Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) bakal menggelar sidang putusan praperadilan Bupati Mimika Eltinus Omaleng. Eltinus diketahui menggugat KPK lantaran tak terima dijadikan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32.
"Benar, hari ini, 25 Agustus 2022 pukul 10.00 WIB diagendakan pembacaan putusan praperadilan dengan pemohon Bupati Mimika di PN Jakarta Selatan," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (25/8/2022).
Ali yakin pihaknya bakal memenangkan praperadilan terhadap Eltinus Omaleng. Ali menyebut pihaknya mempunyai bukti kuat untuk menaikkan status penangan kasus ini dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan.
Advertisement
"KPK yakin, hakim tunggal praperadilan akan memutus dengan obyektif dan menolak seluruh dalil yang diajukan oleh pemohon dimaksud sehingga menyatakan penyidikan yang dilakukan KPK telah sesuai prosedur dan sah menurut hukum," kata Ali.
Ali menyakini praperadilan akan dimenangkan pihaknya lantaran tim biro hukum KPK sudah memperlihatkan sekitar 160 bukti kepada hakim tunggal PN Jakarta Selatan.
"Selama proses persidangan, KPK telah membawa berbagai bukti sekitar 106 maupun ahli untuk membantah berbagai alasan praperadilan yang diajukan pemohon," kata Ali.
Dugaan korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tahap satu tahun anggaran (TA) 2015 di Kabupaten Mimika, Papua ini sudah masuk di tahap penyidikan. Proyek gereja itu ditaksir memakan biaya sekitar Rp160 miliar.
KPK sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini namun belum diumumkan. Pengumuman tersangka akan diungkap setelah ada upaya paksa penangkapan atau penahanan.
Bupati Mimika Gugat KPK
Sebelumnya, KPK digugat secara praperadilan oleh Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng. Eltinus menggugat KPK lantaran ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32, Kabupaten Mimika, Papua.
Sidang gugatan praperadilan kembali digelar di PN Jakarta Selatan, Selasa 23 Agustus 2022. Pihak Eltinus mempermasalahkan penetapan tersangka terhadap Eltinus lantaran diduga kerugian keuangan negara dalam kasus ini belum bisa dibuktikan oleh KPK.
Terkait hal tersebut, saksi ahli dari pihak Eltinus, Dian Simatupang selaku Dosen Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia (UI) menyatakan bahwa untuk menyatakan adanya kerugian negara, harus ada format audit yang tepat yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Pernyataan adanya kerugian negara akibat perbuatan pidana, administrasi maupun perdata, hanya dapat dilakukan atau diformatkan ke dalam suatu hasil pemeriksaan atau audit. Jadi tidak boleh dari format yang lain, dari ekpose, tapi harus dari format audit, ujar Dian Simatupang di PN Jaksel, Selasa (23/8/2022).
Dian menambahkan, kerugian keuangan negara tidak boleh dimunculkan dari sebuah indikasi atau asumsi.
"Ketika hasil audit dilakukan maka akan muncul jumlah kerugian negara yang nyata dan pasti. Tidak boleh kerugian negara masih indikasi, kemungkinan, potensi atau asumsi. Tapi betul-betul yang sudah nyata dan pasti. Sekali lagi formatnya harus hasil audit atau hasil pemeriksaan. Bukan ekpose dalam jumlahnya yang sebenarnya tidak memiliki daya mengikat sebagai alat bukti temuan yang cukup untuk dilakukan penyelidikan atau penyidikan," kata dia.
Dian mengatakan, sesuai Pasal 10 ayat 1, yang boleh mengaudit kerugian keuangan negara hanya BPK. Karena itu, ketika KPK masih berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang kerugian negara, Dian mengatakan bahwa itu sudah tak dipakai oleh MK.
"KPK masih berpegang pada putusan MK yang sebenarnya sudah ditinggalkan. MK sudah punya keputusan baru yaitu 25 tahun 2016 yang menyatakan bahwa kerugian negara harus nyata dan pasti," kata dia.
Memperkuat penyataan di atas, saksi ahli pakar pidana yang juga Dosen UII Yogyakarta Mudzakir turut mempertanyakan perihal status tersangka kepada Eltinus Omaleng.
"Tersangka ditetapkan statusnya sebagai tersangka dimuat dalam SPDP atau surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Padahal dalam KUHAP pasal 1 ke 2 dinyatakan, tersangka itu produk penyidikan. Hasil penyidikan itu harus dibuktikan dengan unsur tindak pidana minimal dua alat bukti, jika sudah ditetapkan, siapa yang bertanggung jawab dengan minimal dua alat bukti tadi baru ditetapkan sebagai tersangka," kata Mudzakir.
"Dalam kasus ini SPDP sudah dinyatakan nama orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Menurut saya, penyebutan nama pada awal proses penyidikan, itu melawan hukum dan tidak sah. Seharusnya produk penyidikan. Jika bukan produk penyidikan maka batal demi hukum," ujar Mudzakir.
Advertisement
Perhitungan Kerugian Keuangan Negara
Sidang praperadilan penetapan tersangka terhadap Bupati Mimika, Eltinus Omaleng kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 24 Agustus 2022. Diketahui, dalam kasus ini Eltinus Omaleng diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sidang Rabu 24 Agustus 2022, menghadirkan dua orang saksi. Pertama, seorang saksi fakta dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kedua, Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, W. Riawan Tjandra sebagai saksi ahli.
Menurut saksi fakta, KPK sudah meminta BPK melakukan ekpose terkait kasus ini sebelum kerugian negara selesai dihitung.
"BPK diminta KPK untuk melakukan ekspose atas dugaan korupsi pembangunan Gereja, kemudian KPK kembali meminta untuk menghitung kerugian negara,” kata BPK dalam sidang tersebut.
Pada keterangan berikutnya, saksi ahli yang berlatar ilmu hukum dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ini mengatakan, sependapat dengan pihak BPK. Jika penghitungan kerugian harus diselesaikan terlebih dulu, sebelum adanya ekspose oleh KPK.
"Kita harus lihat tahapannya. BPK yang menentukan terjadi tidaknya kerugian negara. Apakah BPK sudah selesai tahapan (hitung kerugian negara) itu? Menurut saya, selesaikan dulu, (baru lakukan ekspose)” ujar dia. 2 dari 2 halaman Perhitungan Kerugian Keuangan NegaraRiawan Tjandra menegaskan, penting sekali adanya perhitungan kerugian keuangan negara sebelum adanya status seseorang menjadi tersangka. Hal ini bertujuan, agar terdapat laporan yang jelas berapa kerugian negara ditimbulkan saat seorang yang ditersangkakan melakukan upaya hukum, seperti praperadilan.
"Bahwa pada peradilan nanti akan ditetapkan seseorang itu bersalah atau tidak, sudah harus ada perhitungan kerugian negara dari BPK,” dia menutup.
Menanggapi kedua saksi itu, Kuasa Hukum Bupati Mimika Eltinus Omaleng, Adria Indra Cahyadi mengamini, perhitungan kerugian negara seharusnya melekat pada penetapan seseorang menjadi tersangka.
Hanya saja dalam kasus ini, dia meyakini perhitungan kerugian negara belum ditandatangani oleh BPK sebagai institusi sah yang melakukan perhitungan kerugian negara namun kliennya sudah diekspose oleh KPK sebagai tersangka.
"Jelas kami tangkap bahwa perhitungan kerugian negara tersebut belum ditandatangani (BPK) Artinya belum ada hasil laporan perhitungan kerugian negara (secara utuh). Karena belum, kami mengacu pada ketentuan pemenuhan 2 alat bukti itu juga belum terpenuhi. Sehingga penetapan tersangka menjadi tidak sah,” Adria Indra Cahyadi menandasi.