Sukses

SMRC: Sangat Berat Jika PDIP Tetap Ngotot Usung Puan Maharani di Pilpres 2024 

Berdasarkan temuan survei SMRC, pergerakan elektabilitas Puan Maharani tidak signifikan ketimbang kandidat potensial lainnya. Bahkan tingkat penerimaan Puan tetap rendah dan cenderung melemah.

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri lembaga survei Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC), Saiful Mujani menilai PDIP akan sulit bertarung dan meraih kemenangan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 bila tetap ngotot mencalonkan Ketua DPR RI Puan Maharani.

Sebab, Puan Maharani dinilai tidak kompetitif dibandingkan dengan kandidat potensial lainnya. Berbeda apabila PDI Perjuangan mencalonkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang ia lihat cukup kompetitif.

Dalam survei Maret 2021-Agustus 2022, pergerakan elektabilitas Puan tidak signifikan. Hanya 0,5 persen menjadi 1 persen dalam format semi terbuka.

Sementara Ganjar Pranowo bergerak dari 8,8 persen menjadi 25,5 persen. Kemudian elektabilitas Prabowo bergerak dari 20 persen menjadi 16,7 persen, dan Anies Baswedan dari 11,2 persen menjadi 14,4 persen.

Menurut Saiful, bila PDIP tetap ngotot mencalonkan Puan, maka akan sulit bersaing dengan sejumlah tokoh seperti Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Hal itu bisa dilihat berdasarkan hasil survei.

"Persaingan itu (Puan melawan Prabowo atau Anies) tidak fair karena gapnya terlalu jauh. Kalau Puan harus maju dan PDIP memiliki target untuk menang, maka tantangannya akan sangat berat," ujar Saiful dalam Siapa Calon Presiden PDIP 2024? pada Kamis (15/9/2022).

Dalam simulasi tiga nama, survei SMRC Desember 2021 sampai Agustus 2022 menunjukkan pergerakan suara Puan dari 10,1 persen menjadi 7,8 persen. Sementara Prabowo Subianto dari 40 persen menjadi 40,2 persen, dan Anies dari 28,1 persen menjadi 27,5 persen.

"Kalau Ibu Puan dipaksakan dengan kondisi seperti ini, harapan PDIP untuk memiliki presiden lagi menjadi susah," kata Saiful.

Namun PDIP masih memiliki pilihan banyak tokoh untuk diusung di Pilpres 2024 mendatang. Salah satunya adalah Ganjar Pranowo.

Bila dalam simulasi tiga nama Puan dikeluarkan dan Ganjar masuk, suara Ganjar mengalami kenaikan dari 25,5 persen (Mei 2021) menjadi 32 persen (Agustus 2022). Sementara Prabowo Subianto melemah dari 34,1 persen menjadi 30,8 persen dan Anies relatif stabil dari 23,5 persen menjadi 21,9 persen pada periode yang sama.

"Data ini menunjukkan bahwa jika yang dicalonkan PDIP adalah Ganjar, harapan bagi PDIP untuk memenangkan Pilpres dan kembali memiliki presiden menjadi terbuka," ucap Saiful Mujani.

 

2 dari 2 halaman

Tingkat Penerimaan Puan Rendah dan Melemah

Penyebab Puan Maharani tidak kompetitif sebagai Capres 2024, karena penerimaan Ketua Harian PDIP ini cenderung rendah dan semakin lemah.

Dalam survei Februari sampai Maret 2021, ada 60 persen warga yang tahu Puan menyatakan suka padanya. Pada survei terakhir (Agustus 2022) mengalami penurunan menjadi 44 persen.

Sementara tingkat penerimaan pada Ganjar paling tinggi (83 persen pada survei Agustus 2022). Ini konsisten dengan tingkat elektabilitasnya yang juga tertinggi. Tingkat penerimaan Anies juga tinggi (74 persen). Dibanding Prabowo (71 persen), tingkat penerimaan Anies lebih tinggi.

"Gap penerimaan publik pada Puan terlalu jauh dibanding dengan tiga nama lain (Ganjar, Prabowo, dan Anies)," jelas Saiful.

Penerimaan Puan rendah karena masyarakat Indonesia lebih menyukai tokoh tidak berasal dari kalangan elit. Ganjar, Anies, atau Jokowi, kata Saiful, pada dasarnya no body.

Orang Indonesia memiliki kecenderungan menyukai tokoh yang berjuang lebih independen atau tidak bergantung pada kebesaran nama orang lain.

Menurut Saiful, melihat kecenderungan likeability negatif, maka akan sangat susah untuk membuka peluang karena semakin disosialisasikan, publik justru makin resisten.

"Ini harus menjadi perhatian yang sangat serius bagi PDIP jika mereka ingin mempertahankan memiliki presiden yang berasal dari kadernya kembali," tutup Saiful.

Survei ini dilakukan secara tatap muka pada 5-13 Agustus 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. Response rate sebesar 1053 atau 86%. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Merdeka.com