Liputan6.com, Jakarta Massa Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) turun ke jalan menyampaikan aspirasi di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat pada hari ini, Senin (12/9/2022).
Tak hanya menyuarakan soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), orator demo juga menyinggung kasus unlawful killing atas enam Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Orator menyakini orang yang zalim tidak pernah menang.
"Ternyata kemarin dibuktikan oleh Allah apa yang terjadi selama ini, yang mereka katakan adalah tembak menembak, yang mengatakan mereka melakukan tembak menembak, sekarang dibuktikan oleh Allah," kata Orator.
Advertisement
Orator menyampaikan, 6 orang laskar FPI yang meninggal pada saat menjaga ulama. Mirisnya, ke-6 orang laskar malah menjadi korban fitnah.
"Tidak ada keadilan, anak yang sudah mati katanya ditembak, katanya tembak menembak. Anak-anakku itu tidak punya senjata pak, jangankan senjata pistol, senjata golok saja tidak bawa," ujar dia.
Orator meneriakkan bahwa kezaliman tidak boleh diteruskan. Terbukti, pelan-pelan fakta akan terungkap dengan sendirinya.
"Sudah dibongkar oleh Allah, dengan peristiwa Sambo terbongkar anak-anak kita bukan tembak menembak tapi di tembak bahkan dihancurkan," ujar dia.
Perjalanan Kasus KM 50
Kasus ini bermula saat enam polisi tengah menyelidiki rencana pengerahan massa pada pemeriksaan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab atas kasus kerumunan di tengah pandemi Covid-19, yang dijadwalkan berlangsung pukul 10.00 WIB, Senin 7 Desember 2022. Polisi mendapatkan informasi, akan ada pengerahan massa ke Polda Metro Jaya saat pemeriksaan tersebut.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menjelaskan, anggota kemudian bertemu dengan kendaraan yang ditumpangi pengikut Rizieq Shihab di Kilometer 50 ruas Tol Jakarta-Cikampek. Hal itu terjadi pada pukul 00.30 WIB, Senin 7 Desember 2020.
Kendaraan petugas itu pun dipepet dan diserang. Baku tembak pun tak terhindarkan. Fadil Imran menyebut, ada 10 orang yang diduga pengikut Rizieq Shihab di mobil tersebut.
Akibat baku tembak itu, enam orang di antaranya yang disebut Fadil sebagai anggota laskar khusus itu tewas.
"Kemudian diserang dengan menggunakan senjata api dan sajam. Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang kemudian melakukan tegas dan terukur sehingga terhadap kelompok yang diduga pengikut MRS (Muhammad Rizieq Shihab) yang berjumlah 10 orang itu ada enam yang meninggal dunia," papar Fadil.
Fadil mengatakan, tidak ada polisi yang terluka pada kejadian itu. Menurut dia, empat anggota laskar khusus lainnya melarikan diri. Namun, pihak FPI mengatakan justru anggotanya lah yang diadang oleh orang tidak dikenal di tol tersebut. Kuasa hukum Rizieq Shihab, Aziz Yanuar menegaskan, pihaknya lah yang diserang dan ditembak.
"Bahwa benar ada peristiwa penghadangan, penembakan terhadap rombongan IB HRS (Imam Besar Habib Rizieq Shihab) dan keluarga serta penculikan terhadap enam orang laskar pengawal IB," tutur Aziz dalam keterangannya, Senin 7 Desember 2020.
Dia mengatakan, peristiwa terjadi di dekat pintu Tol Kerawang Timur. Menurut dia, saat itu, Rizieq dan keluarganya termasuk cucunya yang masih balita akan menuju tempat pengajian subuh keluarga.
"Sekali lagi ini pengajian subuh internal khusus keluarga inti. Dalam perjalanan menuju lokasi pengajian subuh keluarga tersebut, rombongan diadang oleh preman OTK," ujar Aziz.
Dia menyebut OTK ini mengeluarkan tembakan ke laskar pengawal keluarga. "Kami duga kuat bagian dari operasi penguntitan dan untuk mencelakakan IB," jelas Azis.
Advertisement
2 Terdakwa Divonis Bebas
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas dua personel polisi, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin, yang menjadi terdakwa kasus unlawful killing laskar FPI pada Jumat (18/3/2022).
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, Briptu Fikri terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama, sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer. Kendati demikian, keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan dan pemaaf merujuk pledoi kuasa hukum.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin sebagai dakawan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melapaui batas, tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf," kata Ketua Hakim Muhammad Arif Nuryanta, Jumat (18/3/2022).
Atas hal itulah, majelis hakim memerintahkan untuk melepaskan kedua terdakwa dari segala tuntutannya. Selain itu, ia juga memerintahkan barang bukti dikembalikan penuntut umum.
"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, memulihkan hak-hak terdakwa. Menetapkan barang bukti seluruhnya dikembalikan ke penuntut umum," ujarnya.
Mendengar putusan itu, Henry Yosodiningrat selaku kuasa hukum menyatakan menerima atas putusan yang diberikan oleh majelis hakim kepada kliennya.
"Alhamdulilah kami menerima putusan itu," ujar Henry.
Jaksa Ajukan Kasasi
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) melakukan kasasi atas putusan lepas dua terdakwa kasus Unlawful Killing penembakan Laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek, Ipda Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan.
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, mengonfirmasi langsung kepada awak media terkait kasasi tersebut. Tim jaksa juga memiliki alasan sendiri mengenai kasasi itu.
"JPU pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Ketut Sumedana, Kamis (24/3/2022) malam.
Ketut menjelaskan, tim jaksa menganggap hakim tidak cermat dalam menerapkan hukum pembuktian pada kasus penembakan Laskar FPI. Sehingga terdapat kekeliruan dalam menyimpulkan dan mempertimbangkan fakta hukum dari alat bukti keterangan saksi-saksi, ahli, surat yang telah dibuktikan dan dihadirkan penuntut umum di persidangan.
"Sehingga membuat kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa Briptu Fikri Ramadan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primair tersebut dikarenakan pembelaan terpaksa (Noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Excess)," urai Ketut.
Advertisement