Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan menilai penyesuaian harga atau pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap masyarakat kelas bawah.
"Penyesuaian harga atau pengalihan subsidi bbm untuk perlindungan dan jaminan kesejahteraan rumah tangga masyarakat kelas bawah," ujar Budi dalam keterangannya, Senin (29/8/2022).
Baca Juga
Budi menuturkan kebijakan pengalihan subsidi bbm sebagai langkah untuk mewujudkan azas keadilan dan mengkoreksi kebijakan lama yang kurang tepat.
Advertisement
Lebih lanjut, Budi berkata pemerintah pun telah menyiapkan bantalan bagi masyarakat terdampak. Bahkan, dia menilai kebijakan itu merupakan momentum untuk mengakselerasi transisi energi yang berkelanjutan, efesiensi di kementerian/ lembaga, pemda, BUMN, dan BUMD.
"Serta pembenahan data rujukan untuk cegah meluasnya kemiskinan ekstrem melalui bansos yang tepat sasaran," ujar Budi.
Di sisi lain, purnawirawan bintang empat Polri ini menyampaikan sata analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global akan memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara.
"Pemerintah akan mengantisipasi ini melalui desain APBN yang melindungi kelompok rentan secara lebih efektif”, ujar Budi.
Budi juga meyakini kebijakan ini dapat diterima oleh masyarakat secara mayoritas. Sehingga situasi keamanan dapat terkendali. Adapun penolakan dinilai sebagai hal yang wajar dan merupakan bentuk demokrasi.
Lebih dari itu, Budi menyampaikan pemerintah bersama masyarakat siap mengakselerasi proses transisi energi sehingga kedepan Indonesia dapat memiliki energi yang mandiri dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut APBN tak mampu menambal subsidi energi termasuk subsidi BBM tahun ini. Meski, dengan kondisi APBN yang terus mengalami surplus beberapa bulan belakangan.
Menkeu Sri Mulyani menilai dengan kondisi APBN surplus akibat keuntungan dari kenaikan harga komoditas, itu akan menambal beban subsidi. Bahkan, angka untung itu akan habis pada bulan depan setelah keluar hitungan pengeluaran subsidi dan kompensasi Pertamina dan PLN.
"APBN masih surplus tagihannya itu akan ke kami September atau Oktober, baru akan datang pada (setelah) audit BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) sekitar bulan September. Makanya APBN kita akan adjusted yang surplus tadi akan langsung habis aja untuk bayar itu," katanya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, ditulis Sabtu (27/8/2022).
Amati Tren Harga Minyak Dunia
Penjelasannya, alokasi subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun masih kurang dan perlu disiapkan penambahan Rp 195,6 triliun hingga akhir tahun. Jika, pola konsumsi masyarakat masih seperti saat ini, dimana subsidi BBM sebagian besar dinikmati orang kaya.
Ditambah dengan hitungan volume konsumsi yang ditetapkan pemerintah dibandingkan dengan konsumsi masyarakat imbas dari pertumbuhan ekonomi. Serta tren prediksi harga minyak dunia yang berkisar diatas USD 100 per barel.
"Ini yang akan kita sampaikan, hitung-hitungan yang disampaikan ke Presiden, karena kalau tadi Rp 195 triliun tidak disediakan tahun ini, maka akan ditagih 2023 (terhadap) APBN kita," kata dia dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, ditulis Sabtu (27/8/2022).
Artinya, jika tak disiapkan sejak saat ini, angka ini masih akan ditagihkan kepada pemerintah kepada APBN 2023. Padahal posisinya tahun depan APBN perlu dijaga di posisi defisit 3 persen supaya menjadi lebih sehat.
Pada posisi ini, Rp 195,6 triliun tambahan subsidi BBM ini memakan lebih dari setengah jumlah alokasi subsidi BBM dari alokaai dalam RUU APBN 2023 sebesar Rp 336,7 triliun. Dengan begitu, akan semakin memberatkan uang negara.
"Kita bisa bayangkan 2023 pasti anggaran subsidi kompensasi menjadi tak mencukupi, akan timbul persoalan sama akan ada snowballing effect," bebernya.
"Inilah situasi dari APBN kita, satu sisi kalau ditanyakan dengan oenerimaan negara nambah Rp 402 triliun pun tambah (beban subsidi) lpj 3 kilo, listrik, BBM itu gak akan mencukupi, seluruh windfall profit dipake semuanya nanti akan habis," tambah Sri Mulyani.
Advertisement