Liputan6.com, Jakarta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyiapkan tiga strategi dan 75 rencana aksi pengendalian polusi udara di wilayah DKI Jakarta. Tiga strategi dan 75 rencana aksi dimuat dalam strategi pengendalian pencemaran udara (SPPU).
Serangkaian strategi ini akan digunakan dalam pelaksanaannya peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara dan pengurangan emisi pencemar udara dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak di DKI Jakarta.
Baca Juga
Perancangan strategi ini merupakan amar putusan gugatan warga (citizen lawsuit) tentang polusi udara, yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.
Advertisement
"Kabar baik, jawab gugatan warga, Pemprov DKI buat strategi pengendalian polusi udara," demikian keterangan dari akun resmi Instagram @dinaslhdki, dikutip Rabu (28/9/2022).
Dalam unggahan tersebut, Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto menyatakan sumber utama polusi udara di Jakarta adalah transportasi dan kegiatan industri. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menargetkan penurunan 41 persen polutan berbahaya pada 2030.
"SPPU akan menjadi panduan bagi Pemprov DKI Jakarta selama delapan tahun ke depan hingga 2030," kata Asep.
Asep menyampaikan tiga strategi itu antara lain, peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara, pengurangan emisi pencemar udara dari sumber bergerak, dan pengurangan emisi pencemar udara dari sumber tidak bergerak.
Rencananya tiga strategi dan 75 rencana aksi itu akan dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) terkait strategi pengendalian pencemaran udara yang saat ini sedang tahap finalisasi.
Pada 2030, dengan adanya SPPU ini ditargetkan dapat mengurangi polutan PM 10 menurun 56 persen, PM 2,5 menurun 41 persen, BC menurun 41 persen, NOx menurun 34 persen, SO2 menurun 16 persen, dan CO menurun 40 persen.
Wagub DKI: Penanganan Polusi Udara Jakarta Tak Bisa Hanya Satu Pihak
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan penanganan polusi udara di Ibu Kota tidak bisa diselesaikan satu pihak. Butuh upaya dan kontribusi banyak sektor lainnya.
"Tidak bisa secara sepihak atau parsial, semua harus komprehensif, program itu disusun," kata Riza di Jakarta, Senin 20 Juni 2022.
Menurut dia, program "langit biru" yang dicanangkan Pemprov DKI Jakarta membutuhkan waktu dan tidak mudah serta melibatkan semua pihak.
Adapun program dalam mendukung langit biru itu, juga harus dilaksanakan komprehensif. Program langit itu di antaranya pengurangan kendaraan pribadi, uji emisi, hingga menggenjot ruang terbuka hijau.
Tak hanya itu, pengendalian pencemaran lingkungan oleh perusahaan juga dilakukan komprehensif.
Riza mengakui soal polusi udara masih pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan, sama halnya dengan masalah macet dan banjir yang menjadi PR, meski upaya mengendalikan permasalahan itu terus dilakukan.
"Tentang polusi udara program langit biru itu memang tidak mudah, perlu waktu, tidak bisa sepihak," ucapnya yang dikutip dari Antara.
Sejak beberapa hari terakhir kualitas udara di Jakarta memburuk berdasarkan pengamatan lembaga data kualitas udara, IQ Air.
Untuk indeks kualitas udara pada Senin pagi mencatat indeks 193 dengan konsentrasi polutan PM 2.5 mencapai 27,4 kali dari nilai pedoman kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Adapun konsentrasi PM2.5 di Jakarta berada pada angka 136,9 mikrogram per meter kubik.
Advertisement
Kualitas Udara Buruk
IQ Air bahkan mencatat Jakarta beberapa kali berada di posisi pertama kota di dunia dengan polusi udara tidak sehat alias buruk.
Sebelumnya, pada Rabu (15/6) kualitas udara Jakarta juga menduduki posisi pertama di dunia dengan indeks kualitas udara tidak sehat mencapai indeks 188.
Riza Patria saat itu menyatakan volume kendaraan yang meningkat dinilai memicu kualitas udara Ibu Kota menjadi buruk.
"Memang Jakarta ini cukup padat. Kendaraan kembali normal, ada peningkatan polusi," kata Riza.
Sedangkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI mencatat pada Rabu (15/6) suhu udara yang rendah dan tingkat kelembaban yang tinggi membuat akumulasi polutan sehingga mendorong polusi udara di Ibu Kota.
"Akibatnya polutan pencemar udara terakumulasi di lapisan troposfer," kata Humas DLH DKI Yogi Ikhwan di Jakarta, Rabu (15/6)