Liputan6.com, Jakarta Pemerintah masih terus menggodok rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite. Kenaikan tersebut sebagai respons atas tingginya harga minyak mentah dunia.
"(Harga Pertalite) lagi dibahas masih dikoordinasikan dengan Pak Airlangga (Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian)," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari Antara, Selasa 16 Agustus 2022.
Advertisement
Baca Juga
Arifin menjelaskan, pemerintah harus mengubah peraturan presiden terlebih dahulu sebelum keputusan itu resmi terbit menjadi kebijakan terbaru terkait perubahan harga bahan bakar.
"Pemerintah juga akan mensosialisasikan terlebih dahulu mengenai rencana Pertalite naik harga tersebut untuk mengurangi kepanikan berbelanja masyarakat," terang Arifin.
Hal senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurut dia, pemerintah tengah menggodok rencana penyesuaian harga Pertalite.
Airlangga mengatakan, sebagai kompensasi, pemerintah juga tengah menyiapkan bantuan perlindungan sosial bagai masyarakat yang terdampak.
"Tentu apabila ada penyesuaian (harga Pertalite) kita sedang mengkalkulasi juga kebutuhan terkait kompensasi dalalm berbagai program yang sedang berjalan. Artinya (kompensasi) dikaitkan dengan program yang berjalan ada pelindungan sosial," ujar Airlangga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah bakal mengalokasikan anggaran subsidi energi, termasuk untuk subsidi BBM sebesar Rp 336,7 triliun dalam RAPBN 2023. Itu lebih rendah dibanding anggaran subsidi energi yang berjalan di 2022 ini, senilai Rp 502,4 triliun.
"Pemangkasan anggaran subsidi tersebut dibuat lantaran pemerintah sudah menghitung proyeksi harga keekonomian minyak mentah dunia pada tahun depan," kata Sri Mulyani.
Berikut sederet fakta terkait kabar Pertalite naik harga dihimpun Liputan6.com:
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Rencana Kenaikan Masih Digodok Pemerintah
Pemerintah masih menggodok rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite. Kenaikan ini sebagai respons atas tingginya harga minyak mentah dunia.
"(Harga Pertalite) lagi dibahas masih dikoordinasikan dengan Pak Airlangga (Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian)," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari Antara, Selasa 16 Agustus 2022.
Pemerintah harus mengubah peraturan presiden terlebih dahulu sebelum keputusan itu resmi terbit menjadi kebijakan terbaru terkait perubahan harga bahan bakar.
Arifin Tasrif menambahkan pemerintah juga akan mensosialisasikan terlebih dahulu mengenai rencana kenaikan harga Pertalite tersebut untuk mengurangi kepanikan berbelanja masyarakat.
Sampai Juli 2022 Pertamina melaporkan konsumsi Pertalite telah menembus angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kiloliter. Angka konsumsi yang tinggi itu membuat kuota Pertalite hanya tersisa 6,2 juta kiloliter.
Apabila pemerintah menambah kuota BBM subsidi, maka beban APBN untuk subsidi bisa semakin membengkak hingga melebihi Rp 600 triliun. Namun jika pemerintah tidak menambah kuota BBM subsidi, maka kelangkaan akan terjadi di berbagai SPBU yang berpotensi menyulut keresahan sosial.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
2. Jika Harga Pertalite Naik, Pemerintah Siapkan Bantalan Bansos
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah tengah menggodok rencana penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite.
Sebagai kompensasi, menurut Airlangga, pemerintah juga tengah menyiapkan bantuan perlindungan sosial bagai masyarakat yang terdampak.
"Tentu apabila ada penyesuaian (harga Pertalite) kita sedang mengkalkulasi juga kebutuhan terkait kompensasi dalalm berbagai program yang sedang berjalan. Artinya (kompensasi) dikaitkan dengan program yang berjalan ada pelindungan sosial," ujar Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023 di Jakarta, Selasa 16 Agustus 2022.
Pengucuran bansos diperlukan untuk tetap mempertahankan daya beli masyarakat sekaligus menjaga tren pemulihan ekonomi nasional jika memang harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar diputuskan untuk naik.
"Ini seperti yang kita lakukan pada saat penanganan Covid-19," jelasnya.
Meski begitu, Airlangga belum bersedia mengungkap besaran dana bantuan sosial yang akan diterima masyarakat jika harga Pertalite dan Solar mengalami kenaikan.
Terkait dengan penerapan kebijakan penyesuaian tarif Pertalite, Airlangga mengaku masih dalam proses kajian di internal pemerintah. Terutama dengan mempertimbangkan dampak inflasi yang akan ditimbulkan.
"Terkait dengan bbm tentu pemerintah saat sekarang dalam status kmelakukan review akibat dari kenaikan harga bbm, baik dari segi volume maupun kebijakan selanjutnya. Dari kajian tersebut pemerintah memperhitungkan potensi kenaikan inflasi dan juga terkait efek terhadap PDB," tutupnya.
Â
3. Siap-Siap Harga Pertalite Naik jadi Rp 10.000 per Liter di 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah bakal mengalokasikan anggaran subsidi energi, termasuk untuk subsidi BBM sebesar Rp 336,7 triliun dalam RAPBN 2023. Itu lebih rendah dibanding anggaran subsidi energi yang berjalan di 2022 ini, senilai Rp 502,4 triliun.
Sri Mulyani menyebut, pemangkasan anggaran subsidi tersebut dibuat lantaran pemerintah sudah menghitung proyeksi harga keekonomian minyak mentah dunia pada tahun depan.
Adapun bila mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro 2023, harga minyak diperkirakan sebesar USD 90 per barel, lebih rendah dari outlook 2022 sebesar USD 95-105 per barel.
Namun, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, pemerintah cenderung masih terlalu optimistis dengan hitungan tersebut. Pasalnya, sejumlah lembaga internasional memprediksi harga minyak mentah dunia bisa berdiri di kisaran USD 95 per barel.
Bila asumsi itu terjadi, bisa saja harga Pertalite terkerek dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter di tahun depan.
"Saya kira harga minyak ke depan paling tidak di atas USD 95 per barel. Kalau pun menang harus ada kenaikan, saya kira paling tidak Pertalite-nya di angka Rp 10.000 (per liter), terus juga Solar subsidi pun di angka Rp 8.000 (per liter). Ini cukup enggak cukup masih ada ruang fiskal di APBN kita," ungkap Mamit kepada Liputan6.com, dikutip Rabu 17 Agustus 2022.
Secara kuota, ia tidak terlalu khawatir itu akan kekurangan. Sebagai contoh Solar, dimana Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu sudah merestui kuotanya ditambah menjadi 17 juta KL untuk tahun ini.
Menurut Mamit, kunci terpenting menjaga pasokan dan harga BBM ke depan yakni dengan melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Makanya kuncinya revisi Perpres. Kalau revisi Perpres berbicara bahwa penggunaan Pertalite hanya untuk kendaraan roda dua, angkutan umum pelat kuning, saya kira ini akan lebih secure," ungkapnya.
"Begitu juga untuk solar subsidi. Misalnya hanya untuk angkutan umum dengan pelat kuning. Terus dibatesin, solar ini hanya untuk kendaraan roda empat, per hari 100 liter aja, itu bisa lebih aman lagi," pungkas Mamit.
Â
Advertisement
4. Kenaikan Pertalite Tunggu Keputusan 3 Menteri
Menteri BUMN Erick Thohir belum mengungkap rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) penugasan jenis Pertalite. Ia menyebut, itu ditentukan kemudian atas kesepakatan tiga kementerian.
"Statement-nya belum tahu, masalah subsidi BBM (energi) an Rp 502 triliun, itu ada gas, BBM, dan lain-lain," kata dia kepada wartawan di kompleks DPR RI, Selasa 16 Agustus 2022.
Kementerian yang dimaksudnya adalah Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Baru kemudian Pertamina mendapatkan penugasan dari pemerintah terkait harga BBM.
"Terus apakah rencananya pengurangan subsidi, itu juga kan masih dibahas, belum ada putusannya. Jadi kan dari Kemenko, Menteri ESDM, dan Menkeu. Kalau putusan ada, baru ada penugasan di Pertamina," terang Erick Thohir.
Sementara itu, ia mengaku hingga saat ini belum mendapatkan keputusan mengenai kenaikan harga BBM bersubsidi dan penugasan.
"Jadi sampai hari ini saya sebagai Menteri BUMN belum mendapatkan keputusan seperti itu, saya tunggu saja. Tapi artinya pengurangan subsidi," ujar dia.
Ketika ditanya mengenai kebutuhan Pertamina terhadap kenaikan harga BBM, Erick belum mau mengungkapnya. Ia masih berpegang pada penugasan dari pemerintah.
"Kembali, kebijakannya ada di pemerintah, Pertamina kan hanya ditugaskan, kalaupun terjadi, hanya pengurangan subsidi," ujarnya.
Dari sisi alokasi untuk subsidi energi, Erick menuturkan, ada pengurangan dari Rp 502 triliun menjadi Rp 336,7 triliun. Hanya saja, ia tetap berpegang pada kondisi yang akan mempengaruhi kedepannya.
"Kalau tadi angkanya dari Rp 502 triliun jadi Rp 300-berapa triliun (Rp 336,7 triliun), cuma black and white-nya bagaimana belum jelas, kita hanya mendapatkan penugasan, pembangunan jalan tol Sumatera misalnya," tegas Erick.
Â
5. Kata Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan telah meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menghitung kekuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menahan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Mengingat pemerintah saat ini telah mengalokasikan anggaran Rp 502 triliun untuk membayar kompensasi dan subsidi energi.
"Nanti akan dihitung sama Menteri Keuangan," kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Kamis (18/8).
Jokowi mengatakan harga BBM, LPG dan listrik yang dijual saat ini bukan harga keekonomiannya. Harga tersebut telah mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga jauh lebih murah dari harga sebenarnya.
"Pertalite, Pertamax, solar, LPG dan listrik ini bukan harga sebenarnya, itu harga yang disubsidi pemerintah," kata Jokowi.
Sampai akhir tahun APBN 2022 telah mengalokasikan anggaran RP 502 triliun untuk menahan kenaikan inflasi dari harga energi. Jumlah tersebut kata Jokowi sangat besar demi membeli inflasi yang tetap rendah.
"Besarnya ini sudah mencapai Rp 502 triliun, angka yang gede sekali," kata dia.
"Ini harus kita tahan agar inflasnya tidak tinggi," kata dia.
Namun, Jokowi meragukan APBN bisa terus menahan harga energi. Sehingga pemerintah tengah berhitung kekuatan APBN untuk menghadapi lonjakan harga energi di tingkat global.
"Tapi apakah APBN terus menerus kuat?," kata Jokowi.
Advertisement