Sukses

HEADLINE: Kontroversi Penangguhan Penahanan Putri Candrawathi, Cederai Rasa Keadilan?

Usai menjalani pemeriksaan selama 12 jam. Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi mendapatkan penangguhan penahanan karena alasan kesehatan dan kemanusiaan. Mengapa demikian?

Liputan6.com, Jakarta Berselang sehari dengan pelaksanaan rekonstruksi kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri kembali melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka Putri Candrawathi.

Istri mantan Kadiv Propam tersebut menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat dan telah dicecar sebanyak 23 pertanyaan oleh penyidik dengan mengkonfrontir tersangka lain kecuali Ferdy Sambo.

Usai diperiksa, tersangka Putri Candrawathi tidak langsung ditahan dan hanya dikenai wajib lapor dua kali dalam seminggu. hal ini dikarenakan Putri Candrawathi telah mengajukan pemohonan penangguhan penahanan sesuai dengan Pasal 31 ayat 1 KUHP dengan alasan kemanusiaan dan mempunyai anak yang masih kecil atau balita.

Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengungkapkan pertimbangan Tim Khusus (Timsus) Polri tak menjebloskan Putri Candrawathi ke ruang tahanan. Kata dia, pertimbangannya adalah alasan kesehatan dan kemanusiaan.

"Penyidik masih mempertimbangkan pertama alasan kesehatan, yang kedua kemanusiaan, yang ketiga masih memiliki balita," kata Agung di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Lebih lanjut, Agung turut menjelaskan mengenai alasan kemanusiaan yang dimaksud. Kata dia, Ferdy Sambo telah ditahan untuk mempertangung jawabkan perbuatannya di kasus pembunuhan Brigadir J. "Ya kondisi bapaknya kan juga sudah ditahan," ujar dia.

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Mudzakir, menilai bahwa penangguhan penahanan yang dilakukan Polri terhadap tersangka Putri Candrawathi adalah bentuk perlakukan yang tidak adil. Menurutnya Putri Candrawathi seharusnya ditahan terlebih dahulu setelahnya baru dapat mengajukan penanangguhan.

"Seharusnya ditahan dulu baru nanti ada permohonan penangguhan. Kalau belum ditahan sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan ya menurut saya nggak adil lah itu" Kata dia kepada Liputan6.com. Kamis, (1/8/2022)

Mudzakir menerangkan bahwa meskipun alasan penangguhan penahanannya berkaitan dengan soal kemanusiaan, baginya hal tersebut tetap dirasa tidak adil dan tidak dapat dijadikan dasar dari penangguhan penahanan.

"Kalau bilangnya ada alasan kemanusiaan. yang lain juga sama kemanusiaan. Bayangkan ibu yang menjadi anggota DPR yang ditahan, ia memiliki anak dan suaminya sudah tidak ada, tapi tetap ditahan," Ujar dia.

Lebih lanjut, Mudzakir menyinggung soal keterlibatan Putri Candrawathi dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Menurutnya, peran istri Ferdy Sambo tersebut sudah jelas dan terbilang memiliki peran penting dalam pembuhuhan berencana terhadap Brigadir J. Maka, sudah seharusnya dapat dilakukan penahanan.

"Dari sisi rekayasa yang menggunakan animasi sudah jelas memperlihatkan keterlibatannya (Putri Candrawathi) yang juga punya peran penting dalam pembuhuhan berencana. Tapi kok tiba-tiba dia tidak ditahan," Kata dia.

Mudzakir menegaskan bahwa dalam prinsip hukum, semua orang seharusnya mendapatkan perlakukan yang sama, tidak ada yang harus  mendapat keistimewaan di mata hukum. Apalagi, yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu dan dalam hal ini tersangka Putri Candrawathi.

"Dengan prinsip yang sama di depan hukum, seharusnya dia (Putri Candrawathi) dapat ditahan. Jangan sampai diperlakukan dalam tanda petik istimewa-lah. Harus sama dengan yg lain. Itu hanya menguntungkan dia," Jelas Mudzakir.

 

Sementara itu, Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menilai bahwa alasan pertimbangan kemanusiaan dan mempunyai balita seharusnya tidak bisa dijadikan kendala bagi Polri untuk melakukan penangguhan penahanan tersangka Putri Candrawathi. Justru Polri sudah seharusnya menyediakan ruang yang dapat menampung tersangka perempuan atau seorang ibu yang memiliki balita.

"Kasus PC (Putri Candrawthi) seharusnya dapat dijadikan pelajaran bagi Polri untuk dapat membenahi rutan yang dapat menampung perempuan dan anak, sehingga tidak ada kendala bagi otoritas kepolisian dengan menjadikan anak sebagai alasan untuk tidak melakukan penahanan terhadap PC," Kata dia kepada Liputan6.com Kamis, (1/8/2022).

Kendati demikian, Reza mengatakan bahwa sebenarnya ruang tahanan atau rutan adalah bukan tempat yang ideal bagi tumbuh kembang anak. Namun, menurutnya hal tersebut masih lebih baik dari pada harus mengalihkan pengasuhan anak kepada orang lain atau kepada keluarga besarnya.

"Umumnya ruang tahanan atau rutan adalah tempat yang tidak ideal untuk membesarkan anak. Namun, banyak studi yang mendorong bahwa seorang perempuan atau ibu lebih baik di asuh sendiri di rutan dari pada harus diasuh oleh keluarga besarnya". Ujar dia

Lebih lanjut, Reza menerangkan bahwa perlakuan terhadap Putri Candrawathi ini adalah pertaruhan Polri untuk menegakkan keadilan di Masyarakat. Publik pasti akan menilai perlakuan Polri terhadap PC dengan membandingkan kasus PC dengan kasus perempuan-perempuan lainnya.

"Hal yang dinilai masyarakat dalam kasus ini adalah terkait Equity. jika Equity Polri terhadap PC ini terkesan ada perbedaan, publik pastinya akan membandingkan kasus PC dengan kasus perempuan yang lain. Jika demikian, Equity-nya akan menunjukkan kepada hal yang negatif,"

2 dari 3 halaman

Dilematisme Polri: Antara Keadilan dan Kemanusiaan

Di samping itu, Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon mengungkapkan bahwa penangguhan penahanan yang dilakukan Polri terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dapat menciptakan dilematisme tersendiri bagi institusi. Terlebih hal ini berkaitan dengan persoalan kemanusiaan.

"Alasan penyidik tentu harus dihormati karena ada alasannya meski sudah tersangka. Memang dilematis, tapi mungkin saja ini strategi untuk mendapatkan petunjuk dan keterangan lebih dalam mengingat PC kunci utama saat ini, sebelumnya terkendala alasan psikologis dan pernyataan yg tidak konsisten," Kata dia kepada Liputan6.com Kamis (1/8/2022)

Lebih lanjut, Josias menanggapi perihal keramaian publik yang membandingkan kontroversi penangguhan penahanan PC dengan kasus Angelina Sondakh. Menurutnya, dua kasus tersebut sepintas memang memiliki kesamaan. Namun, keduanya memiliki substansi yang berbeda.

"Soal perbandingan dengan Angelina, Sepintas terlihat sama tapi substansinya berbeda. Tidak apple to apple perbadingannya. Sebab peran publik melalui medsos saat ini sangat besar, apalagi untuk membongkar kasus saat ini," Ujar dia.

Josias menilai bahwa penangguhan penahanan Putri Candrawathi dirasa belum bisa disebut dapat menciderai rasa keadilan, khususnya bagi keluarga Almarhum Nofriansyah Yohsua Hutabarat. Menurutnya, masih terlalu dini untuk menilai hal ini khususnya yang berkaitan dengan penegakkan rasa keadilan di ranah publik.

"Terkait menciderai rasa keadilan bagi keluarga korban karena tidak ditahannya PC, menurut saya masih terlalu dini untuk dilihat karena kasus ini masih berproses hingga vonis dan dari situ baru bisa ya menjadi tolak ukur apakah hukuman diberikan cukup memenuhi rasa keadilan atau tidak," Kata dia.

Di sisi lain, Pakar Kriminologi dan Kepolisian dari Universitas Indonesia dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menyatakan bahwa yang pasti tersangka Putri Candrawathi akan tetap ditahan. Mungkin Polri hanya ingin memberi waktu kepadanya untuk dapat berkumpul terlebih dahulu dengan anak-anaknya sebelum ia ditahan.

"Putri ini kan pada akhirnya dibui juga. Setelah penyerahan tahap 2 dilakukan, jaksa kemungkinan besar akan menahan Putri. Paling lama 2 minggu lagi. Jadi, mungkin Polri mau memberi kesempatan kepada anak-anaknya berkumpul lebih lama dengan ibunya yang terancam hukuman mati," Kata dia kepada Liputan6.com Kamis (1/8/2022)

Sementara itu, pandangan berbeda disampaikan oleh Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto. Menurutnya, penangguhan penahanan Putri Candrawathi telah mengganggu rasa keadilan publik yang saat ini sedang menunggu babak akhir dari kasus kematian Brigadir J.

"Terkait dengan penangguhan penahanan PC memang mengusik rasa keadilan kita. Mengingat seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman lebih dari 5 tahun harus dilakukan penahanan. Ancaman hukuman untuk PC maksimal adalah mati. Artinya sudah memenuhi syarat untuk ditahan," Kata dia kepada Liputan6.com Kamis (1/8/2022)

 

Bambang menegaskan bahwa alasan penangguhan penahanan Putri Candrawathi dan tidak akan melarikan diri dari jerat hukuman mati sangat terkesan subyektif dan menjadi alasan yang sangat bias.

"Sementara pertimbangan subyektif terkait tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dll itu masuk dalam diskresi penyidik, yg notabene-nya sebagian adalah kolega atau anak buah FS," Ujar dia.

"Alasan kemanusiaan itu salah satu alasan subyektif penyidik yang sangat bias. Karena faktanya alasan kemanusian untuk PC bisa jadi tak berlaku pada manusia lain," Kata dia.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan dirinya tidak berharap banyak terkait penegakkan keadilan yang dilakukan Polri. Khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan harapan publik terkait kasus Putri Candrawathi ini.

"Makanya sulit berharap untuk polisi bertindak adil seperti harapan publik dalam kasus PC ini," Jelas Bambang.

Senada, kuasa hukum keluarga Almarhum Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J Kamarudin Simanjuntak menilai penangguhan penahanan tersangka Putri Candrawathi telah mengusik rasa keadilan publik, khususnya bagi pihak keluarga Brigadir J.

"Pencuri sendal jepit saja ditahan, masa pembunuh berencana dimanjakan?," Kata dia kepada Liputan6.com Kamis (1/8/2022)

Lebih lanjut, Kamarudin menegaskan bahwa dengan alasan apapun penangguhan penahanan yang dilakukan Polri terhadap tersangka Putri Candrawathi tidak bisa dikatakan wajar.

"Semua pelaku kejahatan hukum adalah manusia," Jelas dia.

3 dari 3 halaman

Putri Candrawathi Diperiksa Selama 12 Jam

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri selesai memeriksa Putri Candrawathi, pada Rabu 31 Agustus 2022. Pemeriksaan ini terkait dengan tewasnya Brigadir J alias Nofryansyah Yoshua Hutabarat.

Pengacara Keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis mengatakan, istri eks Kadiv Propam Polri ini telah dicecar sebanyak 23 pertanyaan oleh penyidik dengan mengkonfrontir tersangka lain kecuali suaminya Ferdy Sambo.

"Ada 23 pertanyaan, pertanyaan itu konfrontir terhadap seluruh tersangka, materi penyidikan silakan tanya ke penyidik, intinya seperti itu," kata Arman di Bareskrim Polri, Rabu, 31 Agustus 2022 malam.

Usai diperiksa, Putri Candrawathi tidak langsung ditahan karena telah mengajukan penangguhan penahanan.

"Kami sudah mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan karena alasan-alasan sesuai Pasal 31 ayat 1 KUHAP itu kita boleh mengajukan permohonan itu dan kita mengajukan karena alasan kemanusiaan," ujarnya.

"Ibu Putri masih mempunyai anak kecil dan Ibu Putri masih dalam kondisi tidak stabil, sehingga kami mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan terhadap Ibu Putri tetapi diberikan wajib lapor dua kali seminggu," sambungnya.

Arman memastikan, kliennya itu tidak akan melarikan diri meski sudah ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi, Putri sudah dilakukan pencekalan.

"Jadi mohon pengertian teman-teman semua bahwa ini sesuai dengan aturan yang ada. Dan juga Ibu Putri sudah dicekal, jadi enggak mungkin ke mana-mana. Kami menjamin juga sebagai tim penasihat hukum kami menjamin Ibu Putri akan kooperatif setiap ada pemanggilan untuk pemeriksaan sampai dengan tahap persidangan," tegasnya.

Diketahui, polisi telah menetapkan lima orang tersangka atas kasus tewasnya Brigadir Yoshua. Mereka diketahui Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal alias Brigadir RR, Bharada E alias Richard Eliezer, Kuwat Maruf, serta Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.

Sebanyak empat tersangka telah ditahan oleh penyidik Bareskrim Polri di lokasi yang berbeda-beda. Namun penahanan tidak dilakukan ke Putri Candrawathi. Hal ini karena Putri Candrawathi masih memiliki balita. Lima tersangka tersebut juga dihadirkan dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J pada Selasa 30 Agustus 2022.

Tim Khusus Polri pada Selasa 30 Agustus 2022, menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Reka adegan dimulai sekira pukul 10.00 hingga 17.10 WIB. Rekonstruksi tersebut dilakukan di tiga tempat, yakni di lokasi pertama di sebuah aula menjadi lokasi penggantian peristiwa di Magelang, Jawa Tengah.

Lokasi kedua adalah di rumah pribadi mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling. Adegan itu disebut jadi proses perencanaan Irjen Ferdy Sambo kala itu untuk merancang skema pembunuhan berencana.

Lalu, lokasi ketiga berada di rumah dinas (rumdin), Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga. Di mana lokasi itu diketahui menjadi titik tempat eksekusi penembakan Brigadir J.

Namun hingga rekonstruksi pembunuhan Brigadir J usai. Reka adegan tidak memperlihatkan adanya dugaan pelecehan seksual Brigadir J ke istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Sebab sampai saat ini Putri Candrawathi bersikukuh jika Brigadir J telah melakukan dugaan pelecehan terhadapnya.

Termasuk juga Ferdy Sambo yang menyebut menembak Brigadir J karena kesal yang tidak bisa terbendung. Menurut Sambo, Brigadir J telah melukai harkat dan martabat keluarganya tersebut.

Putri Candrawathi Dihadirkan dalam Rekonstruksi

Lima tersangka dihadirkan dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J, diantaranya Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuwat Maruf atau KM, dan Brigadir RR Ricky Rizal atau Brigadir RR.

Selama proses rekonstruksi ini, hadir tim jaksa penuntut umum, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai pihak pengawas eksternal.

Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan, rekontruksi dilangsungkan pada pukul 10.00 WIB. Beberapa pihak dari eksternal Polri seperti Komnas HAM dan Kompolnas turut mengawasi jalannya rekonstruksi.

Polri menyatakan, rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J digelar di tiga tempat. Totalnya, ada 78 adegan reka ulang yang akan dilakukan.

"Rekonstruksi hari ini akan meliputi 78 adegan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di rumah dinas Ferdy Sambo, di Jalan Saguling III, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa 30 Agustus 2022.

Polri pun memulai tahapan demi tahapan untuk merangkai potongan-potongan cerita dari reka adegan pembunuhan Brigadir J. Di reka adegan tersebut juga diperlihatkan masing-masing aktivitas dari para tersangka sebelum kematian Ferdy Sambo.