Sukses

DPR: Migrasi Kompor Gas ke Listrik Tidak Akan Bebankan Masyarakat

Pemerintah berencana memberlakukan program peralihan konversi kompor gas alias LPG 3 kg ke kompor listrik induksi.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana memberlakukan program peralihan konversi kompor gas alias LPG 3 kg ke kompor listrik induksi. Namun hal ini menimbulkan polemik dan banyak masyarakat yang menantangnya.

Seperti dikutip ANTARA, Anggota Komisi VII DPR, Nasyirul Falah Amru, menegaskan penggunaan kompor listrik pada tahun ini masih dalam tahap uji coba dan sosialisasi.

“Uji coba ini untuk mengetahui, seberapa efektif penggunaan kompor listrik ini dibandingkan elpiji. Lebih bisa menekan impor gas, atau tidak,” ujar dia, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (24/9/20222).

Untuk saat ini, pemerintah akan memberikan paket kompor listrik gratis kepada 300.000 masyarakat Indonesia yang terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial serta memiliki listrik.

Nasyirul Falah Amru melanjutkan, ketika penggunaan kompor listrik itu berhasil menekan impor, maka akan berdampak lebih baik untuk rakyat.

Ia juga menyatakan, konversi ke kompor listrik ini tak akan menambah beban rakyat, sebab kompor listrik ini disubsidi pemerintah.

Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Timur X itu pun mengungkapkan, nanti akan dibagikan juga alat Miniatur Circuit Breaker (MCB) secara gratis kepada masyarakat penerima kompor listrik, yang merupakan pelanggan listrik 450 sampai 900 VoltAmpere (VA).

“Sekali lagi, pengggunaan kompor listrik ini masih dalam tahap uji coba dan sosialisasi, belum ada pembahasan yang lebih intensif,” kata dia.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, pemerintah telah memastikan program konversi kompor gas LPG tiga kg ke kompor listrik induksi tidak akan diberlakukan pada 2022. Pemerintah akan terus memantau dan menghargai masukan dari masyarakat, termasuk memonitor pemberitaan di media, serta melihat langsung kondisi di lapangan terkait perubahan ini.

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan pemerintah akan menghitung dengan cermat segala biaya dan risiko, memperhatikan kepentingan masyarakat, serta mensosialisasikan kepada masyarakat sebelum program konversi kompor LPG tiga kg ke kompor listrik induksi diberlakukan.

2 dari 3 halaman

Program Konversi Kompor Listrik Belum Disetujui DPR

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa program konversi kompor gas LPG 3 Kg menjadi kompor listrik induksi masih dalam tahap diskusi dengan DPR RI dan belum disetujui.

"Sampai saat ini pembahasan anggaran dengan DPR terkait dengan program tersebut belum dibicarakan dan tentunya belum disetujui," kata Airlangga dalam konferensi pers, Jumat 23 September 2022.

Pemerintah selama ini telah memantau dan menghargai masukkan dari masyarakat termasuk memonitor pemberitaan di media, setelah melihat langsung kondisi di lapangan terkait program konversi kompor gas elpiji 3 kg menjadi kompor listrik induksi.

Dia juga menegaskan, program konversi tersebut tidak akan dijalankan di 2022. Lantaran masih dalam tahap uji coba, sehingga dibutuhkan persiapan yang matang sebelum dikomersilkan.

"Saya sampaikan bahwa pemerintah belum memutuskan terkait program konversi kompor LPG 3 kg menjadi kompor listrik induksi. Namun dapat dipastikan bahwa program ini tidak akan diberlakukan di tahun 2022," jelasnya.

Adapun program kompor listrik induksi ini masih merupakan uji coba prototipe sebanyak 2.000 unit dari rencana 300 ribu unit, yang akan dilaksanakan di Bali dan di Solo.

"Hasil dari uji coba ini akan dilakukan evaluasi dan perbaikan-perbaikan, pemerintah akan menghitung dengan cermat segala biaya dan risiko, memperhatikan kepentingan masyarakat serta mensosialisasikan kepada masyarakat sebelum program diberlakukan," ujarnya.

Ekonom dari Institute foe Development of Economic and Finance (Indef) Abra Talattov meminta upaya ini dibarengi dengan kebijakan soal subsidi energi. Misalnya, dengan penerapan subsidi LPG secara tertutup.

Dengan demikian, konversi kompor listrik akan sejalan dengan tepat sasarannya subsidi LPG. Ini juga turut menimbang kondisi subsidi LPG yang membengkak cukup besar dari alokasi pemerintah.

"Saya justru ingin menyampaikan kalau kompor listrik ini jadi strategi pelengkap kebijakan subsidi energi, tapi komplementer, pemerintah ingin dorong penggunaan kompor listrik, sifatnya adalah opsional, diberikan kebebasan apakah ingin beralih ke kompor listrik dengan potensi manfaat dan sebagainya, atau tetap ingin LPG 3kg," terangnya dalam diskusi bertajuk Dampak Kenaikan Harga BBM dan Isu Penghapusan Daya Listrik 450 VA, Rabu 21 September 2022.

 

3 dari 3 halaman

Konversi Kompor Gas ke Listrik Dinilai Hanya Akan Bebani Masyarakat

elaku usaha distribusi elpiji Pertamina Brando Susanto meminta pemerintah tidak terburu-buru dalam melakukan pengalokasian kompor listrik terhadap warga.

Hal ini lantaran Kementerian BUMN berencana menambah anggaran sebesar Rp 5 triliun yang akan dialokasikan untuk pembagian kompor listrik atau induksi secara gratis kepada masyarakat. Dimulai tahun depan dan bertahap hingga 5 tahun.

Kebijakan yang masuk dalam program utama PT PLN (Persero) itu, diyakini mampu mengatasi over supply listrik, bahkan mengurangi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dikarenakan impor liquefied petroleum gas (LPG) selama ini.

Soal kompor listrik lebih murah ketimbang kompor elpiji, Brando meminta diperhitungkan secara benar dan teliti.

"Perhitungan harus benar-benar dilihat dari nilai hari ini dan ke depan. Apakah listrik kita akan selalu murah dan stabil? Jangan-jangan timbul masalah baru di masyarakat nantinya," kata Brando kepada wartawan, Kamis 22 September 2022.

Brando yang juga pemerhati dinamisasi subsidi energi untuk masyarakat ini merasa aneh jika pemerintah seperti terburu-buru membagikan kompor listrik ke masyarakat. Ia menilai listrik dan elpiji sama-sama produk energi tidak terbarukan dan harganya ditentukan oleh currency luar dan market Internasional.

Dia menegaskan, bahwa dalam jangka waktu menengah, solusi kompor listrik akan menimbulkan masalah baru dan berpotensi merepotkan masyarakat kembali.

"Kebanyakan listrik kita dihasilkan berbasis diesel dan batubara. Jadi bisa dibayangkan suatu saat juga akan problem dengan harga beban subsidi," ujar Brando.