Liputan6.com, Jakarta Politikus yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo, menegaskan sikap politiknya dalam berpartai. Ambisinya untuk menduduki kursi Ketua Umum Partai Golkar masih menggebu setelah sebelumnya tersingkir di perebutan kursi pucuk pimpinan partai berlambang beringin 2019 lalu.
"Banyak yang tanya, setelah jadi ketua komisi, ketua DPR, lalu ketua MPR, pasti Bamsoet ini inginnya jadi presiden,. Saya katakan tidak. Saya hanya ingin jadi ketua umum Partai Golkar," kata Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo, saat menghadiri acara Ketua Umum Federasi Panjang Tebing Indonesia (FPTI) Yenny Wahid, di SCBD, Jakarta, Minggu (18/9/2022).
Baca Juga
Alasannya untuk dapat menjadi Ketua Umum Golkar adalah dapat menunjuk siapa yang akan maju menjadi calon presiden dari partainya kelak.
Advertisement
"Kalau saya ketua partai saya bisa menentukan capres yang akan maju," kata Bamsoet.
Kendati demikian, dia tidak ingin ambisinya itu direalisasikan dalam waktu dekat.
"2024, bukan sekarang. Maksud politik saya jelas, saya akan ikuti aturan dan jadwal yang ada," kata Bamsoet.
Panas di 2019
Pada 2019, dua kubu Partai Golkar berseteru di Munas, yakni Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo. Manuver antarpendukung kian kencang dilakukan demi mengunci suara kader jelang Munas Golkar Desember nanti.
Kubu Airlangga mengklaim telah mengantongi kekuatan 90 persen DPD tingkat I dan II Golkar seluruh Indonesia. Belum lagi klaim didukung sesepuh partai sekaliber Akbar Tanjung, Agung Laksono hingga Aburizal Bakrie alias Ical. Plus organisasi-organisasi sayap partai diklaim sudah ikut gerbong.
Imbas pertarungan dua tokoh itu, kader partai terbelah mulai dari pusat hingga daerah. Mulai kader di struktur DPP hingga organisasi sayap partai. Teranyar, internal AMPG terjadi dualisme kepengurusan.
Tiga bulan jelang Munas, manuver antar kubu kian kencang dan keras. Demi memagari dukungan itu, para pendukung Airlangga berimprovisasi. Semisal, DPD I dan II Golkar Jawa Barat meminta kader untuk disumpah di bawah Alquran mendukung Airlangga. Video pengambilan sumpah itu beredar. Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengambil sumpah para kader.
Langkah DPD Golkar Jabar ini menuai kritik keras dari kubu Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo. Loyalis Bambang Soesatyo, Nofel Saleh Hilabi menganggap adegan sumpah di bawah Alquran menunjukkan Airlangga sudah tahu dirinya bakal kalah. Sehingga menggunakan cara sumpah di bawah Alquran untuk mendapatkan dukungan di Munas Golkar.
"Itu cara-cara orang yang tahu dia bakal kalah, karena orang menyumpah, kapasitas dia sebagai apa, kecuali kita bersumpah terhadap rakyat itu boleh. Misal pimpinan negara bersumpah menjaga amanat rakyat, ini bersumpah laknat terus untuk mendukung pimpinan partai, itu zalim dan pemaksaan," jelas Nofel saat dihubungi merdeka.com, Selasa (3/9).
Bamsoet ikut bereaksi dan meradang. Ketua DPR ini menuding pesaingnya itu memakai agama sebagai alat pemuas kepentingan politik. Dia juga heran para anggota DPD itu rela bersumpah dan siap dilaknat jika tidak memenuhi janjinya. Padahal, menurutnya, Airlangga telah berkhianat pada anggaran dasar anggaran rumah tangga partai.
"Pada titik ini, jelas terlihat, bahwa Airlangga, para loyalis, dan pengikutnya hanya menjadikan agama sebagai perkakas politik. Padahal, agama itu simbol kejujuran yang harus tercermin dalam setiap jabatan yang diemban oleh pemeluk agama termasuk yang sedang menjabat sebagai ketua umum," kata Bamsoet.
Airlangga pun berkelit, hanya mengikuti apa yang menjadi acara DPD Golkar Jawa Barat. Dia menyebut, hal itu kebijakan dari pihak DPD.
"Lah kalau itu kan acaranya Jabar. Ya kita ikut saja. Masing-masing kan ada namanya kebijakan lokal dan acaranya lagi acara di Masjid, masa nyanyi di Masjid," kata Airlangga
Advertisement