Sukses

Pengamat: Pencalonan Jokowi Sebagai Cawapres 2024 Sah Secara Hukum

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, wacana pencalonan Jokowi sebagai calon wakil presiden atau cawapres 2024 mendampingi capres Prabowo Subianto di Pemilu 2024 tidak ada masalah.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, wacana pencalonan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon wakil presiden atau cawapres 2024 mendampingi capres Prabowo Subianto di Pemilu 2024 tidak ada masalah.

Trubus mengatakan, pencalonan Jokowi tersebut secara hukum sah-sah saja.

"Secara hukum tidak ada masalah Prabowo-Jokowi, karena ini prespektif dalam konteks etika, kalau hukum itu berkaitan dengan etika. Tapi secara hukum tidak ada masalah," ujar Trubus dalam sebuah diskusi di Jakarta disampaikan melalui keterangan tertulis, Jumat (16/9/2022).

Hanya saja, lanjut dia, soal Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi: "Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya."

"Ketika Presiden Prabowo ada masalah kesehatan, maka otomatis Jokowi sebagai wakil naik menjadi presiden. Ini kan Jokowi sudah dua kali jadi presiden, ini yang akan menjadi masalah. Tapi secara hukum pencalonan Prabowo-Jokowi tidak ada masalah," papar Trubus.

Ia juga menilai, wacana Prabowo-Jokowi untuk Pilpres 2024 sah-sah saja. Menurutnya, hal itu sebagai aspirasi masyarakat.

"Kalau publik menginginkan Jokowi sebagai wapres itu tidak ada masalah, kalau masalah hukum itu hanya sebuah penafsiran dan etika. Kalau kondisi itu memungkinkan, memungkinkan itu jika ada dukungan dari parpol, karena syarat mencalonkan itu ada dukungan dari parpol," terang Trubus.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Banyak Kebijakan Jokowi Harus Dituntaskan

Selain itu, Trubus juga menilai banyak kebijakan Jokowi saat ini yang harus diselesaikan dengan tuntas. Ia khawatir jika ada pergantian kepemimpinan, maka kebijakan pemerintah sebelumnya akan terhenti.

"Karena banyak kebijakan-kebijakan Jokowi harus berlanjut dan diselesaikan. Takutnya nanti ketika ada perubahan kepemimpinan kebijakan sebelumnya tidak berjalan seperti IKN, ini kan sudah berjalan, dan ini harus tuntas. Jika Jokowi masih berkuasa maka IKN ini akan selesai," jelas dia.

Sebelumnya, muncul wacana Presiden Joko Widodo atau Jokowi maju kembali sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024. Jokowi dipasangkan dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman bicara peluang memasangkan Prabowo Subianto dengan Joko Widodo Atau Jokowi.

"Ya kalau kemungkinan ya ada saja. Dan secara konstitusi kan dipertegas oleh MK. Tanpa putusan MK kan juga sudah jelas, bisa," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta," Rabu (14/9/2022).

Habiburokhman mengatakan, secara konstitusi memang membolehkan Jokowi untuk maju lagi. Namun, dalam konteks politik tergantung kewenangan partai. Di Gerindra berada di tangan Prabowo selaku Ketua Umum Gerindra.

"Ya kalau secara konstitusi memungkinkan. Tapi dalam konteks politik ya itu bukan kewenangan saya. Kewenangannya ada di pak Prabowo kalau partai Gerindra," ungkap dia.

Sementara itu, di internal Gerindra masih mencari calon wakil presiden. Pada saatnya akan diumumkan.

"Sedang dalam proses. Pada saatnya akan diumumkan," kata Habiburokhman.

 

3 dari 3 halaman

MK Sebut Tak Diatur Eksplisit

Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tak ada diatur secara eksplisit bahwa presiden yang terpilih dua periode masa jabatan maju lagi sebagai calon wakil presiden di ajang Pemilu.

"Soal Presiden yang telah menjabat dua periode lalu mencalonkan diri sebagai cawapres, itu tidak diatur secara eksplisit dalam UUD," ujar Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono kepada Merdeka, Senin (12/9/2022).

UUD 1945 Pasal Pasal 7 menjelaskan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Di dalam aturan tersebut dapat dimaknai bahwa presiden dua periode masih bisa menjabat lagi sebagai wakil presiden. Secara normatif diperbolehkan, tetapi masalahnya terdapat dalam kacamata secara etika politik.

"Secara normatif mau dimaknai 'boleh' sangat bisa. Secara etika politik dimaknai 'tidak boleh', bisa juga. Tergantung argumentasi masing-masing," ujar Fajar.

Dia pun menegaskan, konstitusi secara eksplisit hanya menyebutkan presiden atau wakil presiden menjabat lima tahun, dan sesudahnya hanya dapat dipilih kembali selama satu periode dalam jabatan yang sama.

"Intinya, itu tidak ada aturan eksplisit di UUD," kata Fajar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.