Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengakui ada dugaan aliran dana dari rekening milik Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat kepada beberapa nama. Transaksi ini muncul usai sang brigadir meninggal dunia.
Diketahui, Brigadir J meninggal dunia dalam insiden penembakan yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Baca Juga
"Terkait dengan hal tersebut, kita sudah blokir rekening untuk proses tindak lanjut. Dan kita terus melakukan koordinasi dengan penyidik," kata Juru Bicara PPATK, Nasir Kongah saat dihubungi, Jumat (19/8/2022).
Advertisement
Nasir Kongah menjelaskan, pembekuan tersebut dilakukan oleh pihaknya setelah informasi itu beredar luas di tengah masyarakat.
"(Pemblokiran) Tak lama setelah isu itu beredar di tengah masyarakat," jelasnya.
Sayangnya, Nasir Kongah belum bisa menyebutkan berapa jumlah rekening yang telah dibekukan oleh pihaknya. Karena, hingga kini masih terus berproses.
"Saya belum bisa jawab sekarang (ada berapa rekening), karena masih terus berproses," ujarnya.
Secara terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, Polri bakal mendalami jika memang adanya aliran dana yang keluar dari rekening Brigadir J paska meninggal dunia.
"Sudah (koordinasi dengan PPATK) kalau ada ya didalami dulu oleh tim," ungkap Dedi.
Adapun, Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka kasus penembakan dan pembunuhan terhadap Brigadir J. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Richard Eliezer alias Bharada E, asisten rumah tangga sekaligus sopir Kuwat Ma'ruf alias KM, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Istri Ferdy Sambo Putri Candrawathi Jadi Tersangka
Polisi menetapkan istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, sebagai tersangka terkait kasus kematian Brigadir Yoshua.
"Penyidik juga telah melaksanakan pemeriksaan mendalam secara scientific dan sudah melakukan gelar perkara, maka penyidik telah menetapkan saudari PC sebagai tersangka," ujar Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2022.
Sebelumnya, Polri menyatakan sudah melakukan pemeriksaan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Adapun hasilnya akan dibuka ke publik pada Jumat, 19 Agustus 2022.
"Sudah diagendakan, jadi saya minta kepada teman-teman untuk bersabar, besok selesai salat Jumat Insyaallah Timsus akan menyampaikan update-nya," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Kamis 18 Agustus 2022.
Menurut Dedi Prasetyo, pihaknya akan menyampaikan secara menyeluruh mulai dari hasil terkini penyidikan Timsus, termasuk juga penanganan oleh Divisi Propam Polri.
"Minggu ini diperiksanya (Putri Candrawathi). Makanya besok (Jumat 19 Agustus) disampaikan hasilnya. Oleh Timsus," kata Dedi.
Adapun, Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka kasus penembakan dan pembunuhan terhadap Brigadir J. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Richard Eliezer alias Bharada E, asisten rumah tangga sekaligus sopir Kuwat Ma'ruf alias KM, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Advertisement
LPSK Resmi Tolak Permohonan Perlindungan Istri Irjen Ferdy Sambo
Secara Resmi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akhirnya memutuskan menolak permohonan perlindungan yang dilayangkan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, terkait kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap ibu P ini. Karena, memang ternyata tidak bisa diberikan perlindungan," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin, 14 Agustus 2022.
Adapun alasan penolakan permohonan kepada Putri Chandrawathi, kata Hasto, karena sejak awal permohonan diterima pihaknya telah menemukan adanya kejanggalan. Sejak diajukan pada 14 Juli 2022, sebagaimana permohonan yang ditandatangani Putri dan kuasa hukumnya.
"Kejanggalan pertama ternyata ada dua permohonan lain, yang diajukan. Ibu P ini tertanggal 8 Juli 2022, dan ada permohonan yang didasarkan berdasarkan adanya laporan polisi yang diajukan Polres Metro Jakarta Selatan pada 9 Juli," ujar Hasto.
"Tetapi kedua laporan polisi ini bertanggal berbeda tetapi nomornya sama, oleh karena itu kami pada waktu itu barangkali terkesan lambatnya. Kok tidak memutus-mutuskan apa perlindungan kepada yang bersangkutan," tambah dia.
Selain dua laporan polisi tersebut, LPSK juga menemukan kejanggalan lain yang semakin menjadi ketika staf ingin bertemu dengan Putri. Yang pada usahanya sempat terhambat, lantaran sulitnya berkomunikasi pada 16 Juli dan 9 Agustus lalu.
"Kejanggalan ini semakin menjadi, setelah kami mencoba berkomunikasi dengan ibu P. Sampai akhirnya, kita kemudian kan baru dua kali ketemu dua kali dengan ibu P dari LPSK," ucap Hasto.
Karena dua usaha untuk bertemu dengan Putri, LPSK tidak mendapatkan hasil yang baik. Hal tersebut menjadi pertimbangan untuk kemudian menolak permohonan perlindungan.
"Kedua, pihak ibu P bertemu beberapa waktu yang lalu dan tetap tidak bisa mendapatkan keterangan terhadap ibu P. Dan saya selalu katakan bahwa kami juga ragu-ragu apakah ibu P ini berniat mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK," sebutnya.
"Atau ibu P ini sebenarnya tidak tahu-menahu tentang permohonan, tetapi ada desakan dari pihak lain untuk mengajukan permohonan perlindungan LPSK," tambah Hasto.
Oleh sebab itu, Hasto mengatakan jika dari hasil keputusan rapat para pimpinan dengan mengacu juga keputusan Bareskrim Polri untuk menghentikan dua laporan polisi terkait pelecehan dan ancaman maka permohonan dari Putri pun ditolak.
"Bahwa Bareskrim menghentikan pengusutan terhadap laporan yang diajukan kepada ibu P dengan tindak pidana pelecehan seksual ternyata tidak ditemukan tindak pidana tersebut. Jadi bukan dasarnya pelakunya sudah meninggal (Brigadir J) SP3 atau gimana. Tetapi karena kasus ini, telah dihentikan pihak kepolisian," jelasnya.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com