Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Syahril Japarin meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat membebaskannya dari tuntutan 8 tahun yang diajukan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.
Syahril meminta demikian saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus dugaam korupsi di Perum Perindo senilai Rp121,4 miliar dan USD279 ribu.
Syahril mengaku kecewa atas tuntutan jaksa karena tidak mencerminkan penegakan keadilan dalam perkara yang menjeratnya.
Advertisement
"Setelah mendengarkan dan membaca tuntutan JPU saya menjadi sangat kecewa, karena pada awal persidangan saya yakin akan ditegakkannya nilai, sedih dan miris nilai luhur untuk keadilan dalam proses persidangan ini, ternyata tidak tercermin pada tuntutan JPU," ujar dia di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2022)
Baca Juga
.
Selain itu menurut Syahril Japarin, tuntutan jaksa telah mengabaikan keterangan ahli yang diajukannya sendiri terkait persetujuan menteri atas penggunaan dana medium termin note (MTN).
"Telah terbantahkan dengan adanya Surat Menteri BUMN tanggal 6 Juni 2018, yang substansinya adalah penerbitan dan penggunaan dari MTN sejumlah Rp200 miliar," kata dia.
Syahril juga mempertanyakan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan menggunakan metode penghitungan tunggakan dari mitra.
"Metode penghitungan kerugian negara dilakukan dengan cara menghitung nilai tunggakan tagihan pembayaran Perum Perindo kepada tujuh mitra yang belum dibayarkan, yaitu pada KBT, GPS, PPM, Pramudji Chandra, Renyta Purwaningrum, CV TBT, dan CV TAB," kata dia.
Â
Permintaan Syahril Ditolak
Menurutnya jika menteri BUMN selaku pemegang saham dan wakil pemerintah sudah menyetujui penerbitan dan penggunaannya, maka seharusnya tidak ada lagi alasan untuk menyatakan bahwa MTN diterbitkan tanpa persetujuan dan ada pengalihan penggunaan.
Selama sidang, Syahril juga berusaha meminta salinan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Audit Investigatif BPK 2022 terhadap Perum Perindo yang dijadikan dasar dakwaan dan tuntutan JPU. Namun permintaan itu selalu ditolak.
Sehingga akhirnya dalam persidangan pihaknya hanya meminta konfirmasi dari saksi Ahli BPK yakni Putu Wirya Nagiantha. Dari keterangan Putu diperoleh bahwa basis data yang digunakan ternyata sama persis dengan data laporan hasil pemeriksaan (LHP) Kepatuhan oleh BPK atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi Tahun Buku 2017, 2018 dan 2019 (sampai dengan TW. III) pada Perum Perindo nomor 39/AUDITAMA VII/PDTT/08/2020 tanggal 31 Agustus 2020.
Di mana, metode penghitungan kerugian negara dilakukan dengan cara menghitung nilai tunggakan tagihan pembayaran Perum Perindo kepada tujuh mitra yang belum dibayarkan. Yaitu pada PT Kemilau Bintang Timur, PT Global Prima Sentosa, PPM, Pramudji Chandra, Renyta Purwaningrum, CV TBT, dan CV TAB.
Â
Advertisement
Dituntut 8 Tahun
Dengan demikian, menurut dia, hasil pemeriksaan Ahli Akuntansi Ellya Nurliya atas LHP Audit Kepatuhan BPK 2020 tidak ada tunggakan tagihan Perum Perindo kepada para mitra dalam rentang waktu masa jabatannya, mulai 11 Januari 2016 sampai 11 Desember 2017.
"Dengan demikian tidak terdapat Kerugian Negara dalam masa jabatan saya mulai 11 Januari 2016 sampai dengan 11 Desember 2017," tandas Syahril.
Diberitakan, dalam perkara ini, Syahril Japarin dinilai terbukti bersalah bersama sama dengan Riyanto Utomo PT Global Prima Santosa dan Lalam Sarlam sebagai Direktur PT Kemilau Bintang Timur.
Jaksa menduga, para terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, yaitu merugikan kerugian keuangan negara pada Perum Perindo sebesar Rp 121.481.025.580 dan 279.891.50 dolar Amerika.
Atas perbuatan itu, Syahril Japari dituntut 8 tahun, Riyanto Utomo dan Lalam Syarlam masing masing dituntut 11 dan 12 tahun pidana penjara.