Sukses

Korlantas Polri Usul Biaya Balik Nama Kendaraan Dihapuskan

Korlantas Polri mengusulkan adanya penghapusan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN2) dan pajak progresif kendaraan.

Liputan6.com, Jakarta - Korlantas Polri mengusulkan adanya penghapusan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN2) dan pajak progresif kendaraan. Usulan itu bertujuan untuk menertibkan data kepemilikan kendaraan, dan menstimulus masyarakat agar semakin patuh untuk membayar pajak.

"Kami usulkan agar balik nama ini dihilangkan. Kenapa dihilangkan? Biar masyarakat ini mau semua bayar pajak," kata Dirregident Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus, saat rapat anev pelayanan regident T.A. 2022 di Kuta, Bali, seperti dikutip dari laman resmi NTMC Polri, Kamis (25/8/2022).

Yusri mengungkapkan, berdasarkan data yang diperolehnya, salah satu alasan banyak orang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. Karena pembeli kendaraan bekas tidak mengganti identitas kepemilikan nama kendaraan, hal ini lantaran biayanya yang mahal.

Sementara untuk usulan penghapusan pajak progresif, menurutnya banyak pemilik kendaraan asli memakai nama orang lain pada data kendarannya untuk menghindari pajak progresif.

Selain itu, ada juga seorang pemilik kendaraan yang menggunakan nama perusahaan. Hal itu dilakukan juga agar menghindari pajak.

"Pajak untuk PT itu kecil sekali, rugi negara ini. Makanya kita usulkan pajak progresif dihilangkan saja sudah, biar orang yang punya mobil banyak itu senang, enggak usah pakai nama PT lagi cuma takut aja bayar pajak progresif," jelasnya.

Yusri mengungkapkan, akan mengusulkan itu kepada kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati. Hal itu juga demi pendapatan daerah meningkat.

Lalu, timbal balik dari pendapatan daerah meningkat ialah fasilitas publik akan dapat maksimal diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.

"Bukan urusan polisi, pajak urusan Suspenda, tapi kami bersinergi disana, terutama soal data," ungkapnya.

2 dari 2 halaman

Adanya Perbedaan Data Jumlah Kendaraan Bermotor

Lebih lanjut, Yusri juga menyampaikan adanya perbedaan jumlah kendaraan bermotor antara Kepolisian, PT Jasa Raharja dan Kemendagri.

Menurut Yusri, hal itu bisa terjadi karena pemilik kendaraan tidak melaporkan keadaan kepemilikan kendaraannya. Semisal kendaraanya hilang, sudah rusak dan atau tidak bayar pajak sehingga datanya terhapus.

"Semua kendaaraan bermotor yang terdaftar ke polisi itu datanya masih ada, datanya lengkap," ucapnya.

Yusri menyebut, perbedaan data kendaraan itu mempengaruhi pada data kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Oleh karenanya, Yusri berharap dengan adanya rakor Samsat tingkat nasional yang dihadiri berbagai stakeholder terkait, masalah data ini bisa disamakan.

"Kami sedang mengatur single data untuk menyatukan dan menyamakan semua data," tutupnya.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com