Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi telah mengembalikan berkas lima tersangka kasus pembunuhan Brigadir J ke pihak penyidik Polri, termasuk berkas Ferdy Sambo. Lima berkas tersebut diserahkan kepolisian lantaran belum lengkap.
"Lima berkas perkara yang sudah dilimpahkan ke JPU dan kelima-limanya sudah mendapat P19. Artinya bahwa fokus dari penyidik segera menuntaskan berkas berpakara yang dikembalikan JPU dengan berbagai catatan dan juga petunjuk dari JPU," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Dedi memastikan, berkas tersebut akan difokuskan oleh penyidik Polri untuk dapat disempurnakan. Tentunya, Polri melakukan komunikasi intens dengan Kejaksaan agar berkas tersebut bisa segera dirampungkan.
Advertisement
"Harapan kita dari komunikasi intens itu semoga bisa segera P21. Kalau sudah P21 maka akan ada pelimpahan tahap kedua yaitu barang bukti dan tersangka," jelas Dedi.
Diketahui, lima berkas perkara yang dikembalikan adalah milik Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), Kuwat Ma'ruf atau KM dan Putri Candrawathi (PC).
Mereka diduga terlibat langsung dalam skema pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Yoshua Hutabarat di Rumah Dinas Irjen FS, Kompleks Polri Duren Tiga Jakarta pada 8 Juli 2022.
Identitas Penembak Pertama
Peristiwa mantan Kadiv Propam, Irjen Pol Ferdy Sambo menembak Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J saat di rumah dinasnya Kompleks Perumahan Polri, di Duren Tiga, Jakarta Selatan masih menjadi misteri.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengatakan, peristiwa Ferdy Sambo yang diduga pertama menembak Brigadir J masih menjadi misteri karena adanya perbedaan pendapat antara para tersangka. Perbedaan keterangan itu terjadi antara Ferdy Sambo dengan Bharada E terkait dugaan penembakan kepada Brigadir J.
"Masalah dia (Ferdy Sambo) menembak atau tidak. Makanya saya katakan tadi, masing-masing punya pendapat punya keterangan," kata Andi kepada wartawan dikutip Rabu (31/8/2022).
Menurut Andi, selama proses pemantauan rekonstruksi yang disiarkan langsung, terdapat dua kali gerakan dalam peristiwa penembakan terhadap Brigadir J yang terjadi di rumah dinas (Rumdin), Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pertama, terkait Bharada E yang langsung memerankan proses penembakan terhadap Brigadir J yang hanya sendiri melakukan reka adegan. Dalam tayangan itu hanya terlihat, Brigadir J yang sempat memohon ampun lantas ditembak Bharada E.
Namun ketika timah panas telah dihempaskan Bharada E, tayangan langsung langsung terpotong dan berganti ke situasi di luar rumah. Tidak jelas apa yang terjadi hingga tayangan tersebut beralih sudut kamera.
Â
Advertisement
Uji di Pengadilan
Sementara, dalam tayangan selanjutnya langsung menampilkan reka adegan kedua yang diperankan Ferdy Sambo dengan peran pengganti Bharada E dari personel polisi. Terlihat, jika mantan Kadiv Propam itu memerintahkan ajudannya untuk menembak Brigadir J.
Bharada E kemudian mengacungkan senjata ke Brigadir J yang sudah menunduk dan memohon kepada Irjen Sambo untuk tidak menghabisinya.Permohonan Brigadir J tak dihiraukan Sambo.
Ia memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J. Brigadir J pun akhirnya tersungkur di depan tangga.
Dalam tayangan tersebut terlihat, Ferdy Sambo kemudian mengambil senjata Brigadir J dan menembakkan ke dinding arah tangga. Hal ini dilakukan untuk alibi polisi tembak polisi di rumah dinasnya.
Namun saat Sambo ambil senjata, tak terlihat apakah Sambo ikut menembak kepala Brigadir J dari jarak dekat atau tidak. Hal inilah yang belum menjawab soal dugaan apakah Sambo juga ikut menembak Brigadir J.
Atas perbedaan reka adegan dan keterangan apakah Ferdy Sambo menembak tubuh Brigadir J, Andi Rian menyerahkan itu semua untuk dibuka dan uji di pengadilan
"Nanti akan kita uji di pengadilan," ujarnya.
Layak Dihukum Mati?
Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengangkat jajak pendapat tentang seberapa pantaskah Ferdy Sambo dihukum mati. Hasilnya, 50,3 persen responden atau hampir separuh dari total suara menyatakan bahwa mantan kadiv Propam Polri itu pantas dijatuhi hukuman berat tersebut.
"Sebanyak 50,3 persen responden memilih hukuman mati sebagai ganjaran paling pantas untuk FS. Kemudian 36,8 persen responden menyatakan FS pantas dipenjara seumur hidup, dan hanya 5,0 persen responden yang mengatakan FS pantas dipenjara selama 20 tahun," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat jumpa pers daring, Rabu (31/8/2022).
"Sisanya, sebanyak 1,2 persen responden mengatakan hukuman lain dan 6,7 persen responden mengaku tidak tahu atau tidak menjawab," sambungnya.Â
Kepantasan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, menurut survei LSI didukung dengan tingkat kepercayaan responden yang mengaku sangat yakin bahwa suami Putri Candrawathi itu terlibat langsung atau turut melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Sebanyak 79,0 persen responden mengatakan cukup/sangat percaya akan hal tersebut. Sisanya, 8,2 persen responden mengaku tidak/kurang percaya dan 12,8 persen responden menjawab tidak tahu/tidak menjawab," urai Djayadi dalam survei yang dilakukan LSI pada 13-21 Agustus 2022 ini.
Advertisement