Liputan6.com, Jakarta Tim Khusus (Timsus) Polri bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap pembunuhan Brigadir J, hari ini Kamis (1/9/2022) menggelar pertemuan dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Tujuannya pertemuan ini untuk membahas hasil penyelidikan dan rekomendasi tehadap kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Pantauan, satu persatu perwakilan dari Tim Khusus Polri berdatangan ke Gedung Komnas HAM RI, Menteng Jakarta Pusat. Antara lain, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi.
Advertisement
"Ini yang datang ketua timsus jadi pak irwasum kemudian didampingi oleh Kabareskrim kemudian dari Irwasum, Kadiv Provam, Kadiv TIK. Saya sendiri dan Dirtipidum," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo di lokasi, Kamis.
Dedi mengatakan, Komnas HAM akan memberikan beberapa rekomendasi kepada Polri yang menangani kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Nanti kan kami pelajari dulu rekomendasinya. Irwasum sebagai ketua timsus yang nanti akan menyampaikan kita tunggu dulu, kan kita belum tahu hasil rekomendaisnya seperti apa," ungkapnya.
Diketahui Bareskrim Polri telah menetapkan lima tersangka di kasus embunuhan Brigadir J. Mereka adalah, Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E), Bripka Ricky Rizal alias Brigadir RR, Kuat Ma'ruf dan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Â
Temuan Komnas HAM
Komnas HAM sebelumnya telah mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran HAM ditemukan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Dugaan pelanggaran HAM itu berupa hak hidup atau hilangnya nyawa dan hak keadilan.
"Pertama kita ngomong hak hidup, terbunuhnya Brigadir J artinya hak hidup ini hilang," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara saat ditemui wartawan di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 31 Agustus 2022.
Selain hilangnya nyawa dan hak keadilan, Beka menjelaskan adanya obstracion of justice atau upaya penghalangan proses hukum.
Hal itu dapat dilihat dari skenario mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, tersangka, aktor utama pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Pada laporan awal, Ferdy Sambo membuat skenario seolah Brigadir J tewas dalam peristiwa baku tembak.
Tak hanya itu, korban juga dituduh sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
"Bagaimana pun juga kasus ini menghilangkan keadilan. Petinggi kepolisian yang harusnya menjamin keadilan bisa dipenuhi. Kemudian misalnya soal penghilangan alat bukti, kemudian foto, rekaman suara, dan sebagainya ini sedang kami analisa. Itu yang sedang kami diskusikan," imbuh Beka.
Sebelumnya diberitakan, laporan Komnas HAM akan bermuara terhadap dugaan terjadinya obstruction of justice atau penghalang-halangan penyidikan dalam kasus kematian Brigadir J. Hal itu sempat disampaikan Komnas HAM saat rapat bersama Komisi III DPR RI pada pekan kemarin.
"Saya menekankan Obstruction of Justice itu karena ketika kita mendapat banyak data, banyak keterangan khususnya data digital itu yang paling kentara banget adalah rekam jejak digital, tidak hanya hapenya (ponsel) yang hilang tapi percakapan jejak digitalnya juga engga ada," kata Anam saat rapat dengar pendapat umum bersama Komisi III di DPR RI, Senayan Jakarta, Senin 22 Agustus 2022.
Advertisement
Ferdy Sambo Tembak Brigadir J Masih Jadi Misteri
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengatakan, peristiwa Ferdy Sambo yang diduga menembak Brigadir J masih menjadi misteri karena adanya perbedaan pendapat antara para tersangka. Perbedaan keterangan itu terjadi antara Ferdy Sambo dengan Bharada E terkait dugaan penembakan kepada Brigadir J.
"Masalah dia (Ferdy Sambo) menembak atau tidak. Makanya saya katakan tadi, masing-masing punya pendapat punya keterangan," kata Andi kepada wartawan dikutip Rabu 31 Agustus 2022.
Menurut Andi, selama proses pemantauan rekonstruksi yang disiarkan langsung, terdapat dua kali gerakan dalam peristiwa penembakan terhadap Brigadir J yang terjadi di rumah dinas (Rumdin), Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pertama, terkait Bharada E yang langsung memerankan proses penembakan terhadap Brigadir J yang hanya sendiri melakukan reka adegan. Dalam tayangan itu hanya terlihat, Brigadir J yang sempat memohon ampun lantas ditembak Bharada E.
Namun ketika timah panas telah dihempaskan Bharada E, tayangan langsung terpotong dan berganti ke situasi di luar rumah. Tidak jelas apa yang terjadi hingga tayangan tersebut beralih sudut kamera.
Sementara, dalam tayangan selanjutnya langsung menampilkan reka adegan kedua yang diperankan Ferdy Sambo dengan peran pengganti Bharada E dari personel polisi. Terlihat, jika mantan Kadiv Propam itu memerintahkan ajudannya untuk menembak Brigadir J.
Bharada E kemudian mengacungkan senjata ke Brigadir J yang sudah menunduk dan memohon kepada Irjen Sambo untuk tidak menghabisinya. Permohonan Brigadir J tak dihiraukan Sambo.
Ia memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J. Brigadir J pun akhirnya tersungkur di depan tangga.Dalam tayangan tersebut terlihat, Irjen Ferdy Sambo kemudian mengambil senjata Brigadir J dan menembakkan ke dinding arah tangga. Hal ini dilakukan untuk alibi polisi tembak polisi di rumah dinasnya.
Namun saat Sambo ambil senjata, tak terlihat apakah Sambo ikut menembak kepala Brigadir J dari jarak dekat atau tidak. Hal inilah yang belum menjawab soal dugaan apakah Sambo juga ikut menembak Brigadir J.
Atas perbedaan reka adegan dan keterangan apakah Ferdy Sambo menembak tubuh Brigadir J, Andi Rian menyerahkan itu semua untuk dibuka dan uji di pengadilan.