Sukses

Sasaran Lebih Jelas, BLT BBM Diprediksi Bakal Efektif Bantu Masyarakat

Pemerintah perlu mengawasi harga pangan dan yang lebih krusial memastikan ketersediaan barang. Sebab, apabila barang tidak tersedia, harga cenderung lebih mudah naik.

Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah mengalihkan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi bantuan langsung tunai (BLT) dinilai lebih efektif meringankan beban masyarakat tidak mampu. Sasaran BLT lebih efektif, meski tetap harus ada perbaikan data penerima.

Sedangkan subsidi BBM cenderung tidak efektif karena siapa pun bisa membeli BBM jenis bersubsidi tanpa harus ada verifikasi data.

"Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, BLT memang lebih efektif karena sasaran penerima lebih jelas. Pemerintah memiliki basis data untuk memberikan BLT, meskipun tingkat akurasi data masih perlu menjadi perhatian," kata Analis Utama Ekonomi Politik Lab45 Reyhan Noor, Jumat, (9/9/2022).

Kementerian Sosial telah menyalurkan BLT BBM pada Kamis, 1 September. Pada tahap pertama, keluarga penerima manfaat sebanyak 18,48 juta di 445 dari 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, kata Reyhan, pemerintah perlu mengawasi harga pangan dan yang lebih krusial memastikan ketersediaan barang. Sebab, apabila barang tidak tersedia, harga cenderung lebih mudah naik. 

"Oleh karena itu, ketersediaan barang pokok dan BBM menjadi kunci keberlangsungan kebijakan pemerintah ke depan," tegas Reyhan.

Waktu empat bulan penyaluran BLT BBM hingga akhir tahun ini, bisa menjadi kesempatan pemerintah untuk konsolidasi menyongsong 2023. Konsolidasi mencakup penyesuaian upah minimum dengan pengusaha akibat meningkatnya inflasi. Penyesuaian upah menjadi penting untuk menjaga daya beli masyarakat. 

"Secara khusus, kebijakan BLT juga perlu disesuaikan untuk masyarakat tidak mampu untuk tahun depan. Penyesuaian dapat dilakukan, baik melalui penambahan nominal maupun jumlah penerima," ujar Reyhan.

2 dari 2 halaman

Mayoritas Masyarakat Tak Setuju Kenaikan BBM

Sementara itu, Lembaga survei Indikator Politik merilis hasil survei sikap publik terhadap pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Survei dilakukan pada 25 sampai 31 Agustus 2022, sebelum harga BBM dinaikkan.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan hasil survei tersebut. Dia menyebut, 45,1 persen publik tidak setuju harga BBM naik. Kemudian, 33,6 persen publik kurang setuju, 15,6 persen setuju, dan 2,4 persen sangat setuju. Sisanya, 3,4 persen tidak menentukan sikap apakah setuju atau tidak.

"Mayoritas warga kurang atau tidak setuju dengan kenaikan harga BBM 78,7 persen," kata Burhanuddin, Rabu (7/9).

Menurut Burhanuddin, saat survei dilakukan, sekitar 71,8 persen atau mayoritas publik sudah tahu pemerintah berencana menaikkan harga BBM. Hanya 28,2 persen publik yang mengaku tidak tahu.

Survei ini melibatkan 1.219 responden. Populasi merupakan warga negara Indonesia berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon.

Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.

Â