Sukses

PSI DKI Tolak Pertanggungjawaban Anies Baswedan Atas Pelaksanaan APBD 2021

Anthony Winza Probowo menjelaskan alasan penolakan PSI terhadap Pertanggungjawaban Gubernur DKI Jakarta atas Pelaksanaan APBD (P2APBD) DKI Jakarta 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Anthony Winza Probowo menjelaskan alasan penolakan PSI terhadap Pertanggungjawaban Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan atas Pelaksanaan APBD (P2APBD) DKI Jakarta 2021. Hal tersebut juga sempat diungkapkan PSI dalam Rapat Paripurna.

"Jika kami, fraksi PSI, yang mendapatkan amanah suara keempat terbesar di DKI Jakarta dipertanyakan dalam forum terhormat ini, apakah PSI ikut menyetujui pelaksanaan APBD terakhir 2021 Pak Gubernur, kami tentu dengan tegas menjawab tidak," kata Anthony dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).

Anggota Komisi B sekaligus Anggota Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta ini juga menjabarkan empat alasan utama Fraksi PSI DKI Jakarta menolak P2APBD.

Pertama, Anthony menyebut bahwa ada puluhan temuan Badan Pengelola Keuangan yang menjadi indukasi adanya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran di 2021. Bahkan, menurut Anthony ada kelebihan bayar hingga ratusan miliar.

"Bahkan salah satu contohnya ada kelebihan bayar sampai ratusan miliar, sebut saja Transjakarta, kelebihan belanja jasa konsultansi telematika hingga miliar rupiah. Kami tidak tahu ini diduga ada mark-up atau apa?” jelas Anthony.

Anthony berujar, jika temuan BPK tidak ditindaklanjuti maka menurut Pasal 195 PP pengelolaan keuangan daerah, tentunya draft peraturan daerah (perda) tidak bisa diberikan lampu hijau oleh Menteri pada proses evaluasi rancangan P2APBD ini.

Alasan kedua, Anthony menilai Renegosiasi kontrak Formula E tidak Transparan. Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun Anggaran 2021 adanya renegosiasi Formula E dengan PT Jakarta Propertindo. PT Jakpro masih harus membayar sekitar 90 Miliar Rupiah kepada Formula E.

“Kami juga menilai renegosiasi kontrak Formula E tidak transparan, kami tidak pernah dibagi kontraknya, tidak pernah dikasih lihat renegosiasinya, ternyata menurut LHP BPK setelah diperiksa masih harus bayar lagi kurang lebih 90 Miliar, kok tidak tanya-tanya dengan DPRD?," kata dia.

2 dari 2 halaman

Alasan Lainnya

Alasan ketiga, Anthony menyebut dokumen resmi BPK RI tertanggal 27 Mei 2022, program pengelolaan dan pengembangan sistem penyediaan air minum cuma Rp 39 miliar dari target 88 miliar. Hal tersebut, diduga tertutup dengan realisasi dana operasional pimpinan daerah.

“Hak asasi manusia (infrastruktur atas akses air) ternyata hanya direalisasikan 39 miliar dari targetnya 88 miliar di tahun 2021.” kata dia.

Anthony menyampaikan pada masa akhir jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, program-program DP 0 rupiah, LRT hingga Intermediate Treatment Facility (ITF) Anies pun dinilai gagal total.

“DP 0 rupiah pun realisasinya menurut pandangan kami nol besar lah, LRT pun tidak sejengkal bertambah, ITF (intermediate Treatment Facility) pun tidak ada yang bertambah kenyataannya, ini tahun terakhir Pak Gubernur, apa iya penggunaan APBDnya seperti ini?” ujar dia.