Sukses

HEADLINE: Jelang Akhir Jabatan Anies Arahkan Reklamasi Pulau G untuk Permukiman, Prosedurnya?

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, berencana melakukan pemanfaatan Pulau G hasil reklamasi Teluk Jakarta era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi kawasan permukiman.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, berencana melakukan pemanfaatan Pulau G hasil reklamasi Teluk Jakarta era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi kawasan permukiman.

Hal ini tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan DKI Jakarta.

Dalam RDTR 2022 tersebut, kawasan reklamasi Pulau G diarahkan untuk permukiman dalam Pasal 192 Zona Ambang Ayat (3) Pergub Nomor 31 Tahun 2022 Tentang RDTR.

"Kawasan Reklamasi Pulau G sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diarahkan untuk kawasan permukiman," demikian bunyi keterangan Pergub tersebut, Senin (26/9/2022).

Ada yang Ganjil

Anggota Komisi D Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, menilai ada yang aneh dari langkah Anies mengeluarkan Pergub jelang masa jabatannya berakhir.

"Saya kira ada yang ganjil di sini. Kenapa banyak sekali Pergub dikeluarkan Anies soal reklamasi beberapa hari menjelang habis masa jabatan. Memang sesuai UU Ciptaker, legislatif tidak dilibatkan seperti semula untuk urusan RDTR. Tetapi jadi aneh, pulau ini diizinkan untuk reklamasi dengan mengganti diksi menjadi perluasan pantai, juga mengubah diksi pulau menjadi pantai," kata Gilbert kepada Liputan6.com, Selasa (27/9/2022).

Menurut Gilbert, Anies tidak memberi contoh program yang baik dan berhasil. Di matanya, program seperti Formula E, rumah dp 0 rupiah, dan lain-lain telah gagal.

"Apalagi ini menjelang turun, membuat keputusan strategis. Ini patut dipertanyakan, kepentingannya apa?"

"Sangat aneh, mendadak di akhir masa jabatan, gencar sekali reklamasi dengan mengubah diksi. Sepatutnya ini dipertanyakan Kemendagri, saya kira UU Ciptaker soal ini harus direvisi."

Gilbert menyarankan agar Pergub Anies ditunda dulu dan kemudian dibahas bersama. "Tidak ada keputusan yang baik bila diambil terburu-buru," ucap Gilbert.

2 dari 4 halaman

Dampak Lingkungan

Pakar Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan pemanfaatan Pulau G untuk permukiman perlu dikaji ulang, bahkan jika perlu dibatalkan, mengingat reklamasi Pulau G mengundang masalah di masyarakat sejak awal pembangunannya.

"Menurut saya, Pulau G tidak layak dijadikan kawasan permukiman, dampak lingkungannya seperti bagaimana penyediaan air bersihnya, bagaimana pengolahan sampah dan limbahnya? Sementara dari permukiman yang sudah ada saja Pemprov DKI tidak mampu menanganinya," kata Nirwono kepada Liputan6.com, Selasa (27/9/2022).

Nirwono mempertanyakan bagaimana pasokan air bersih Pulau G, sementara warga pesisir sekarang saja sudah kesulitan air bersih dan Pemprov DKI dinilai tidak mampu menyediakan akses air bersih yang layak.

"Artinya, jika untuk permukiman berarti luas pulau untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi berkurang, sehingga dampak terhadap lingkungan (kesejukan, keasrian, kesegaran) juga turut berkurang."

Menurut Nirwono, akan lebih baik jika Pulau G ditetapkan sebagai kawasan RTH buatan untuk memperbaiki kualitas lingkungan pesisir utara Jakarta yang memburuk dan penetapan RTH lebih bersifat netral, tidak ada unsur komersial.

"Lalu, sebaiknya Dinas Perumahan dan Permukiman membangun kawasan permukiman di daratan Jakarta, di tanah-tanah aset Pemda yang masih banyak tersedia, sebisa mungkin dekat simpul-simpul transportasi publik seperti yang tercantum dalam RDTR tersebut," ucapnya.

Pulau G Untuk Permukiman Elite Atau Rusun?

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah, mempertanyakan bentuk permukiman yang akan dibangun di Pulau G.

"Itu mesti dipertegas dulu. Itu permukiman sifatnya memang mau bikin rumah susun atau memang permukiman yang elite," kata dia saat dihubungi, Selasa (27/9/2022).

Ida juga mengatakan Pemprov DKI Jakarta perlu mempertimbangkan penarikan retribusi tambahan bagi penghuni permukiman di Pulau G. Jika akan dibangun rusun, Pemprov DKI Jakarta tidak perlu menarik retribusi tinggi kepada para penghuni.

"Tapi kalau memang itu peruntukkan perumahan dan untuk elite, ya harus tinggi. Tergantung ini (Pulau G) untuk siapa?" jelas Ida.

Meskipun demikian, Komisi D akan memanggil Dinas Cipta Karya, Pertanahan, dan Tata Ruang (Citata) DKI Jakarta untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

"Terkait dengan Pulau G ini, Komisi D masih belum memanggil dinas terkait soal rancangan yang ada. Jadi kami memang belum rapat secara khusus terkait itu."

"Nanti kami mau manggil secepatnya sih terkait rancangan atau sistemnya. Kami kan belum tahu nih, hunian ini tingkat apa. Masing-masing ada levelannya. Ini yang kami belum panggil. Nanti kami secepatnya akan panggil dulu,” kata Ida.

3 dari 4 halaman

Anies Tolak Reklamasi Tapi Bikin Pergub Perluasan Daratan, Bedanya Apa?

Kepala Dinas Cipta Karya, Pertahanan, dan Tata Ruang DKI Jakarta, Heru Hermawanto, menjelaskan bahwa perluasan daratan yang dimaksud berbeda dengan reklamasi.

"Kalau reklamasi itu menutup daratannya. Airnya dikasih daratan. Kalau ini kan tidak, jadi pemanfaatan," kata Heru.

Karena pemanfaatan, maka tidak perlu melakukan pengurukan dan bangunan yang dibangun seperti rumah apung.

"Jadi yang diatur di laut itu tadi bukan daratannya. Tadi pemanfaatan tidak berarti harus menguruk. Jadi ada pemanfaatan rumah-rumah nelayan di atas air," kata Heru.

Lebih lanjut, Heru mengatakan, pengembangan ini tidak akan menyebabkan keseimbangan lingkungan terganggu.

"Bangunan-bangunan, pengembangan di daratnya Pulau Seribu kan terbatas. Enggak mungkin kalau itu dibangun malah justru mengakibatkan keseimbangan lingkungannya (terdampak)," kata Heru.

Zona Ambang

Heru menjelaskan mengenai zona ambang yang tercantum dalam Pasal 192 Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan DKI Jakarta.

Heru mengatakan zona ambang berarti zona yang peruntukannya belum ditentukan secara pasti baik untuk permukiman maupun sebagai kawasan industri.

Menurut Heru, kendati Pulau G tercantum diarahkan untuk permukiman, hal tersebut sangat tergantung dari Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

"Zona ambang zona yang memang belum ditentukan peruntukannya secara definitif. Bisa saja nanti apakah jadi industri, atau diarahin untuk apa tergantung pada RTRW yang akan ditetapkan," kata Heru saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (27/9/2022).

Heru menyampaikan terkait Pulau G statusnya baru sebagai zonasi zona ambang yang peruntukannya sebagai permukiman akan diputuskan lewat RTRW. Sehingga, saat ini Pulau G belum dapat dikatakan resmi dijadikan kawasan permukiman.

"Engga belum. Makanya diputuskan lewat putusan, putusan yang mana? Di RTRW. Di RTRW itu ada dua aturan di situ karena darat dan laut. RDTR langsung disatukan dengan aturan darat," jelas Heru.

"Ya enggak lah, enggak. Ujungnya air loh. Kecuali itu, khusus di belakangnya permukiman, karena permukiman dulu baru zona ambang kan," lanjut dia.

Kendati demikian, Heru menyatakan bukan tidak mungkin Pulau G dapat diarahkan untuk permukiman. Menurut Heru, hunian seperti apartemen, hingga landed house (rumah tapak) dapat dibangun.

"Permukiman macam-macam, apartemen permukiman, rumah landed permukiman, intinya yang namanya permukiman itu kan hunian, bisa landed (tapak), bisa susun," katanya.

Soal Prosedur

Menurut Heru, keputusan soal Pulau G belum final karena masuk dalam zona ambang, sehingga aturan dan prosedur peruntukannya perlu pembahasan lebih lanjut.

"Itu kan pembahasan nanti kan belum dibahas sekarang. Jadi makanya zona ambang kita," kata Heru.

Heru mengatakan dahulu ada Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang pulau. Dimana beberapa sisi pulau seperti sisi timur dan sisi tengah diarahkan untuk menjadi permukiman. Salah satunya reklamasi Pulau G.

"Makanya dulu ada Pergub, lupa saya mengenai reklamasi jadi yang untuk sisi timur industri, sisi tengah permukiman itu arahan yang dulu permukiman, Pulau G salah satunya," ujar dia.

Lebih lanjut, Heru menyebut aturan tersebut dihentikan. Sehingga beberapa pulau termasuk Pulau G dimasukkan ke dalam zona ambang.

"Tapi karena dulu pernah kita sebut diarahkan untuk permukiman, tapi kemudian kita tutup di ujung, akhirnya bahwa ini akan zonasinya zona ambang," kata dia.

4 dari 4 halaman

Anies Dinilai Bertindak Sesuai Legalitas Pulau G

Sekretaris Komisi D Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta, Syarif, menilai Anies telah bertindak sesuai legalitas atas pemanfaatan Pulau G di Teluk Jakarta yang diarahkan untuk menjadi kawasan permukiman.

"Pergub atau Perkada (Peraturan Kepala Daerah) yang dikeluarkan Anies sudah sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memesankan kepala daerah harus bertindak sesuai legalitas," kata Syarif seperti dilansir Antara.

Selain itu, kata dia, juga sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020.

Syarif mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 yang merupakan Beleid tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek dan Punjur), mencantumkan status dari berbagai pulau reklamasi termasuk Pulau G.

"Dalam Perpres itu, di Pasal 81 menyebutkan bahwa Pulau C, D, G dan N ditetapkan Presiden menjadi Zona B8. Arti zona B8 itu adalah zona Budi Daya 8," kata Syarif.

Zona B8 dalam Pasal 81 ayat 2 Perpres 60 Tahun 2020 tersebut merupakan zona dengan karakteristik daya dukung lingkungan rendah, prasarana lingkungan sedang hingga rendah yang berada pada kawasan reklamasi dengan rawan intrusi air laut dan rawan abrasi.

Sementara, kata dia, Pasal 81 ayat 2 mengatakan bahwa zona B8 bisa digunakan untuk kawasan permukiman dan fasilitasnya, kawasan perdagangan dan jasa. Kemudian kawasan peruntukkan industri dan pergudangan, kawasan pendukung fungsi pusat pembangkit tenaga listrik dan atau peruntukkan kegiatan pariwisata.

"Sekarang muncul di dalam (Pergub) RDTR bahwa Pulau G diarahkan untuk budidaya atau tata ruangnya sebagai budidaya. Tidak ada masalah, tidak ada pelanggaran hukum apalagi janji. Jadi, Pergub RDTR ini bagian dari pelaksanaan dan penjabaran Pepres Nomor 60 tahun 2020," ujar dia.

Selain itu, kata Syarif, Pergub ini diterbitkan sebagai implementasi UU Omnibus law (UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang ditetapkan pemerintah pusat beberapa waktu lalu.

UU itu menyebutkan, dasar hukum pemanfaatan dan penataan ruang yang sudah terbentuk daratan bisa menggunakan peraturan kepala daerah sehingga tidak perlu lagi memakai perda yang merupakan produk eksekutif dan legislatif.

"Jadi kalau dikatakan Anies bermasalah, dimananya? Justru dia bertindak atas legalitas. Nah pengaturan dalam RDTR yang diteken Anies itu, kepada wilayah reklamasi yang sudah terlanjur berbentuk daratan," kata Syarif.