Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan pemeriksaan sejumlah saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017 sampai dengan 2020 dengan tersangka Amar Maaruf (AM).
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017 sampai dengan 2020," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).
Advertisement
Baca Juga
Ada empat saksi yang diperiksa, yakni Indra Santika (IS) selaku Accounting Manager PT Sekar Wijaya, dan Regina Tendean (RT) selaku Staf Administrasi dan Sekretaris Perusahaan PT Sekar Wijaya tahun 2016-2018.
Kemudian Nizar selaku Head of Investment Banking PT Valbury Sekuritas Indonesia tahun 2016 sampai dengan 2020, dan Djuwarso (D) selaku Direktur Utama PT Sekar Wijaya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan satu lagi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017 sampai dengan 2020. Dia adalah Amar Maaruf (AM) selaku Direktur Utama PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM).
"Untuk mempercepat proses penyidikan, Tersangka AM dilakukan penahanan," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat 12 Agustus 2022.
Menurut Ketut, AM resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 11 Agustus 2022. Kini dia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Jakarta Pusat selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 11 Agustus 2022 sampai dengan 30 Agustus 2022.
"Dengan ditetapkannya AM sebagai tersangka, maka jumlah tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017-2020 sebanyak tiga orang, yaitu tersangka AM, tersangka MS, dan tersangka HS, di mana perkara tersangka MS dan tersangka HS masih dalam tahap pemberkasan," jelas dia.
Perbuatan tersangka AM disangkakan melanggar pasal yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Â
Konstruksi Kasus Korupsi Taspen
Adapun konstruksi kasus tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bahwa pada Oktober 2017, PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life) yang merupakan anak perusahaan PT Taspen melakukan investasi pada Medium Term Note (MTN) atau Surat Utang Jangka Menengah PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM) yang tidak memiliki rating alias non investment grade melalui Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen senilai Rp 150 miliar;
2. Bahwa dalam menawarkan MTN ke Taspen Life, tersangka HS selaku Beneficial Owner PT PRM dan tersangka AM selaku Direktur Utama PT PRM telah menyajikan laporan keuangan perusahaan PT PRM yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, agar laporan keuangan PT PRM terlihat baik;
3. Investasi MTN PT PRM yang dilakukan oleh Taspen Life tersebut menyalahi Peraturan OJK No. 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan Kebijakan Investasi Taspen Life dikarenakan:
a. MTN PT PRM tersebut belum memiliki peringkat investment grade yang dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat efek yang diakui oleh OJK
b. MTN maupun KPD tidak termasuk Instrumen Investasi yang diperkenankan dalam portofolio investasi Taspen Life
c. PT. PRM selaku penerbit MTN tidak memiliki fundamental keuangan yang baik, yakni dengan tingkat Dept Equity Ratio (DER) atau rasio utang terhadap modal kurang dari satu.
Â
Advertisement
Kerugian Negara Capai Rp 133 Miliar
4. Dalam pelaksanaannya, ternyata dana investasi MTN oleh PT PRM tidak dipergunakan oleh tersangka AM sebagaimana rencana awal penerbitan MTN, yaitu untuk modal usaha dan pembayaran utang dipercepat sebagaimana tercantum dalam memorandum informasi MTN, melainkan dana MTN tersebut diserahkan penggunaannya kepada tersangka HS untuk kepentingan pribadi dan perusahaan lain di bawah holding PT Sekar Wijaya milik tersangka HS, hingga mengakibatkan MTN PT PRM mengalami gagal bayar dengan total kewajiban yang belum terbayarkan kurang lebih sebesar Rp 161.629.999.568;
5. Terkait dengan investasi MTN PT PRM tersebut, tersangka AM menerima aliran dana sebesar Rp 750 juta;
6. Upaya penyelesaian pembayaran kewajiban MTN dilakukan dengan penjualan tanah agunan, namun dana yang dipergunakan untuk pembayaran tanah jaminan tersebut adalah dana milik PT Asuransi Jiwa Taspen yang disubscribe melalui beberapa reksa dana yang kemudian dana tersebut digunakan seolah-oleh untuk membeli tanah jaminan MTN;
7. Akibat dari penyimpangan investasi PT Asuransi Jiwa Taspen pada MTN PT PRM melalui KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen sebagaimana tersebut, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 133.786.663.996.