Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekretaris Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq menolak wacana duet Prabowo Subianto dan Joko Widodo atau Jokowi di Pilpres 2024. Maman tidak setuju Presiden Jokowi maju lagi sebagai wakil presiden.
"Ya enggak setuju lah Jokowi jadi wapres, ngapain," kata Maman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Baca Juga
Maman pun menolak pernyataan Jubir MK Fajar Laksono bahwa presiden dua periode bisa maju lagi menjadi calon wakil presiden. Ia menilai, tidak mungkin Jokowi mau lagi menjadi wakil presiden.
Advertisement
"Saya rasa logika MK itu tidak logis. Kita itu banyak sekali kok kader-kader bangsa, masa Jokowi dari presiden ke wapres, enggak ada kerjaan banget, catat itu," tegasnya.
Sementara itu, PKB tetap pada sikapnya untuk mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden di Pemilu 2024.
Dia menerangkan, tidak ada pembahasan di internal koalisi Gerindra-PKB untuk menduetkan Prabowo dengan Jokowi. "Kita tetap presidennya Cak imin," ujar Maman.
Gerindra Buka Kemungkinan Posisikan Jokowi Jadi Cawapres Prabowo di Pemilu 2024
Â
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman bicara peluang memasangkan Prabowo Subianto dengan Joko Widodo Atau Jokowi.
"Ya kalau kemungkinan ya ada saja. Dan secara konstitusi kan dipertegas oleh MK. Tanpa putusan MK kan juga sudah jelas, bisa," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta," Rabu (14/9/2022).
Habiburokhman mengatakan, secara konstitusi memang membolehkan Jokowi untuk maju lagi. Namun, dalam konteks politik tergantung kewenangan partai. Di Gerindra berada di tangan Prabowo selaku Ketua Umum Gerindra.
"Ya kalau secara konstitusi memungkinkan. Tapi dalam konteks politik ya itu bukan kewenangan saya. Kewenangannya ada di pak Prabowo kalau partai Gerindra," ungkap dia.
Sementara itu, di internal Gerindra masih mencari calon wakil presiden. Pada saatnya akan diumumkan.
"Sedang dalam proses. Pada saatnya akan diumumkan," kata Habiburokhman.
Advertisement
Wacana Duet Prabowo-Jokowi, PDIP: Harus Ditanyakan ke Gerindra-PKB
Muncul wacana Presiden Joko Widodo atau Jokowi maju kembali sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024. Jokowi dipasangkan dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Menanggapi ini, Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga menuturkan, konstitusi tidak melarang presiden yang sudah maju dua periode menjadi wakil presiden. Tidak ada hambatan untuk duet Prabowo-Jokowi.
"Sebenarnya begini, secara konstitusi kan tidak ada yang bisa menghambat hal itu," ujar Eriko, Kamis (15/9/2022).
Namun kembali kepada partai politik. Apakah memang ada niatan memasangkan Prabowo dengan Jokowi. Perlu juga ditanyakan kepada koalisi Gerindra-PKB, apakah punya wacana mengusung Prabowo-Jokowi di Pilpres 2024.
"Itu tentu harus ditanyakan kepada partai-partai tersebut, apakah misalnya contoh Gerindra-PKB seperti apa, itu kan perlu ditanyakan ke Gerindra dengan PKB apakah ada hal seperti itu," kata Eriko.
Semua juga tergantung kepada Prabowo dan Jokowi apakah tertarik untuk dipasangkan.
Dia mengatakan, sampai pendaftaran Pilpres 2024, masih ada waktu yang panjang. Dinamika politik masih akan terus berubah. Wacana Prabowo-Jokowi juga bisa berubah.
"Karena menurut kami tentunya, satu tahun ke depan ini kan masih banyak hal yang bisa terjadi, bisa berubah. Nah, kembali pada hak otoritas dari masing-masing partai untuk menentukan siapa calonnya. Dan itu bisa sangat dinamis," ujar Eriko.
Eks Ketua MK Jimly Assiddhiqie Tekankan Jokowi Tak Bisa Jadi Cawapres
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Assiddhiqie mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres). Sesuai UUD 1945, kata dia, seorang presiden hanya bisa menjabat selama dua periode.
"Sesudahnya tidak boleh lagi, termasuk jadi wapres. Jika setelah dilantik, presiden meninggal wapres langsung naik jadi presiden," kata Jimly dikutip dari akun twitternya, Kamis (15/9/2022). Liputan6.com sudah mendapat izin untuk mengutip pernyataan tersebut.
Dia menilai dari segi hukum maupun etika, presiden yang sudah menjabat dua periode tak bisa menjadi cawapres. Jimly menyebut presiden dan wakil presiden merupakan satu paket.
Dalam Pasal 7 UUD 1945, dijelaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 kali masa jabatan.
Sementara itu, Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 berbunyi: jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya
"Jika Jokowi jadi wapres 2024, maka Pasal 8 ayat (1) UUD 45 tidak akan dapat dilaksanakan karena akan bertentangan dengan Pasal 7. Makanya, tidak ada tafsir lain yang mungkin kecuali bahwa Jokowi tidak memenuhi syarat untuk menjadi cawapres dalam Pilpres 2024 nanti," jelas Jimly.
"Maka membaca Pasal 7 UUD harus sistematis dan kontekstual, jangan cuma titik koma. Intinya Presiden Jokowi tidak bisa nyalon lagi. TITIK," sambungnya.
Dia menuturkan bahwa yang diperbelohkan UUD 1945 yakni, apabila wapres mencalonkan diri menjadi calon presiden. Sebab, bukan jabatan yang sama dan sebagai penerus dan pengganti.
"Tapi mantan presiden dua kali mau jadi cawapres tidak boleh karena jika terjadi kekosongan seperti meninggal, wapres harus naik jadi presiden yang tidak boleh lagi ia jabat," ujar Jimly.
Dia pun mengkritik Juru Bicara MK Fajar Laksono sebagai orang pertama yang melontarkan pernyataan ini. Jimly mengingatkan bahwa staf pengadilan dilarang berbicara soal substansi.
"Statement Humas MK bukan putusan resmi MK, jangan jadi rujukan. Staf pengadilan dilarang bicara substansi," ucap Jimly.
Â
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka
Advertisement