Sukses

Beda Keterangan Menko Polhukam dan Menkominfo soal Kebocoran Rahasia Negara

Mahfud Klaim Sampai Detik Ini Belum Ada Rahasia Negara yang dibocorkan hecker Bjorka

 

Liputan6.com, Jakarta Hacker Bjorka mengklaim telah membocorkan dokumen-dokumen kepresidenan, termasuk surat-surat rahasia dari Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini pun menimbulkan polemik karena Bjorka berhasil membobol data pribadi sejumlah pejabat negara. Bjorka mengunggah sejumlah dokumen yang diklaim milik Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada periode 2019- 2021.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamaman (Menko Polhukam) Mahfud Md mengaku, sampai detik ini belum ada rahasia negara yang bocor terkait dokumen penting negara yang diklaim Bjorka. Tetapi, pemerintah bakal serius menangani masalah Bjorka tersebut.

Hal itu disampaikan Mahfud Md saat jumpa pers bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (14/9/2022).

"Kita akan serius menangani dan sudah mulai menangani masalah ini tetapi juga publik atau masyarakat harus tenang karena sebenarnya sampai detik ini itu belum ada rahasia negara yang bocor," kata Mahfud.

Mahfud bercerita, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) WikiLeaks pernah membocorkan pembicaraan SBY dengan Perdana Menteri Australia yang tersebar sampai Singapura. Namun, beda dengan itu, dalam kasus Bjorka data-data yang diungkap ke publik hanya bersifat umum.

"Yang ini enggak ada, ini cuma data-data umum yang sifatnya sebenarnya perihal surat ini itu. Isinya sampai detik ini belum ada yang dibobol," jelasnya.

Menurutnya, motif Bjorka mengungkap dokumen negara tidak perlu dikhawatirkan. Dia melihat, dokumen yang dipublikasi Bjorka tidak membahayakan.

"Motifnya kan ternyata juga gado-gado. Ada yang motif politik, motif ekonomi, motif jual beli dan sebagainya. Sehingga juga ya motif-motif kayak gitu itu sebenarnya tidak ada yang terlalu membahayakan," ucapnya.

2 dari 4 halaman

Menkominfo Akui Ada Kebocoran Dokumen Pemerintah oleh Bjorka, Tapi Itu Data Lama

Data pribadi sejumlah pejabat negara berhasil dibobol oleh Hacker Bjorka. Bahkan Bjorka mengunggah sejumlah dokumen yang diklaim milik Presiden Jokowi pada periode 2019-2021.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menyebut, bahwa dokumen yang beredar adalah data-data lama.

"Di rapat dibicarakan bahwa memang ada data-data yang beredar oleh ya salah satunya oleh Bjorka tetapi data-data itu setelah ditelaah sementara adalah data-data umum," kata Johnny usai rapat dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin 12 September 2022.

"Bukan data-data spesifik dan data-data yang terupdate sekarang. Sebagian data-data yang lama," sambungnya.

Johnny G Plate menyebut, tim lintas dari kementerian lembaga seperti BSSN, Kominfo, Polri dan BIN sudah berkoordinasi untuk menelaah secara dalam terkait kebocoran dokumen itu.

"Perlu ada emergency response untuk menjaga tata kelola data yang baik di Indonesia untuk menjaga kepercayaan publik," ucapnya.

"Jadi akan ada emergency response team dari BSSN, Kominfo, Polri dan BIN untuk melakukan asesmen-asesmen berikutnya," sambungnya.

Johnny mengajak membangun kekuatan nasional untuk menghadapi semua bahaya di ruang digital. Dia berkata, bahaya di ruang digital itu berbentuk tindak kriminal digital.

"Ini yang harus kita jaga bersama-sama, bangun kerja bersama," tukas Sekjen NasDem ini.

Berdasarkan informasi Hacker Brjorka pada Jumat 9 September 2022 mengklaim telah membocorkan dokumen-dokumen kepresidenan, termasuk surat-surat rahasia dari BIN.

Bjorka mengatakan data berukuran 40 MB itu berisi 679.180 dokumen. Data-data tersebut dirampas per September 2022. Di situsbreached.to, Bjorka mengunggah sejumlah dokumen yang diklaim milik Presiden Jokowi pada periode 2019- 2021.

"Berisi transaksi surat tahun 2019-2021 serta dokumen yang dikirimkan kepada Presiden termasuk kumpulan surat yang dikirim oleh Badan Intelijen Negara yang diberi label rahasia," tulisnya di situs tersebut.

Dalam sampel tersebut tampak beberapa judul surat seperti "Surat rahasia kepada Presiden dalam amplop tertutup," "Permohonan Dukungan Sarana dan Prasana," dan "Gladi Bersih dan Pelaksanaan Upacara Bendera pada Peringatan HUT Ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 2019.

 

3 dari 4 halaman

Hacker Bjorka Berulah, DPR Sebut Pertahanan Siber Indonesia Lemah

Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno alias Dave Laksono mengaku, sedang menunggu kerja dari tim cepat tanggap atau emergency response team bentukan pemerintah. Tim ini dibentuk usai maraknya serangan siber yang dilakukan Hacker Bjorka.

Hacker Bjorka mengklaim telah membocorkan dokumen-dokumen kepresidenan, termasuk surat-surat rahasia dari Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini pun menimbulkan polemik karena Bjorka berhasil membobol data pribadi sejumlah pejabat negara. Bjorka mengunggah sejumlah dokumen yang diklaim milik Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada periode 2019- 2021.

"Ya Presiden sudah bertindak dengan tepat yaitu membentuk tim reaksi cepatnya, nah justru ini yang kita tunggu, rancangan kerjanya apa. Karena namanya tim reaksi cepat, jadi dalam satu hari, dalam satu minggu, satu bulan itu sudah harus ada hasilnya," kata Dave kepada wartawan, Selasa 13 September 2022.

"Sudah harus diketemukan titiknya di mana, siapa pelakunya, bagaimana cara mengatasinya, untuk supaya jangan terus menerus ini kejadian," sambungnya.

Politikus Partai Golkar ini menyebut, dalam dua bulan terakhir ini sudah ada beberapa data yang mengalami kebocoran yang dilakukan hacker. Namun, ia tak menjelaskan secara rinci data apa saja yang mengalami kebocoran tersebut.

"Kalau yang karakter Bjorka ini, ya kita enggak tahu, saya belum tahu secara pribadi ini. Apakah ini berasal dari Indonesia atau di luar, dan dia ini apakah ada motif lainnya, agenda terpisah atau hanya untuk mengungkapkan kelemahan-kelemahan dari sistem pengamanan jaringan internet kita," sebutnya.

Dengan adanya kebocoran data tersebut, hal ini menurutnya bisa dikatakan menunjukkan pertahanan negara yang lemah.

"Bisa dikatakan begitu (pertahanan lemah-red), karena ya dengan tercurinya data tersebut bisa berpotensi untuk melakukan hal-hal yang macam-macam. Jadi saya belum tahu persis data itu seberapa sensitif dan seberapa berharga," ungkapnya.

"Karena dengan berapa jumlah miliaran, hanya dijual puluhan ribu dollar. Jadi ya saya enggak tahu apakah data tersebut sangat sensitif dan bisa menyerang atau itu hanya data-data, ini yang harus dilihat," sambungnya.

Dengan sudah banyaknya kebocoran data, pemerintah diminta untuk bertindak cepat dalam menangani atau melakukan pengamanan jaringan.

"Akan tetapi disini pemerintah harus bertindak cepat, untuk melakukan pengamanan jaringan. Kalau misalnya terus-terusan begini, pasti akan mengganggu pertumbuhan ekonomi kita," ucapnya.

"Ya harapannya itu, namanya kan membentuk tim reaksi cepat ya, harus dalam satu hari, satu minggu ini sudah ada hasilnya, harus sudah kelihatan. Apa yang mau dikerjakan, dan sudah diketemukan titik permasalahannya dimana saja," ungkapnya.

Sebelumnya Pemerintah membentuk tim cepat tanggap atau emergency response team, usai maraknya serangan siber yang dilakukan Hacker Bjorka.

Tim ini berisi Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

"Perlu ada emergency response untuk menjaga tata kelola data yang baik di Indonesia untuk menjaga kepercayaan publik," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate usai rapat bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 12 September 2022.

"Jadi akan ada emergency response team dari BSSN, Kominfo, Polri dan BIN utk melakukan asesmen-asesmen berikutnya," sambung dia. 

4 dari 4 halaman

Data Pribadi Pejabat Negara Jadi Korban Bjorka

Nama Bjorka mulai jadi buah bibir ketika menjual 1,3 miliar data registrasi SIM prabayar yang berisi nomor handphone warga Indonesia di forum breached.to, pada 31 Agustus 2022. Sontak aksinya itu bikin geram warganet Indonesia yang khawatir menjadi korban kebocoran data.

Dalam unggahannya, Bjorka mengklaim data yang dimilikinya tersebut berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Namun, pihak Kominfo membantahnya. 

Hacker Bjorka pun terus melancarkan aksinya dengan menyerang pemerintah Indonesia. Meski akun Twitter dan saluran Telegram-nya telah hilang dari platform, ia tak berhenti. Bahkan Bjorka memperluas jaringannya dengan membuka saluran Telegram private dan akun Twitter baru.

Sejauh ini, Bjorka terpantau telah membocorkan data pengguna IndiHome, KPU, registrasi SIM prabayar, dan dokumen rahasia Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kini, ia juga rajin melakukan doxing (mengungkap data pribadi ke publik) terhadap sejumlah pejabat Indonesia melalui saluran Telegramnya.

Pejabat publik yang menjadi korbannya adalah Menkominfo Johnny G. Plate, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan. Lalu, Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwoprandjono, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Mendagri Tito Karnavian, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Data pribadi yang disebar Bjorka antara lain NIK, nama lengkap, nomor ponsel, nomor Kartu Keluarga, alamat rumah, pendidikan, golongan darah hingga nomor vaksin. Ulah Bjorka tentu membuat pemerintah Indonesia gerah, namun tak sedikit warganet yang kini mendukung aksinya menguliti para pejabat.

Pihak Istana Kepresidenan telah menegaskan tidak ada data apapun yang berhasil diretas pihak-pihak tidak bertanggung jawab. "Tidak ada data isi surat apapun yang kena hack," ujar Kepala Sekretariat Kepresidenan Heru Budi Hartono.

Namun, Menko Polhukam Mahfud Md tidak menampik adanya sejumlah informasi milik negara yang diretas Bjorka. Meski begitu ia tak ambil pusing, sebab hal tersebut bukan informasi rahasia.

"Saya pastikan itu (peretasan) memang terjadi, tapi tidak ada rahasia negara," kata Mahfud saat jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Senin 12 September 2022.

Mahfud menambahkan, laporan peretasan didapatnya dari Badan Siber Sandi Negara (BSSN) dan Deputi VIII Kemenko Polhukam. Menurut dia, data yang diretas adalah dokumen biasa dan terbuka.

"Itu bukan data rahasia karena bisa diambil dari sani-sini, cuma dokumen biasa dan terbuka, tapi itu (bocor) emang terjadi," Mahfud menegaskan.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com