Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menegaskan bahwa kampus tidak bisa menjadi lokasi kampanye. Menurutnya, kampanye di tempat pendidikan dilarang oleh undang-undang.
Berdasarkan Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu memang dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Belum saatnya. Kampanye di kampus masih ada larangan. Kalau itu diubah, jenis apa yang boleh di kampus. Kalau kampanye terbuka itu enggak bisa," ucapnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/9/2022).
Advertisement
Bagja menerangkan, jika kampus ingin dijadikan lokasi kampanye, maka peraturan tersebut harus direvisi. Di sisi lain, ia khawatir ada dampak dari kampanye pemilu terhadap aktivitas belajar di lingkungan kampus.
Baca Juga
"Sekarang enggak bisa. Silakan kalau mau direvisi terhadap hal itu, oke saja tapi kami enggak bisa usulkan ini dihapus. Ini dilarang. Kalaupun itu dilakukan, harus ubah UU," jelasnya.
"Kalau kampanye terbuka bisa dibayangkan, kampanye buat selebaran, pawai, itu akan jadi persoalan," ujarnya.
Menurut Bagja, kampus bisa saja menjadi lokasi kampanye yang berbentuk debat. Tetapi, mesti terlebih dahulu diatur dalam peraturan.
"Kalau debat masih memungkinkan tapi itu juga masih dalam perdebatan kan. Di aturannya enggak boleh, silakan diatur tapi hanya debat," kata Bagja.
"Kalau ada debat di kampus itu tempatnya. Namun itu dilarang kan sekarang di UU. Oleh sebab itu, silakan revisi tapi metodenya hanya debat. Enggak boleh ada pawai, bisa repot kita, bisa enggak belajar itu mahasiswa," pungkasnya.
Â
KPU Bolehkan Kampanye
Sementara, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menjelaskan, kegiatan kampanye di kampus diperbolehkan dengan sejumlah catatan. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dilarang adalah penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, bukan kampanye.
"Dilarang itu apa? Fasilitasnya, bukan kampanyenya. Mari kita perhatikan bersama-sama, pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Yang dilarang itu apa, menggunakan fasilitas, bukan kampanyenya. Clear ya?" kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (23/7/2022).
Menurutnya, bisa saja fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan digunakan dalam berkampanye politik. Tetapi, pihak yang berkampanye dilarang menggunakan atribut kampanye Pemilu.
"Jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu, atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Jadi kampanye di kampus itu boleh, dengan catatan apa, yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaga, boleh," tuturnya.
Lebih dari itu, semua peserta pemilu harus diperlakukan sama seperti durasi berkampanye yang dengan waktu yang sama. Yang paling penting, kampanye di kampus dapat dilakukan jika syarat-syarat yang ada telah terpenuhi.
"Harus memperlakukan yang sama, kalau capres ada dua, ya dua-duanya diberi kesempatan. Kalau capresnya ada tiga, ya diberi kesempatan. Kalau partainya ada 16, ya 16-nya diberikan kesempatan," pungkas Hasyim.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com
Advertisement