Brimob itu rumah saya. Jika saya diizinkan, saya masih ingin berkarir di Brimob," kata Ronny menirukan pesan dari Bharada E, Minggu, 14 Agustus 2022.
Setelah kini empat orang ditetapkan sebagai tersangka, akankah ada orang lain yang bisa ikut terseret dalam kasus kematian Brigadir Yoshua?
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santosa belum lama ini angkat suara, soal munculnya dugaan pelecehan seksual terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Namun, belum lama ini laporan terkait pelecehan tersebut telah dihentikan.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa menilai, jika istri eks Kadiv Propam tersebut dapat terseret dalam kasus kematian Brigadir J.
Dihentikannya laporan tersebut imbas penanganan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J yang terbukti memenuhi unsur pidana, sehingga menutup dua laporan sebelumnya.
Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Minggu, 14 Agustus 2022:
Â
Â
1. Kabareskrim soal Pelecehan di Magelang: Yang Tahu Pasti Allah, Brigadir J, dan Istri Ferdy Sambo
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto menyebut, Tim Khusus mendatangi Magelang untuk mendalami peristiwa yang diduga membuat mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo marah, dan menjadikan alasan untuk membunuh anak buahnya Brigadir J.
Menurut dia, diterjunkannya tim ke sana lantaran pihaknya juga masih menerka-nerka kejadian di Magelang. Agus menyebut, kejadian pastinya di Magelang hanya Tuhan yang tahu.
"Yang pasti tahu apa yang terjadi ya Allah, almarhum (Brigadir J), dan Bu PC (Putri Candrawathi-istri Ferdy Sambo). Kalaupun Pak FS (Ferdy Sambo) dan saksi lain seperti Kuat, Riki, Susi dan Richard hanya bisa menjelaskan sepengetahuan mereka," ujar Agus dalam keterangannya, Minggu (14/8/2022).
Sebelumnya, dia juga menjelaskan, Timsus Polri memang sudah diturunkan ke Magelang terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Tim sedang ke Magelang untuk menelusuri kejadian di sana agar secara utuh kejadian bisa tergambar," kata Agus.
Hal itu sebagaimana pengakuan Ferdy Sambo kepada penyidik, bahwa alasan dirinya tega menghabisi nyawa Brigadir J lantaran tindakan ajudannya itu dianggap melukai harkat dan martabat istri dan keluarganya.
Â
Â
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
2. Bharada E Masih Ingin Berkarir di Brimob
Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mencurahkan perasaannya yang masih ingin tetap melanjutkan karir kepolisian sebagai personel Korps Brigade Mobil (Brimob). Hal itu disampaikan melalui pengacaranya, Ronny Talapessy.
"Saya Brimob, saya lulusan Brimob, rumah saya lahir dan besar di Brimob, Brimob itu rumah saya. Jika saya diizinkan, saya masih ingin berkarir di Brimob," kata Ronny menirukan pesan dari Bharada E, Minggu (14/8/2022).
Karena tekadnya itu, Bharada E meminta kepada pengacaranya agar dibela semaksimal mungkin dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Sehingga dia bebas dari segala tuntutan pidana dan bisa kembali melanjutkan pengabdiannya di Korps Brimob Polri.
"Makanya saya ingin dibela semaksimal mungkin, ngomongnya gitu ke saya," ujar Ronny.
Ronny menilai bahwa sosok Bharada E yang masih muda memiliki banyak harapan untuk masa depannya. Bahkan, harapan keluarga serta karir kepolisiannya.
"Dia masih mudah, harapan orang tua, pengen melanjutkan hidup, pengen berkeluarga, kalau bisa pengen berkarir di kepolisian," tuturnya.
Diketahui, Bharada E sempat memiliki catatan dua kali menjadi tim Bawah Kendali Operasi (BKO) selama bertugas di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Â
3. IPW Sebut Istri Ferdy Sambo Bisa Ikut Terseret Usai Kasus Pelecehan Dihentikan
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santosa menilai, jika istri eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dapat terseret dalam kasus kematian Brigadir J.
Hal ini menyusul dihentikannya laporan terkait dugaan pelecehan seksual dan ancaman disertai kekerasan.
Sugeng menyebut, dalam kasus kematian Brigadir J masih belum ditemukan kasus pelecehan. Hal itu bisa menjadi dugaan adanya keterlibatan dalam menyusun skenario awal.
"Yang kedua kalau Ibu P termasuk juga yang membuat rekayasa kasus tersebut, rekayasa kasus itu kena pasal 221 (KUHP)," kata dia, Minggu (14/8/2022).
Tak hanya itu, menurut dia banyak sejumlah pasal yang bisa dikenakan ke Putri. Mulai Pasal 220, Pasal 317 KUHP. Dari beberapa pasal itu, Sugeng mengatakan jika pasal yang paling berat yakni dengan hukuman penjara 10 tahun atas dugaan penyebaran berita bohong, jika hal tersebut ditemukan dilakukannya.
"Serem lagi bisa kena Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang menyebarkan berita bohong yang menghebohkan. Kehebohan itu ancamannya 10 tahun," jelas dia.
Â
Advertisement