Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi, menilai pemecatan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J sudah tepat.
"Artinya langkahnya ini sudah tepat, karena proses selanjutnya adalah persidangan umum yang dapat dilakukan monitor dan diawasi prosesnya oleh publik," kata Muradi, Sabtu (27/8).
Muradi menyebut proses Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) Ferdy Sambo juga menegaskan posisi institusi Polri tegas dalam memosisikan kasus pembunuhan Brigadir.
Advertisement
"Dengan begitu penegasan komitmen polri harus juga diapresiasi. Apalagi proses P21 atas kasus ini segera akan dilimpahkan ke kejaksaan," ujarnya.
Lebih lanjut, Muradi mengajak publik melakukan pengawasan bersama atas perkembangan akasus tersebut. Ia pun mendorong sidang etik 97 personil lainnya yang diduga juga terlibat harus segera diproses.
"Apakah bebas dari pelanggaran etik, terjadi pelanggaran etik, atau bahkan ada pelanggaran etik dan pidana. Termasuk sejumlah nama perwira yang diduga aktif membantu FS terkait dengan rekayasa atas kasus tersebut di awal-awal," katanya.
Sidang Komisi Kode Etik Polri
Sebelumnya, mantan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dijatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Sanksi itu dijatuhkan berkaitan dengan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Ketua KKEP sekaligus Kepala Badan Intelijen Keamanan (Kabaintelkam) Komjen Ahmad Dofiri menyatakan Sambo terbukti melanggar kode etik Polri dalam kasus itu, yakni merekayasa hingga menghalangi penyidikan kasus tersebut.
Advertisement