Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta berkumpul di University Club Cafe - Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Sabtu, 27 Agustus 2022. Pertemuan mereka berawal dari keprihatinan berbagai persoalan dalam negeri yang mengarah pada indikasi krisis kepemimpinan bangsa.
Belasan profesor senior dan puluhan akademisi dari beragam kampus negeri dan swasta itu bersepakat untuk lebih kencang lagi menyerukan pentingnya restorasi kepemimpinan Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
“Kami memiliki keprihatinan mendalam atas krisis kepemimpinan akhir-akhir ini, merujuk pada berbagai kasus hukum para pejabat publik, pelanggaran moral dan etika serta praktik koruptif para pemimpin di berbagai tingkatan. Kami mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang amanah, kompeten dan menjunjung tinggi integritas,” ujar Suwarsih Madya, profesor Universitas Negeri Yogyakarta dalam keterangannya, Minggu (28/8/2022).
Para guru besar menilai, kekecewaan publik akibat perilaku dan kinerja pemimpin seharusnya tak perlu terjadi ketika masyarakat dan berbagai lembaga memiliki kriteria kepemimpinan yang tepat. Kriteria kepemimpinan semacam itu dapat digunakan dalam mempersiapkan maupun memilih kandidat pemimpin.
“Kriteria seseorang yang duduk dalam kepemimpinan tingkat nasional, misalnya, harus memiliki kecakapan dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan umum. Di samping itu, sebagai bangsa yang memiliki posisi strategis dalam percaturan geopolitik global, amat wajar juga jika kemampuan diplomasi internasional ditempatkan sebagai kompetensi bernilai tinggi,” kata Suwarsih.
Sepekan sebelumnya, para guru besar itu bertemu dengan sejumlah pimpinan partai politik di Jakarta, di antaranya Ketua Umum Partai Nasdem dan Presiden PKS, untuk menyampaikan aspirasi terkait kepemimpinan bangsa ke depan.
Menurut Chairil Anwar, Guru Besar UGM, gerakan para profesor itu merupakan salah satu ikhtiar kalangan akademisi ikut membangun politik kebangsaan melalui sumbangan pemikiran dalam bidang kepemimpinan.
“Para founding fathers memperdebatkan gagasan pendirian negara serta penyatuan bangsa Indonesia secara ilmiah dan demokratis. Kita juga harus terbuka mendiskusikan persoalan kepemimpinan sebagai upaya untuk menumbuhkan ilmu yang berwatak bangsa,” ujarnya.
Soroti Praktik Politik Transaksional
Heru Kurnianto Tjahjono, guru besar dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, menyoroti akutnya praktik politik transaksional saat ini yang mengakibatkan sirkulasi kepemimpinan hanya menyentuh lingkaran kerabat elite politik serta kroni pengusaha.
Sehubungan dengan hal itu, ia meminta kalangan akademisi berperan dalam merumuskan etika politik sebagai panduan praktis bagi politisi atau pemimpin.
“Dialog serta interaksi antara dunia politik dan dunia keilmuan merupakan suatu agenda bangsa yang strategis, mengingat parpol adalah lembaga yang melahirkan para pemimpin publik. Hanya saja, dunia akademik harus tetap berada dalam koridor teknokratik dan independen,” ucapnya.
Siti Chamamah Soeratno, profesor dari UGM yang memungkasi perbicangan sore itu menyampaikan bahwa kegelisahan terhadap arah perkembangan bangsa saat ini perlu dijawab dengan langkah-langkah prioritas yang berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan.
Ia menekankan pentingnya inisiatif dari ormas dan parpol untuk rajin menyerap aspirasi serta mencermati kenyataan di tengah kehidupan masyarakat. Apalagi, penyelenggaraan Pemilu semakin dekat.
“Inisiatif semacam itu relevan untuk menyambungkan pusat-pusat pengambilan kebijakan yang keputusannya berdampak pada nasib ratusan juta rakyat dengan aspirasi sesungguhnya dari rakyat Indonesia,” tandasnya.
Advertisement