Liputan6.com, Semarang Dalam upacara bendera HUT ke-77 Republik Indonesia di Lapangan Pancasila Kota Semarang, Rabu (17/8/2022), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyematkan hasduk merah putih kepada seorang eks narapidana teroris (napiter). Sebanyak 22 eks napiter dengan khidmat mengikuti upacara bendera. Ini menjadi bukti nyata bahwa mereka telah kembali mencintai Tanah Air.
Selain itu, dengan keterlibatan eks napiter, menunjukkan bahwa Jawa Tengah di bawah kepemimpinan Ganjar Pranowo memiliki toleransi yang tinggi. Jawa Tegah di bawah Ganjar juga memiliki kepedulian terhadap pemberantasan tindak toleransi dan radikalisme.
“Ya, Alhamdulillah kita bisa bersilaturahmi dengan eks naipter yang lain dan dengan seluruh elemen masyarakat di sini. Jadi, ketika kita di sini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Tengah memiliki toleransi tinggi. Kita bisa diterima dari kalangan manapun,” ujar Joko Priyono usai upacara.
Advertisement
Joko yang pernah divonis empat tahun penjara karena terlibat jaringan Jamaah Islamiyah (JI) tersebut sangat mengapresiasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang telah mengundang para eks napiter untuk ikut memberi hormat bendera merah putih di hari kemerdekaan.
“Jadi saya apresiasi Pak Gubernur Ganjar yang telah memberi kesempatan eks napiter dalam upacara 17 Agustus ini,” lanjutnya.
Bukan hanya itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga telah memberikan perhatian lebih terhadap para eks napiter. Misalnya, dengan memberikan pelatihan wirausaha, seklaigus pinjaman modal untuk usaha.
“Pemerintah Alhamdulillah baik. Setelah keliuar dari penjara ada proses mengembalikan kesejahteraan, misalnya usaha. Itu dilakukan secara nyata. Seperti memberikan pelatihan memasarkan produk. Dan, usaha bisa mengajukan proposal, Insya Allah dibantu,” ungkap Joko yang saat ini merintis usaha optik.
Joko, saat ini mengaku membentuk Neo JI bersama rekan-rekannya yang telah keluar dari JI, dengan tujuan meluruskan pemahaman terorisme menuju ahlussunah wal jamaah. Bukan hanya bersama Pemprov dan masyarakat, pembinaan anti radikalisme juga dilakukan bersama Ruangobrol Unit Idensos Densus 88 AT Satgaswil Jateng.
“JI bubar di tahun 2007, dan di tahun 2008 saya mendirikan Neo JI untuk meluruskan pemahaman. Bersama teman-teman yang lain kita mencoba mengajak kembali kepada akidah ahlussunah wal jamaah. Tolong pahami Pancasila ini lebih adil, dari proses sejarah terbentuknya, sebagai suatu kemaslahatan, dan dibuat untuk kebaikan bangsa indonesaia,” imbuhnya.
Jawa Tengah Sangat Terbuka
Begitu pula dengan pasangan suami-istri eks napiter yang lain, Ahmad Supriyanto dan Ika Puspita Sari juga menuturkan bahwa Jawa Tengah baik pemerintah maupun masyarakatnya sangat terbuka dan menerima dengan baik para teroris yang telah kembali menerima konsep NKRI.
“Alhamdulillah bebas Januari kemarin. Baik mereka (pemerintah dan masyarakat Jawa Tengah). Alhamdulillah mereka membantu kami termasuk proses pernikahan kami, membantu mensupport semuanya,” tuturnya.
Ia berpesan kepada generasi muda, untuk dapat mempelajari agama melalui banyak guru. Sehingga, tidak hanya bersumber dari satu guru dan satu pemahaman saja.
“Ceritanya panjang. Sebenarnya karena faktor ilmu, karena dulu kebodohan yang menyertai kami. Dan, ketika dalam penjara datang ilmu-ilmu yang belum pernah kami pelajari sebelumnya, akhirnya kami mengakui bahwa inilah NKRI yang harus kita perjuangkan. Pesannya, belajarlah ilmu yang mana harus pada gurunya jangan satu guru saja, belajar dari banyak guru, karena satu guru hanya menyesatkan karena dia hanya taklid buta,” paparnya.
Sementara istrinya, Ika Puspita Sari mendapat undangan mengikuti upcara bendera merupakan suatu kehormatan baginya.
“Alhamdulillah ini baru pertama kali diundang dalam hal ini, yang dulu dalam kelompok kami sesuatu yang tabu. Dan karena kami sudah kembali ke NKRI lagi ini suatu kerhormatan bagi kami,” ungkap Ika.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyampaikan bahwa ia ingin para eks napiter untuk bisa turut serta memberikan pemahanan terhadap bahayanya intoleransi dan radikalisme.
“Saya ingin mereka bercerita kepada masyarakat, menyampaikan pendidikan baik kepada pelajar, di rumah ibadah bahwa mereka [unya pengalaman dan pernah salah dan itu diakui,” tutur Ganjar.
“Dan, mereka bisa memberikan testimoni bagaimana mereka berproses kembali kepangkuan Ibu Pertiwi dan kemudian mereka bisa mengedukasi dan kegiatannya banyak termasuk aktivitas sosial. Itu pesan yang ingin saya sampaikan agar anak bangsa tidak salah arah, agar semua nilai Pancasila betul membumi,” tandasnya.
(*)
Advertisement