Liputan6.com, Jakarta - Laksamana Sukardi, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali menuangkan buah pemikirannya ke dalam tulisan. Dia menelurkan buku berjudul 'Pancasalah' lima kesalahan yang bisa menyebabkan suatu negara hancur.
Tak seperti karya ilmiah lainnya, Pancasalah tak sampai seratus halaman. Bukan tanpa alasan, Laksamana Sukardi tak mau bertele-tele dalam buku ini. Dia berharap para pemimpin dan calon pemimpin mau membaca buku setebal 79 halaman ini.
"Kenapa buku ini tipis, ini memang intisarinya, jadi bisa dibawa kemana-mana, dibaca dimana-mana, tapi isinya sangat relevan pada saat ini," ujar Laksamana Sukardi mengawali peluncuran buku 'Pancasalah' di kawasan Dharmawangsa Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).
Advertisement
Dia mengaku menulis buku ini lantaran prihatin dengan perkembangan di Indonesia. Menurut dia, di tahun 1970 hingga 1990 silam, Indonesia terbilang lebih maju dibanding negara Asia lainnya seperti Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, dan Hongkong.
Baca Juga
Bahkan, saat itu Indonesia sempat mendapat julukan Macan Asia. Namun di akhir tahun 1990an, Macan Asia malah tertinggal dari negara Asia lainnya.
"Kalau kita lihat tahun 1970, ada banyak negara miskin, tahun 1980 warga Tiongkok masih miskin, bahkan banyak yang ingin menjadi warga negara Indonesia. Tahun 1990an kita enggak jadi Macam Asia, jadi cicak atau buaya, kita tahun 1998 moneter, dan Korsel, Taiwan, Hongkong terbang menjadi negara maju," kata dia.
"Setelah masuk tahun 2000an, Indonesia ditinggal lagi sama Tiongkok, Korsel, Taiwan, sedangkan tetangga kita sudah jauh lebih tinggi, Singapura, Malaysia, Thailand, kita masih tetap berada di kelas menangah," dia menambahkan.
Â
Isi Pancasalah
Menurut dia, yang menyebabkan Indonesia tertinggal dengan negara Asia lainnya lantaran lima kesalahan yang dia sebut dan terangkan dalam buku Pancasalah. Salah pertama yakni salah kaprah.
"Salah pertama yaitu salah kaprah, ini fatal, banyak negara salah kaprah dan menjadi negara gagal. Seperti contohnya ada yang mau mengubah negara Pancasila menjadi negara khilafah, ini salah kaprah, perang saudara terhadap ideologinya," kata dia.
Dia mencontohkan beberapa negara yang perang saudara lantaran salah kaprah mencoba mengubah ideologi negara. "Irak, Suriah, dan celakanya lagi oleh negara adidaya diadu domba. Nah kita jangan sampai 'dijakrikkan' (dijadikan jangkrik) oleh negara adidaya," kata dia.
Salah yang kedua adalah salah lihat. Dia mencontohkan salah liat seperti Pemilu 1997 saat Soeharto kembali terpilih menjadi presiden. Menurut dia, masyarakat salah melihat sosok Soeharto yang akhirnya satu tahun kemudian dilengserkan oleh gerakan reformasi.
"Nah salah lihat ini karena adanya sensor, rekayasa, pada zamam orba, ini menghasilkan stabilitas yang rancu, jadi membuat orang salah persepsi, dan behaviornya salah. Yang sangat menarik dalam zaman modern, salah lihat itu menurut pengamatan saya, zaman sosmed, kita jadi salah lihat karena adanya buzzer, hoaks, yang jelek terlihat jadi baik. Salah lihat ini kayak kasus Sambo, ini semua orang bisa salah lihat ini," kata dia.
Salah ketiga yakni salah asuh. Menurut dua, ketika salag asuh, maka tabiat masyarakat Indonesia sesuai dengan asuhan. Seperti organisasi pemerintah dan politik yang sejak awal diasuh untuk mencari uang.
"Menjadi bupati bayar berapa. Diasuhnya memang gitu, klau enggak nyari duit, ya elu bodoh. Belum lagi diasuh jadi feodal, pemimpin bilang apapun diikuti. Lawan politik dizalimi, di penjara, atau egoisme, dididik, diasuh menjadi egois, kelompok kita lebih baik dari pada kelompok lain. Atau diasuh mencari jalan pintas, menyikut, menendang. Diasuh mendapat gelar banyak, tapi enggak ada ilmunya," ucap dia.
Â
Advertisement
Salah Keempat dan Lima
Salah keempat yakni salah tafsir, dan terakhir salah tata kelola.
"Nah kelima salah tata kelola, ini lebih di mengerti bangsa maju, bangsa barbar enggak kenal good goverment. Kekuasaan di satu tangan juga tidak boleh," kata dia.
Buku Pancasalah ini meski tipis namun mendapat apresiasi dari penulis sekaligus politikus Eros Djarot, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan mantan Kepala BIPI Yudi Latif. Eros Djarot bahkan berterimakasih lantaran Laksamana Sukardi sudah menuangkan buah pemikirannya ini ke dalam buku.
"Terimakasih Laks (Laksamana) karena sudah membuka yang salah, walaupun membukanya kalau kata orang Jawa seperti mengintip saja. Mudah-mudahan nanti dibuku yang kedua kamu buka semua. Nanti kita menulis, kita buka semua, yah," kata Eros.
Senada dengan Eros, buku tipisnya Laksmana Sukardi mendapat apresiasi dari Dahlan Iskan dan Yudi Latif. Menurut Dahlan Iskan , saat dia membaca buku ini, dia langsung paham dengan intisari buku ini.
"Para penulis mendatang, tulislah buku sedikit saja, apa maksudnya, yaitu saja, enggak usah pakai yang lain-lain, ini buku menyenangkan, ringkas, dan saya langsung paham maksudnya setelah membaca. Yang dibahas Pak Laksamana, adalah kenapa gagal menjadi macan besar dari macan kecil, intinya kenapa sih gagal?," ucap Dahlan.
"Ini memanb tipis, tapi membuka kotak pandora pembangunan-pembangunan di Indonesia," kata Yudi Latif.
Â