Sukses

Dugaan Cuci Uang di Kasus Bupati nonaktif Banjarnegara, Rekening Legislator Lasmi Indaryani Diblokir KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah memblokir rekening milik anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Lasmi Indaryani.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah memblokir rekening milik anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Lasmi Indaryani. Pemblokiran dilakukan demi berjalannya proses penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

"Benar, diblokir penyidik untuk kebutuhan proses penyidikan perkara dimaksud," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (31/8/2022).

Ali belum bersedia memerinci lebih lanjut kaitan pencucian uang Budhi dengan pemblokiran rekening Lasmi. Namun Ali memastikan pemblokiran dilakukan untuk kepentingan penyidikan.

Sebelumnya, anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Lasmi Indaryani mengaku rekeningnya diblokir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rekening tersebut juga berisi gaji dia di DPR.

Pemblokiran diduga berkaitan dengan pengusutan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat sang ayah, Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono. Meski demikian, Lasmi mengaku tak terima dengan pemblokiran rekeningnya tersebut.

"Rekening saya yang gaji DPR itu diblokir, padahal tidak ada sangkut pautnya dengan urusan ini," ujar Lasmi usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).

Lasmi menyebut dalam rekening itu ada uang tunjangan hasil kerja sebagai anggota DPR. Dia mengaku rekeningnya sudah diblokir lembaga antirasuah hampir satu tahun lamanya.

"(Gaji DPR tetap) masuk ke rekening (yang diblokir), jadi saya enggak ambil," kata Lasmi.

Lasmi mengaku sudah melayangkan protes ke penyidik terkait pemblokiran rekeningnya. Menurut dia, penyidik meminta memberikan bukti yang menjelaskan rekening itu tidak berkaitan dengan kasus ayahnya.

"Mereka (penyidik) meminta surat dari kami bahwa keterangan bahwa itu adalah gaji saya secara anggota DPR, yang tidak ada kaitannya dengan kasus ini," kata Lasmi.

KPK mengembangkan kasus dugaan korupsi Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono. KPK menduga ada tindak pidana lain yang dilakukan Budhi Sarwono.

"Dalam pengusutan penyidikan perkara awal, tim penyidik KPK berdasarkan adanya kecukupan alat bukti kembali menemukan adanya dugaan perbuatan pidana lain yang diduga dilakukan oleh Tersangka BS (Budhi Sarwono) dan lainnya," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).

Ali mengatakan, pidana lain yang diduga melibatkan Budhi yakni terkait proses pengadaan barang dan jasa. Selain itu, Ali menyebut Budhi diduga menerima gratifikasi dan tak melapornya ke KPK selama 30 hari kerja pasca-penerimaan gratifikasi.

"Yaitu dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggara negara yang dengan sengaja baik langsung maupun tidak langsung ikut serta dalam proses pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah Tahun 2019-2021 dan dugaan penerimaan gratifikasi," kata Ali.

 

2 dari 2 halaman

Budhi Sarwono Divonis 8 Tahun Penjara

Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono divonis 8 tahun penjara denda Rp 700 juta subsider 6 bulan kurungan. Budhi dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap terkait proyek di Kabupaten Banjarnegara tahun 2017 hingga 2018.

Tak hanya Budhi, vonis 8 tahun penjara juga ditujukan kepada Kedy Afandi selaku orang kepercayaan Budhi.

"Pidana masing-masing 8 tahun dan denda Rp 700 juta subsider 6 bulan," ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (9/6/2022).

Vonis tersebut dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Sidang dipimpin Hakim Ketua Rochmad dengan Hakim Anggota Rajendra dan Lujianto. Panitera pengganti yakni Endang Hartiningsih.

Ali menyebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang menyatakan Budhi dan Kedy terbukti melanggar Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Namun hakim membebaskan keduanya dari Pasal 12B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat KUHP. Hakim menilai perbuatan gratifikasi keduanya tak terbukti.

Hal-hal yang memberatkan vonis yakni Budhi sebagai kepala daerah tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Budhi juga selaku kepala daerah dengan kewenangan yang dimiliki seharusnya berperan aktif ikut mencegah praktik-praktik korupsi di wilayahnya, Budhi malah terlibat dalam melanggengkan praktik-praktik korupsi.

"Terdakwa I (Budhi) dan Terdakwa II (Kedy) tidak mengakui perbuatannya," kata Ali.

Sementara hal yang meringankan yakni keduanya dianggap sopan selama persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga.

 

Â