Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadi salah satu pihak eksternal yang mengikuti proses rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang digelar di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Usai mengikuti rekonstruksi, Komnas HAM pun mengungkap sejumlah barang bukti yang dihilangkan oleh para pelaku obstruction of justice untuk mengkaburkan fakta tewasnya Brigadir J.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam, salah satu barang bukti tersebut adalah handphone atau posel (telepon seluler).
"Adanya upaya penghilangan barbuk handphone oleh kepolisian, jadi handphone diganti dihilangkan," ujar dia di Gedung Komnas HAM, Kamis 1 September 2022.
Kemudian menurut Anam, percakapan di sebuah grup WhatsApp juga dihapus. Namun, dirinya tak merinci grup WhatsApp yang dimaksud. Anam hanya menyampaikan, ada beberapa komunikasi terputus. Terkahir, pada 10 Juli 2022.
"10 Juli 2022 malam, atau 11 Juli 2022 dini hari itu baru muncul. Sementara 10 Juli ke bawah itu gak terekam jejak digital karena dihapus," papar Anam.
Lalu, Anam menerangkan, membuat narasi yang tidak sesuai dengan peristiwa di Kompleks Polri RT 5/RW 1, Duren Tiga Jakarta Selatan.
Adapun, seolah-olah dilatarbelakangi tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senpi ke Putri Chandrawathi serta menembak Bharada E.
"Ini narasi awal yang dimunculkan," kata Anam.
Sebelumnya, pada Kamis 1 September 2022, Polri telah menetapkan tujuh polisi sebagai tersangka obstruction of justice kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Salah satunya Ferdy Sambo selaku mantan Kadiv Porpam Polri.
Berikut sederet hal yang disampaikan Komnas HAM terkait obstruction of justice kasus pembunuhan berencana Brigadir J dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Sebut Ada Barbuk Handphone Dihilangkan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah barang bukti yang dihilangkan oleh para pelaku obstruction of justice untuk mengkaburkan fakta tewasnya Brigadir J.
Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam menerangkan, salah satunya ponsel.
"Adanya upaya penghilangan barbuk handphone oleh kepolisian, jadi handphone diganti dihilangkan," ujar dia di Gedung Komnas HAM, Kamis 1 September 2022.
Anam menerangkan, percakapan di sebuah grup WhatsApp juga dihapus. Namun, Anam tak merinci grup WhatsApp yang dimaksud. Anam hanya menyampaikan, ada beberapa komunikasi terputus. Terkahir, pada 10 Juli 2022.
"10 Juli 2022 malam, atau 11 Juli 2022 dini hari itu baru muncul. Sementara 10 Juli ke bawah itu gak terekam jejak digital karena dihapus," ujar dia.
Â
Advertisement
2. Foto KTP dan CCTV Juga Dihilangkan
Anam juga menyebut beberapa foto TKP dihilangkan. Komnas HAM berhasil menemukan foto pada 8 Juli 2022 itu di recycle bin atau tempat sampah.
"Di mekanisme tersebut, jadi sudah dihapus. Kita tahu bagaimana foto di saat setelah peristiwa, di tanggal yg sama kurang dari satu jam," ucap dia.
Selanjutnya, kata Anam, pengrusakan, pengambilan, dan atau penghilangan CCTV dan atau decoder di TKP atau sekitarnya yang membuat peristiwa tidak utuh setelah kejadian.
"Jadi decoder atau CCTV dan sebagainya itu juga dihilangkan. Kalau ini mau terbuka mau membuat terang peristiwa harus semua video yang ada dikonstruksikan sesuai konstruksi peristiwa, tapi ini dipilih dengan tidak sesuai apa yang terjadi," terang dia.
Terakhir, Anam menerangkan ada perintah untuk membersihkan TKP. "Ini juga ada misalnya darah bersihkan ini dibersihkan dan dikonsolidasikan," sambung Anam.
Â
3. Beberkan Cara Ferdy Sambo Cs Halangi Penyelidikan dan Kaburkan Fakta
Anam lalu menjelaskan, pihak-pihak yang terlibat dalam obstruction of justice merancang skenario guna mengaburkan fakta kasus tewasnya Brigadir J.
Anam menerangkan, membuat narasi yang tidak sesuai dengan peristiwa di Kompleks Polri RT 5/RW 1, Duren Tiga Jakarta Selatan.
Adapun, seolah-olah dilatarbelakangi tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senpi ke Putri Chandrawathi serta menembak Bharada E.
"Ini narasi awal yang dimunculkan," kata Anam.
Dalam hal ini, dibuat dua laporan ke Polres Jaksel atas dugaan percobaan pembunuhan ke Bharada E dan dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi.
"Ini yang persisnya di Duren Tiga," ujar dia.
Bahkan, lanjut Anam mereka membuat video guna menyesuaikan dengan skenario.
"Jadi video yang beredar dalam konstruksi peristiwa itu tidak lengkap. itu disesuaikan dengan skenario yang dibuat," ujar dia.
Tak hanya itu, mereka mengkonsolidasi saksi. Dalam konteks, ada satu menyeragamkan kesaksian para saksi baik mengenai latar belakang peristiwa, TKP, dan alibi Ferdy Sambo S di TKP.
Selain itu, menginstruksikan saksi ADC untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan penggunaan senjata. Mereka turut menghapuskan atau menghilangkan sesuatu yang merugikan.
"Jadi ini kesaksian-kesaksian khususnya di awal yang diberikan itu memiliki karakter dan bentuk keseragaman karena ada konsolidasi saksi," papar Anam.
Â
Advertisement
4. Sebut Ubah Lokasi TKP
Di sisi lain, juga mengkonsolidasi TKP, mengubah lokasi TKP, mengubah lokasi terjadinya dugaan pelecehan seksual.
"Jadi seharusnya ini terjadi d Magelang tapi ditaruh di Duren Tiga, rumdin (rumah dinas). Ini bagian mengkonsolidasi TKP," ujar dia,
Di samping itu, adanya pengrusakan atau pengambilan dan atau penghilangan CCTV atau decoder di TKP dan di sekitar TKP.
"Jadi ini untuk mengkonsolidasikan TKP. Makanya CCTV yang berada, yang paling aktual di depan rumah yang di sekuriti baru ditemukan karena memang itu sengaja untuk mengkonsolidasi TKP," ujar dia.
Anam menerangkan, Komnas HAM menemukan adanya tindakan dalam penindakan TKP yang tidak sesuai prosedur.
"Jadi kita memiliki sejumlah bukti salah satunya berupa foto yang memang dlm penanganan TKP itu tidak sesuai prosedur, orang yang tidak punya kewenangan masuk dalam TKP," ujar dia.
Anam mengatakan, pihaknya bahkan menemukan orang-orang yang tidak memiliki otoritas memasuki TKP.
Jadi sebenarnya TKP itu tidak boleh dimasuki orang-orang yang tidak punya otoritas tapi malah di situ dibiarkan," ujar dia.
Terakhir, ada upaya mengkonsolidasi wilayah rumah dinas Kadiv Propam Polri dari kehadiran media.
"Ini di awal kami indikasi kan sebagai bentuk konsolidasi TKP," jelas Anam.