Sukses

HEADLINE: Pasca-Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J, Ada Temuan Penting?

Sebanyak 78 adegan diperagakan tersangka dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. Apakah rekonstruksi itu memunculkan temuan baru atau sesuai dengan narasi yang ada?

Liputan6.com, Jakarta - Dengan pengawalan super ketat dari Brimob, Polri melangsungkan rekonstruksi kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa 30 Agustus 2022.

Empat anggota Brimob bersenjata laras panjang tampak menjaga sekitar area rumah dinas Ferdy Sambo. Sementara di gerbang utama, terlihat pula anggota menjaga agar tidak sembarang orang bisa memasuki area Kompleks Polri tersebut.

Di sisi lain, garis polisi atau police line nampak masih terpasang di sekeliling area rumah Ferdy Sambo, yang menjadi tempat kejadian perkara pembunuhan Brigadir J. Dalam rekontruksi tersebut, ada 78 adegan yang diperagakan para tersangka.

Menurut Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, rekonstruksi yang berlangsung tersebut secara umum telah menggambarkan kejadian yang disampaikan kepolisian. Meski ada sejumlah adegan yang dinilainya masih menimbulkan tanda tanya dalam benak publik.

"Secara umum sudah cukup. Meski ada beberapa yang masih memunculkan tanda tanya, seperti adegan PC tidur dan di depannya ada Brigadir J. Yang tidak tampak ada upaya pelecehan seksual seperti narasi-narasi yang beredar. Atau soal senjata Glock, kapan diberikan FS pada E. Publik tentu tidak tahu detail komunikasi seperti apa yang terjadi saat rekonstruksi tersebut," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (31/8/2022).

Dia mengungkapkan, dirinya tidak melihat adanya perbedaan adegan rekonstruksi dengan informasi yang selama ini beredar. Semua reka ulang yang diperagakan tersangka, terutama terkait dugaan pelecehan seksual masih seperti narasi yang ada.

"Hanya TKPnya saja yang bergantu, bukan di Duren Tiga tetapi di Magelang. Padahal soal pelecehan seksual ini, jelas-jelas sudah disampaikan kepolisian tidak ada. Sementara motif lain seperti dugaaan adanya keterlibatan FS terkait 303 yang akan dibuka (Brigadir) J nyaris tak ada gaungnya lagi, demikian juga saat rekonstruksi," dia menerangkan.

Bambang menegaskan, rekonstruksi yang digelar Polri memiliki dasar hukum yang tercantum dalam Surat Keputusan Kapolri Nopol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, khususnya dalam bagian Buku Petunjuk Pelaksanaan tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana (“Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana”).

"Kalau membaca aturan ini, sepertinya tak ada kewajiban penyidik menghadirkan pengacara korban. Karena rekonstruksi ini ditujukan untuk melihat peran saksi dan tersangka," jelas dia.

Saat rekonstruksi berlangsung, pengacara korban diketahui hadir di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Namun mereka diusir dari lokasi dan tidak boleh mengikuti proses rekonstruksi oleh penyidik Polri. Atas perlakuan yang diterima, mereka akan mengadukan hal tersebut kepada Presiden Jokowi dan juga DPR.

"Protes tersebut tidak memiliki dasar, baik normatif peraturan maupun logika kepentingan rekonstruksi," ujar dia.

"Saya tak melihat apa peran pengacara korban dalam rekonstruksi ini. Pengacara korban tentunya tak bisa memberikan kesaksian," dia mengimbuhkan.

Di sisi lain, lanjut Bambang, dalam rekosntruksi ini kepentingan korban sudah diambil alih oleh negara melalui penyidik kepolisian maupun kejaksaan. Dua institusi negara ini memiliki kepentingan untuk membuka kasus ini seterang benderang mungkin sebagai bentuk kepastian hukum yang diamanatkan negara pada mereka.

"Apa peran pengacara korban di arena rekonstruksi kemarin kalau tetap hadir? Kesaksian pada konstruksi peristiwa juga tidak ada. Kalau soal kesaksian terkait transparansi pengungkapan kasus, juga tidak hanya mereka yang berkepentingan, tetapi publik. Dan itu sudah diwakili lembaga-lembaga eksternal, Kompolnas, Komnas HAM, LPSK maupun kejaksaan sebagai panitera negara. Bahkan melakukan tayangan langsung di televisi itu adalah sebuah kemajuan yang sangat berarti dan layak diapresiasi," ujar dia.

Menurutnya, rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J itu hanya salah satu bagian tehnik pemeriksaan. Tentu tak semua sesuai dengan yang diharapkan karena masing-masing saksi atau tersangka memiliki alibi atau kepentingan subyektif.

"Hanya saja dengan adanya rekonstruksi tersebut bisa dilihat alur peristiwa dari kasus itu," imbuh Bambang.

Dan bagi kepolisian yang profesional dan modern, lanjut dia, tentu lebih mengutamakan bukti-bukti lain daripada pengakuan dari saksi atau tersangka.

 

Pendangan berbeda disampaikan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting. Dia menilai tak ada masalah bila pengacara korban mengikuti rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. Sebab menurutnya, hal ini merupakan bagian dari sikap transparansi, seperti yang diarahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Ini kan kasusnya menjadi kasus yang berbeda karena pada saat Presiden mengatakan memberikan ruang, transparan. Lalu  (mengapa Polri) tidak mengizinkan pengacara korban padahal di situ kan sangat berkepentingan," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (31/8/2022).

Jamin menilai, pada saat autopsi terhadap jenazah Brigadir J, perwakilan pengacara Korban diturutsertakan. Padahal, proses tersebut merupakan hal yang paling prinsipil dalam pengungkapan kasus. Karenanya dia menyayangkan perwakilan pengacara Brigadir J tidak diperkenankan mengikuti proses rekonstruksi tersebut.

"Padahal sebenarnya tidak ada masalah dengan lawyer melihat. Kan dia tidak melakukan kegiatan apa-apa, cuma melihat saja. Nggak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Jadi saya juga sangat menyayangkan, kenapa kok polisi (melarang) lawyer korban hanya untuk melihat (rekonstruksi), itu hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. karena tidak ada hal yang, apa yang ditakutkan oleh kepolisian dengan hadirnya lawyer. Nggak ada," ujar dia.

Jamin mengungkapkan, larangan untuk mengikuti rekonstruksi bisa dilakukan bila dikhawatirkan dapat menghilangkan barang bukti perkara. Namun di lokasi kejadian pembunuhan Brigadir J, kata dia, semua hal yang berkenaan dengan barang bukti sudah diamankan dan juga areanya sudah distrelisasi dengan garis polisi.

"Memang ada beberapa digaris polisi, karena dikhawatirkan ada bukti yang bisa hilang atau rusak. Mengapa tidak dibolehkan, ya dalam rangka itu. Tapi kan semua kita lihat, bukti-buktinya sudah bersih, jadi nggak takut kalau bukti akan hilang, rusak, dan segala macam. Karena sudah bersih. Jadi nggak perlu khawatir seharusnya," ujar dia.

Dia melihat selain sisi positif, ada juga sisi negatif yang bisa terjadi dalam rekonstuksi. Jamin mengungkapkan, dari sis negatif ada kemungkinan keterangan-keterangan ataupun kejadian-kejadian yang sebenarnya lari dari apa yang sudah pernah disampaikan. Karena masing-masing tersangka punya skenario.

"Contohnya Ibu Putri tetap pada pendiriannya menyatakan kalau ada pelecehan terhadap dirinya, sementara polisi sudah menyatakan itu sebagai suatu alibi. Tapi kalau saya lihat kemarin, dengan posisi dia tidur, saya nggak tau sebagai salah satu bentuk keterangannya yang harus diterima atau sebagainya, saya nggak tau, saya liat kok ada adegan seperti itu," ujar dia.

Selain itu, peran dari Bharada E yang hadir di situ tentu juga sangat berbahaya kalau sampai keterangannya berbeda dengan sebelumnya, yang menyatakan ada perintah atasan menghabiskan nyawa Brigadir J dan juga tidak ada saling tembak. Yang terjadi hanya eksekusi penembakan.

"Dan itu yang menjadi kekhawatiran kita kalau sampai terjadi perubahan terhadap keterangan yang selama ini kita dapatkan," ujar Jamin.

Dia menegaskan, dalam rekonstruksi tersebut tidak sertamerta langsung dapat disimpulkan terkait ada tidaknya temuan baru dalam reka ulang kasus pembunuhan Brigadir J. Yang terpenting menurutnya, jika terjadi penyimpangan, akan ada BAP baru karena hakim di pengadilan tidak melihat konstruksinya melainkan dari BAP tersangka.

"Saya kira kita tidak bisa melihat secara mengambil kesimpulan begitu cepat. Jadi kita tunggu saja nanti, apa hasil dari rekonstruksi itu yang disampaikan," ujar dia.

2 dari 4 halaman

Buka Tabir Tindak Pidana

Semantara itu, Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon menilai rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J mulai membuka tabir terjadinya suatu peristiwa tindak pidana.

Josias mengatakan, meski rekonstruksi tersebut mulai menguak fakta baru pembunuhan Brigadir J, namun menurut dia masih ada perbedaan petunjuk dan informasi yang diperoleh dari tiga lokasi rekonstruksi.

"Rekonstruksi kemarin mulai membuka  kejelasan bagaimana sebenarnya peristiwa itu, meski ada perbedaan petunjuk dan informasi yang diperoleh," ujar Josias kepada Liputan6.com, Rabu, (31/8/2022)

Kendati masih ada perbedaan informasi, menurutnya Polri telah transparan saat menggelar rekonstruksi. Transparansi itu menyangkut akses informasi publik, dimana masyarakat bisa melihat proses rekonstruksi secara daring.

"Transparan dalam arti bisa diakses publik secara online dan prosedurnya," kata Josias.

Kini, menurut Josias, masyarakat menunggu Polri untuk mengungkap kebenaran informasi dan meluruskan segala perbedaan petunjuk serta pernyataan para tersangka.

"Publik masih menunggu substansi peristiwa yang memang masing dilandasi berbagai perbedaan petunjuk dan pernyataan para tersangka," ujarnya.

Lebih lanjut Josias menuturkan, rekonstruksi menjadi proses penting dalam pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J. 

Melalui rekonstruksi, diungkap Josias, Polri akan mencocokkan keterangan para tersangka dengan petunjuk atau keterangan lain yang diperoleh di tempat kejadian perkara (TKP) maupun lokasi lainnya yang relevan.

"Untuk memastikan bagaimana tindak pidana dilakukan pelaku (diperagakan) beserta langsung di tempat perkara. Verifikasi keterangan yang diberikan tersangka dengan petunjuk atau keterangan lain yang diperoleh," kata dia.

Sementara itu Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menjelaskan terkait pisau yang dipegang oleh Kuat Ma'ruf (KM) pada saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat, pada Selasa 30 Agustus 2022. Menurut Agus, pisau itu digunakan oleh Kuat Ma'ruf untuk mengancam Brigadir J. 

"Kan sudah banyak beredar info keterangan pacar almarhum J yang menyatakan diancam squad-squad lama," kata Agus saat dihubungi, Rabu (31/8/2022).

"Si Kuat orang lama bawa pisau (mengancam kalau Almarhum J naik ke atas)," sambungnya.

Ia menegaskan, pisau yang dipakai oleh Kuat Ma'ruf tersebut digunakan untuk melakukan pengancaman. Hal ini juga dikuatkan dengan pemeriksaan atau keterangan saksi.

"Seperti itu kan cerita almarhum kepada pacarnya (pengancaman) dikuatkan keterangan saksi," tegasnya.

Sebelumnya, Reka adegan atau rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J ditutup dengan adegan penyerahan dua buah pisau Kuwat Ma'aruf kepada salah satu ajudan eks Irjen Ferdy Sambo, Deden. Pisau tersebut menjadi pertanyaan apakah dugaan Brigadir J benar dianiaya.

Diketahui pisau yang dibawa oleh sopir Ferdy Sambo, Kuat berawal dari peristiwa di Magelang. Tidak hanya sebuah pisau, Kuat juga membawa satu unit Handy Talky (HT) yang digunakan untuk berkomunikasi.

Dari keterangan Dirtipidum Brigjen Andi Rian pisau yang dibawa Kuat ada kaitannya dengan peristiwa yang ada di Magelang.

"Pisau itu barang bukti terkait satu peristiwa di Magelang, begitu," ungkap Andi saat ditemui oleh wartawan usai rekonstruksi di rumah dinas Sambo, Selasa 30 Agustus 2022.

Tetapi, Andi tidak merinci fungsi pisau tersebut digunakan pada saat peristiwa apa. Kendati demikian Brigjen Andi Rian menjelaskan pihaknya bakal kembali memeriksa peristiwa di Magelang. Dia mengatakan bakal menggali keterangan dari lima orang, empat tersangka terkait peristiwa tersebut.

 

3 dari 4 halaman

Tak Ada Adegan Ferdy Sambo Tembak Brigadir J

Rekonstruksi kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J telah digelari tm Khusus Polri pada Selasa 30 Agustus 2022. Reka adegan dimulai sekira pukul 10.00 hingga 17.10 WIB. Rekonstruksi tersebut dilakukan di tiga tempat, yakni di lokasi pertama di sebuah aula menjadi lokasi penggantian peristiwa di Magelang, Jawa Tengah.

Lokasi kedua adalah di rumah pribadi mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling. Adegan itu disebut jadi proses perencanaan Irjen Ferdy Sambo kala itu untuk merancang skema pembunuhan berencana.

Lalu, lokasi ketiga berada di rumah dinas (rumdin), Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga. Di mana lokasi itu diketahui menjadi titik tempat eksekusi penembakan Brigadir J.

Sebanyak 78 adegan diperagakan dalam rekonstruksi tersebut. Lima tersangka juga dihadirkan. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf atau KM, dan Brigadir Ricky Rizal atau Brigadir RR.

Selama proses rekonstruksi ini, hadir tim jaksa penuntut umum, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai pihak pengawas eksternal.

"Rekonstruksi hari ini akan meliputi 78 adegan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di rumah dinas Ferdy Sambo, di Jalan Saguling III, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa 30 Agustus 2022.

Polri pun memulai tahapan demi tahapan untuk merangkai potongan-potongan cerita dari reka adegan pembunuhan Brigadir J. Di reka adegan tersebut juga diperlihatkan masing-masing aktivitas dari para tersangka sebelum kematian Ferdy Sambo.

Di momen tersebut tampak Ferdy Sambo berbincang-bincang santai dengan sang istri Putri Candrawathi. Tampak Ferdy Sambo juga mengelus-elus kepala dari sang istri. Ferdy Sambo tampak menggunakan handy talky (HT) di samping Putri Candrawathi. Terlihat adanya adegan bercakap-cakap di antaranya.

Dalam rekonstruksi tersebut juga ditampilkan adanya reka adegan Brigadir J yang duduk di lantai. Sementara di sampingnya ada istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang dalam posisi tidur di kasur. Situasi tersebut diduga seolah-olah tengah berada dalam sebuah kamar. Setelahnya, dalam adegan 14 tampak Putri Candrawathi tengah melakukan panggilan telepon dalam posisi tidur menggunakan ponsel.

Setelah itu, rekonstruksi kedua dilakukan untuk peristiwa yang memang terjadi di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.

Rekonstruksi di lokasi ketiga atau rumah dinas ini menggambarkan peristiwa 8 Juli 2022, di mana Brigadir J ditembak hingga akhirnya meninggal dunia. Dalam reka adegan, Ferdy Sambo melakukan komunikasi dengan Bharada E di ruang tengah. Kemudian reka adegan berpindah ke kebun atau halaman rumah dinas Ferdy Sambo. Kebun atau halaman ini dekat dengan garasi rumah dinas.

Di ruang tengah sudah berada Bharada E yang siap menghabisi nyawanya atas perintah Ferdy Sambo. Tampak dalam reka adegan Brigadir J ada di ruangan itu. Terlihat, Brigadir J dengan posisi tubuh yang merendah dan tangan memohon meminta agar dirinya tidak ditembak oleh Bharada E yang mengacungkan senjata ke Brigadir J.

Kemudian pada reka ulang selanjutnya, tampak Bharada E digantikan oleh peran pengganti saat menodongkan senjata ke Brigadir J. Dalam posisi itu, terlihat Ferdy Sambo berada di sampingnya dan seperti memberi arahan untuk menembak.

Usai penembakan Bharada E terhadap Brigadir J, Ferdy Sambo tampak mendekati jasad Brigadir J yang terlungkup di samping tangga rumah dinas Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Hal itu diperlihatkan dalam siaran langsung rekonstruksi kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

Hanya saja, tidak tampak jelas apa yang dilakukan Ferdy Sambo terhadap jenazah Brigadir J. Dia kemudian memeragakan adanya pistol di tangannya dan menembaki dinding tangga atas.

Berdasarkan keterangan Mabes Polri, Ferdy Sambo sengaja membuat alibi adanya tembak menembak antara tersangka Bharada E dengan Brigadir J. Adegan itu pun sesuai dengan keterangan yang disampaikan pihak Polri.

Setelah menembaki dinding atas tangga, Ferdy Sambo tampak kembali ke jasad Brigadir J seperti sedang membuat jejak sidik jari almarhum di pistol tersebut. Setelah itu Ferdy Sambo kemudian tampak meninggalkan almarhum.

 

 

4 dari 4 halaman

Pengacara Korban Diusir

Tim penasihat hukum Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat mengaku diusir dari lokasi rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. Mereka pun mempertanyakan sikap Polri atas hal tersebut.

"Jam setengah 10 kami sampai, tiba-tiba kami diusir. Kenapa kami diusir, kami minta alasan hukumnya,' kata Kamaruddin Simanjuntak di lokasi, Selasa (30/8/2022).

Ia menegaskan, pihaknya akan mengadu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, dan Komisi III DPR RI.

"Saya akan berbicara sama Presiden, MenkoPolhukam dan Komisi III. Saya akan bicarakan ini rencana dalam waktu minggu ini," kata Kamaruddin di lokasi.

Kamaruddin menerangkan, ia telah menjalin komunikasi dengan sejumlah pemangku kepentingan. Ia mengaku meneruskan ucapan dari Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi yang melarang penasihat hukum Brigadir J hadir di tengah-tengah kegiatan rekonstruksi.

"Harus boleh lihat untuk transparansi. Kita kan pengacara korban, harusnya boleh lihat apakah itu betul atau tidak. Tapi tadi Dirtipidum pakai acara pokoknya tak boleh lihat, dia gunakan Kombes Pol, mengusir kita," ujar dia.

Kamaruddin mengungkit pernyataan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo terkait transparansi kasus pembunuhan Brigadir J. Katanya, semua pihak akan diundang, termasuk penasihat hukum tersangka dan penasihat korban.

"Tapi faktanya kami sampai saat detik ini tidak dapat surat undangan atau surat panggilan pun. tapi karena kami mendengar pidato Kapolri, maka kami datang. Ternyata memang benar kami sampai di sini tidak boleh lihat," ujar dia.

Terpisah, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi membenarkan melarang penasihat hukum brigadir J hadir dalam rekonstruksi.

"Iya betul," kata dia kepada wartawan.

Andi menyebut, penyidik tidak perlu mengundang penasihat hukum dari korban. Yang wajib hadir dalam proses reka ulang atau rekonstruksi adalah penyidik, JPU, para tersangka dan saksi beserta kuasa hukumnya.

"Rekonstruksi, reka ulang ini untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, dihadiri oleh para tersangka dan saksi beserta kuasa hukumnya. Proses reka ulang diawasi oleh Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK. Jadi tidak ada ketentuan proses reka ulang, rekonstruksi WAJIB menghadirkan korban yang sudah meninggal atau kuasa hukumnya," tandas dia.

Sementara Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J Mahesa, meminta pengacara Brigadir J tidak berlebihan. Kehadiran pengacara di tempat rekonstruksi juga tidak signifikan.

"Jangan berlebihan juga rekonstruksi ada yang disembunyikan atau tidak, pengacara tahu apa sih, kalau diperbolehkan silakan, kalau tidak diperbolehkan, bagi saya juga tidak terlalu signifikan," ujar Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Justru pengacara harusnya mempermasalahkan ketika kasus sudah berada di pengadilan. Kalau ada ketidakwajaran bisa dipermasalahkan proses rekonstruksi tersebut.

"Lihat saja proses peradilannya malah menurut saya kalau ada hal-hal yang tidak wajar pada proses peradilan nanti pengacara bisa mempermasalahkan rekonstruksi itu," ujar Desmond.

Politikus Gerindra ini meminta kasus Ferdy Sambo jangan diributkan dengan urusan yang tidak substansial. Seharusnya fokus bagaimana memperbaiki kinerja institusi kepolisian.