Sukses

Presiden Jokowi: Apa Benar di Indonesia Tidak Bebas Berbicara?

Presiden Joko Widodo alias Jokowi angkat bicara mengenai kebebasan berbicara di Indonesia. Menurutnya, kondisi kebebasan di Indonesia saat ini sudah sangat liberal.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo alias Jokowi angkat bicara mengenai kebebasan berbicara di Indonesia. Menurutnya, kondisi kebebasan di Indonesia saat ini sudah sangat liberal.

Jokowi menyampaikan hal itu dalam akun Twitternya seperti dilihat, Selasa (23/8/2022). Dia mengunggah potongan video wawancara dirinya bersama presenter Karni Ilyas.

"Apa benar kita kurang bebas berbicara?" cuit Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lalu bertanya kepada publik apakah kebebasan berbicara masih kurang. Menurutnya, dia setiap hari mendengar orang menghina maupun mengejek presiden.

"Ah kebebasan apa yang masih kurang? Orang memaki-maki Presiden, orang menghina Presiden, orang mengejek Presiden, orang mencemooh Presiden juga tiap hari kita dengar. Orang mendungu-dungukan presiden juga kita tiap hari kita dengar kita lihat, biasa aja," ujar Presiden Jokowi.

Kepala negara lantas bertanya kondisi seperti apa lagi yang diinginkan masyarakat Indonesia. Padahal, kondisi demokrasi di Indonesia sudah sangat liberal.

"Mau seperti apa lagi seperti yang kita inginkan? Demokrasi yang sangat liberal sekali menurut saya kita ini. Meskipun kita ini orang timur yang penuh dengan kesantunan, yang penuh dengan etika dan tata krama yang baik," ujar Jokowi.

Meski begitu, Presiden Jokowi tidak ikut campur bila ada orang yang merasa marah dihina lalu melaporkan ke polisi akibat kebebasan berpendapat. Sebab, hal itu masuk wilayah hukum.

"Ya tapi kalau sudah masuk ke menghina orang kemudian orangnya itu marah dan melaporkan ke polisi ya itu sudah wilayah yang lain, itu wilayah hukum yang bekerja," tukas Jokowi.

2 dari 3 halaman

Jokowi: Jangan Ada Kriminalisasi Kebebasan Berpendapat

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku telah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengedepankan langkah-langkah edukasi dan persuasif dalam penanganan perkara UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia meminta agar tak ada kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.

"Jangan ada kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat," kata Jokowi saat memberikan pidato di Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia Tahun 2021 yang disiarkan secara virtual, Jumat 10 Desember 2021.

Dia menyadari bahwa perkembangan industri 4.0 menuntut semua pihak untuk mengantisipasi beberapa isu HAM. Jokowi pun memahami banyak masyarakat yang gelisah dan khawatir dengan sanksi pidana UU ITE saat menyuarakan pendapatnya.

"Kapolri telah menindaklanjuti perintah yang saya instruktsikan untuk mengedepankan langkah-langkah edukasi dan persuasif dalam perkara ITE," jelasnya.

Jokowi menyampaikan dirinya telah memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril dan Saiful Mahdi yang dijerat pasal UU ITE. Meski begitu, dia mengingatkan semua pihak untuk tetap bertanggung jawab saat berpendapat di depan publik.

"Saya juga ingatkan kebebasan berpendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab kepada kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas," ujar dia.

Di sisi lain, Jokowi menekankan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Pemerintah, kata dia, akan memegang prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi terduga pelaku HAM berat.

"Pemerintah berkomitmen untuk menegakkan, menuntaskan dan menyelesaikan pelanggaran hak berat dengan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan prinsip keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat," tutur Jokowi.

3 dari 3 halaman

Populi Center: Jajak Pendapat 50 Ahli Sebut Kebebasan Berpendapat Alami Kemunduran

Populi Center merilis hasil temuannya terkait jajak pendapat 50 ahli, seputar isu-isu krusial kebangsaan dan kenegaraan. Peneliti Populi Center, Rafif Imawan mengatakan hasil temuan ini diselenggarakan pada 19 Mei hingga 26 Mei 2022.

Hasilnya, terhadap isu demokrasi, para ahli menyebut situasi saat ini, mayoritas menjawab baik sebesar 62% dan sangat baik sebesar 6%. Sedangkan hanya 30% yang menjawab buruk 30% dan 2% yang menjawab sangat buruk 2%.

"Pelaksanaan demokrasi saat ini berjalan cukup baik dengan adanya sistem kepartaian yang stabil, adanya ruang untuk menyampaikan pendapat cukup baik. Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu mendapat catatan untuk memperbaiki demokrasi kita," kata Rafif dalam papara daringnya, Minggu 5 Juni 2022.

Dia pun merinci apa saja catatan tersebut brdasarkan hasil jajak jawaban para ahli. Pertama, terhadap kondisi negara dari sisi kebebasan berpendapat memiliki persentase mayoritas responden mengatakan mengalami kemunduran atau sebesar 58%.

"Sehingga orang merasa dan para ahli melihat ini dari sisi kualitas demokrasi kebebasan berpendapatnya mengalami penurunan," jelas Rafif.

Tidak hanya itu, catatan terhadap demokrasi juga diberikan untuk pemberantasan korupsi. Sebanyak 52% atau suara mayoritas mengatakan mengalami penurunan.

"Hanya 22% yang mengatakan pemberantasan korupsi mengalami perbaikan dan 26% sisanya mengatakan tidak ada perubahan," rinci Rafif.

Rafif melanjutkan, angka senada dengan pemberantasan korupsi atau 52% juga didapatkan dalam aspek partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan strategis dan check and balances eksekutif dan legislatif di tingkat pusat.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Â