Liputan6.com, Jakarta - Presiden Ke-5 Indonesia, Megawati Soekarnoputri belum lama ini seolah tengah menjalin kedekatan khusus dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo.
Baik KSAL maupun KSAU, keduanya tercatat pernah melibatkan Megawati dalam kegiatan yang diselenggarakannya. Tak ayal hal ini membuat isu tentang kedekatan di antara dua Pimpinan Matra dengan Ketua PDIP tersebut seolah memiliki makna simbolis.
Baca Juga
Dalam kegiatan KSAL misalnya, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono mengundang Megawati untuk menjadi pembicara kunci Napak Tilas Ratu Kalinyamat Pahlawan Maritim Nusantara yang digelar di Jakarta pada Kamis 11 Agustus 2022.
Advertisement
Pada kesempatan itu pula, KSAL Laksamana Yudo tak lupa untuk mengajak Megawati dan peserta menuju KRI Dewa Ruci yang bersandar di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Menanggapi hal itu, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai bahwa terkait penyelenggaraan kegiatan TNI yang melibatkan Ketua Partai Politik seperti Megawati adalah sebagai suatu hal yang wajar. Terlebih, PDIP adalah parpol pemenang Pemilu 2019 silam.
"Secara sepintas tidak ada yang salah apabila pimpinan matra angkatan bersenjata mengundang ketua umum parpol tertentu di Indonesia. Apalagi, parpol tersebut merupakan partai pemenang pemilu," Kata dia kepada Liputan6.com Jumat (2/8/2022)
Anton berpandangan adanya kesan kedekatan yang terjadi antara Megawati dengan KSAL dan KSAU adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Mengingat, signifikasi politik Megawati sendiri terbilang penting.
"Kesan bahwa ada upaya pendekatan yang dilakukan kepada Megawati memang tidak bisa dihindarkan. Sebab, Megawati memegang posisi penting dalam politik nasional. Apalagi, Presiden Joko Widodo juga merupakan bagian dari PDI Perjuangan dan kerap melakukan pertemuan dengan Megawati," Ujar dia.
Secara normatif, Anton menilai pimpinan matra memang memiliki peluang besar untuk menjabat Panglima TNI, khususnya KSAL. Menurutnya, satuan angkatan laut TNI adalah satu-satunya matra yang belum pernah menduduki jabatan Panglima sejak masa kepemimpinan Joko Widodo atau Jokowi.
"KSAL memiliki peluang cukup besar untuk menjadi Panglima TNI mendatang. Jika merujuk pada Pasal 13 ayat 3 UU No 34/2004 tentang TNI, posisi Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian. Dan sejak Jokowi menjabat pada 2014, hanya KSAL yang belum mendapat giliran menjabat posisi Panglima TNI. Sementara salah satu visi pemerintah adalah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia," Kata dia
Keterkaitan Jabatan Panglima TNI dengan Politik Praktis
Lebih lanjut, Anton mengatakan bahwa jabatan Panglima TNI sejatinya memiliki aspek politis. di mana dalam proses penunjukkannya tersebut melibatkan Presiden dan Dewan Legislatif Nasional dalam hal ini DPR.
"Benar bahwa jabatan Panglima TNI memiliki ketersinggungan dengan politik praktis. Sebab, untuk pengangkatan seorang perwira tinggi menjadi Panglima TNI, Presiden membutuhkan persetujuan DPR," Kata dia.
Kendati demikian, Anton menegaskan bahwa terkait adanya lobi-lobi politik yang dilakukan oleh para perwira tinggi militer kepada para petinggi parpol bukan menjadi sebuah keharusan. Apalagi, peran militer sendiri adalah untuk menjaga profesionalisme dan netralitas khususnya dalam politik.
"Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa menjadi justifikasi seorang perwira tinggi militer harus melakukan lobi secara gencar dan aktif kepada pimpinan parpol. Dengan kata lain, kadar pendekatan politik tidak bisa dilakukan secara berlebihan oleh pimpinan TNI. Hal ini menjadi penting untuk tetap memelihara profesionalisme dan netralitas dalam berpolitik," Jelas Anton.
Advertisement