Sukses

Komisi II Jelaskan Alasan Kabupaten Kaimana dan Fafak Tidak Masuk Provinsi Papua Barat Daya

Komisi II DPR RI menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Pembentukan Papua Barat Daya untuk dibawa ke Rapat Paripurna.

Liputan6.com, Jakarta Komisi II DPR RI menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Pembentukan Papua Barat Daya untuk dibawa ke Rapat Paripurna.

Putusan tersebut diambil pada Senin (12/9/2022). Provinsi baru ini mencakup Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, dan Kabupaten Mamberamo. Sementara ibu kota di Sorong

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menjelaskan, alasan Kabupaten Kaimana dan Fakfak tidak masuk ke Papua Barat Daya lantaran sesuai aspirasi masyarakat.

“Ada sebagian masyarakat di sana yang menginginkan Fakfak dan Kaimana itu tetap bergabung di Papua Barat. Ada juga yang menginginkan bergabung di Papua Barat Daya. Setelah kita kaji, setidaknya ada empat pendekatan, akhirnya kami menyimpulkan Fakfak dan Kaimana tetap bergabung di Papua Barat,” jelas Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (12/9/2022).

Empat kajian atau pendekatan yang membuat Komisi II memutuskan Fakfak dan Kaimana tetap di Papua Barat adalah, pertama dari segi pendekatan wilayah adat, menurutnya Fakfak dan Kaimana punya wilayah adat sendiri yakni Bomberai.

“Aspirasinya sama, ingin terbentuk Provinsi Bomberai Raya. Jadi, kalau dipindahkan ke Sorong, sebetulnya itu makin jauh wilayah adatnya,” kata Doli.

Alasan kedua, dari sejarah pembentukan wilayahnya, antara Sorong dan Fakfak justru Fakfak yang lebih tua sebagai kabupaten.

“Misalnya, pemekaran wilayah itu kan kalau Sorong Selatan itu pecahannya Sorong. Kota Sorong pecahannya Sorong, nah ini nggak nyampe. Jadi, hubungan historisnya baik wilayah adat maupun soal pembentukan wilayah itu tidak relevan,” kata Doli.

2 dari 2 halaman

Pendekatan Rentang Kendali

Pendekatan ketiga adalah pendekatan rentang kendali. Doli menyebut seharusnya pembentukan daerah otonomi baru ini kan memperpendek rentang kendali.

“Nah ini mereka lebih dekat aksesnya ke Manokwari dibandingkan ke Sorong. Jadi, Fakfak dan Kaimana ini lebih gampang aksesnya ke Manokwari. Jadi kalau kita pindahin ke Papua Barat Daya, malah bertentangan dengan prinsip memperpendek rentang kendali, mereka malah tambah susah masyarakatnya,” kata dia.

Keempat, dari jumlah penduduk, perkiraan jumlah penduduk Papua Barat sebelum dimekarkan itu 1,2 juta orang. Apabila Fakfak dan Kaimana dipindahkan maka, Papua Barat hanya tinggal penduduk sekitar 200 ribu orang. “Jadi, dari segi penyebaran penduduk juga tidak berimbang,” jelas dia.

Sementara itu, alasan pemilihan Sorongs ebagai Ibukota Papua Barat Daya adalah soal percepatan pembangunan daerah ibu kota saja.

“Jadi kalau di kabupaten Sorong, itu kan nanti mungkin proses cukup lama. Harus cari lahan, buka hutan dulu. Terus kasih akses jalan yang bagus dulu, karena agak jauh. Tetapi kalau Kota Sorong kan beberapa fasilitas kan sudah ada, tinggal dicari yang mungkin lahannya agak lebih luas,” pungkas dia.