Sukses

KPK Duga Jajaran Unila Terlibat Kepengurusan Penerimaan Mahasiswa Baru

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Rektor Unversitas Lampung (Unila) Karomani sengaja mengajak jajaran struktural di Unila masuk dalam kepengurusan penerimaan mahasiswa baru.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Rektor Unversitas Lampung (Unila) Karomani sengaja mengajak jajaran struktural di Unila masuk dalam kepengurusan penerimaan mahasiswa baru yang berujung pidana.

Dugaan itu diketahui usai tim penyidik memeriksa Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Nairobi, pembantu Rektor III Unila Yulianto, Ruskandi (dokter), Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ida Nurhaida, pembantu Rektor II Unila Asep Sukohar.

Kemudian Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Suripto Dwi Yuwono, panitia Bidang Pengelolaan Hendri Susanto, perawat di Puskesmas Terminal Rajabasa Enung Juhartolini, pegawai Honorer Unila Fajar Pamukti Putra dan Antonius Feri selaku pihak swasta.

Mereka diperiksa di Polda Lampung pada Jumat, 16 September 2022.

"Para saksi hadir memenuhi panggilan tim penyidik. Melalui pengetahuan para saksi tersebut, dikonfirmasi mengenai susunan kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru yang mengikutsertakan beberapa jajaran struktural di Unila," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (19/9/2022).

Selain soal struktur kepengurusan penerimaan mahasiswa baru, para saksi itu juga dicecar tim penyidik soal aliran uang yang diterima Karomani. Penerimaan uang oleh Karomani diduga melalui orang-orang kepercayaannya.

"Tim penyidik masih terus melakukan pendalaman antara lain terkait adanya arahan maupun kebijakan KRM (Karomani) dalam proses seleksi mahasiswa baru dan dugaan aliran uang yang diterima KRM melalui pihak-pihak yang menjadi orang kepercayaannya," kata Ali.

Sebelumnya, KPK menggeledah lima fakultas di Universitas Lampung (Unila). Lima fakultas itu yakni, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (MIPA), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan Fakultas Pertanian.

"Rabu (14/9) tim penyidik KPK telah selesai melakukan penggeledahan di beberapa fakultas di Unila yaitu kampus Fakultas MIPA, FISIP, FEB, dan Pertanian," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis 15 September 2022.

2 dari 4 halaman

Ditemukan Bukti Dugaan Suap

Ali mengatakan, dari lima fakultas itu tim penyidik menemukan bukti baru dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila yang menjerat Rektor Karomani. Alat bukti itu nantinya akan disita dan dianalisis lebih lanjut oleh tim penyidik.

"Dari lokasi dimaksud tim penyidik menemukan beberapa dokumen terkait penerimaan mahasiswa baru Unila dan juga bukti elektronik. Berikutnya akan dianalisis dan segera disita sebagai barang bukti dalam perkara ini," kata Ali.

KPK menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Unila tahun akademik 2022.

Selain Karomani, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan Andi Desfiandi selaku pihak wasta atau terduga penyuap.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut Karomani memasang tarif hingga Rp350 juta bagi calon mahasiswa yang ingin lolos dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru Unila.

"Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (Karomani) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Minggu 21 Agustus 2022.

3 dari 4 halaman

Punya Kewenangan dalam Seleksi Penerimaaan Mahasiswa Baru

Ghufron menjelaskan, Karomani yang menjabat sebagai rektor Unila periode 2020-2024, memiliki kewenangan melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

Selama proses Simanila berjalan, Karomani diduga aktif terlibat dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila. Dia memerintahkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo, dan Ketua Senat Muhammad Basri untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang ingin dinyatakan lulus.

Menururt Ghufron, setiap orang tua yang ingin anaknya dinyatakan lulus harus menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.

"Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad Basri, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani," kata Ghufron.

Menurut Ghufron, Karomani diduga memerintahkan Mualimin, selaku dosen Unila untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.

Andi Desfiandi, sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi Karomani untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.

"Mualimin selanjutnya atas perintah Karomani mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp150 juta dari Andi Desfiandi di salah satu tempat di Lampung," ucap Ghufron.

4 dari 4 halaman

Sebagian Uang Sudah Digunakan

Menurut Ghufron, seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp575 juta.

"Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri yang telah dialih bentuk ke dalam bentuk tabungan, deposito, emas batangan, dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar," kata Ghufron.

Sebagai penerima, Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 200 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Andi Desfiandi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.