Liputan6.com, Jakarta Gubernur Papua Lukas Enembe dicegah ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut dibenarkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Ditwasdakim) Ditjen Imigrasi menerima pengajuan pencegahan kepada subjek atas nama Lukas Enembe dari KPK," ujar Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian I Kemenkumham Nyoman Gede Surya Mataram dalam keterangannya dikutip Selasa (12/9/2022).
Nyoman mengatakan pencegahan untuk Lukas berlaku mulai 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023. Namun Nyoman tidak menjelaskan detail alasan lembaga yang dikepalai oleh Firli Bahuri tersebut mencegah Gubernur Papua Lukas Enembe ke luar negeri.
Advertisement
Nyoman hanya menyebut nama Lukas Enembe kini sudah masuk ke dalam sistem informasi manajemen keimigrasian. Sistem itu bakal menahan Lukas di bandara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas di seluruh Indonesia.
"Yang bersangkutan (Gubernur Papua Lukas Enembe) dilarang bepergian ke luar negeri selama masa pencegahan berlaku," kata Nyoman.
KPK sendiri sampai saat ini belum memberikan memberikan keterangtan terkait pencegahan ke luar negeri terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe tersebut.
Namun diduga kuat pencegahan ke luar negeri terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe berkaitan dengan kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang sedang ditangani oleh lembaga antirasuah.
Sementara beredar informasi bahwa Gubernur Papua Lukas Enembe diduga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi ini.
Lukas Enembe Pernah Ditimpa Isu Terkena Deportasi di Singapura
Berita bohong alias hoaks yang mengatakan Gubernur Papua Lukas Enembe dideportasi oleh Singapura tersebar di grup-grup aplikasi WhatsApp. Pemerintah Provinsi Papua menegaskan kabar Lukas Enembe dideportasi dari Singapura adalah tidak benar.
Juru Bicara Gubernur Papua Muhammad Rifai Darus, Jumat 20 Mei 2022 mengatakan, penyebaran berita bohong itu melalui teknik imposter content (konten tiruan) dan fabricated content (konten palsu).
"Kami perlu informasikan bahwa berita bohong yang beredar mengenai 'Gubernur Papua dideportasi oleh Singapura' sama sekali tidak benar," katanya.
Menurut Rifai, penyebaran berita bohong menggunakan screen capture (tangkapan layar), bukan berupa link (tautan) pada situs web. Kedua gambar yang disebar secara masif tersebut, kata dia, merupakan hasil edit yang bertujuan untuk mengelabui para pembaca melalui pencantuman logo dan konten dari salah satu media nasional. Tak hanya itu, hoaks tersebut juga mengimitasi laman situs web Kementerian Dalam Negeri Singapura.
Rifai berpendapat bahwa tindakan pelaku pembuat dan penyebar berita bohong ini tampaknya terlalu arogan dan sudah di luar nalar.
"Perbuatan dengan membawa 'Kementerian Dalam Negeri Singapura' dalam pusaran konten berita bohong, tentu akan membuat malu bangsa di mata pergaulan regional ASEAN," katanya lagi.
Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat agar bijak apabila menerima kiriman pesan seperti tersebut.
"Gubernur memohon kepada aparat penegak hukum untuk dapat bergerak cepat dalam menemukan kelompok subversif ini karena telah nyata merusak nama baik Negara Indonesia, Provinsi Papua. dan Gubernur Papua serta merendahkan martabat seseorang dan membohongi pikiran banyak orang," ujarnya.
Â
Advertisement