Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meyakini tidak ada agenda politik di balik proses hukum terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penegak hukum menurutnya pasti punya bukti kuat untuk menetapkan Lukas sebagai tersangka.
"Menurut saya, tidak ada agenda politik apapun yang mendasari kasus ini. Ini murni masalah hukum tindak pidana korupsi," kata Abdul Fickar, Selasa, 27 September 2022.
Advertisement
Abdul Fickar mengatakan tidak ada ketentuan yang mewajibkan seorang tersangka harus berasal dari saksi. Karena ketika ada alat bukti yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti, maka seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka, meski belum pernah diperiksa sebagai saksi.
"Karena itu, penetapan LE sebagai tersangka tidak ada masalah. Ya sesuatu yang normal saja sepanjang sudah ada dua alat bukti, penetapan sebagai tersangka cukup berdasar," ujar Abdul Fickar.
Menurut Abdul Fickar, KPK bertindak sudah sesuai prosedur. Jika merasa ada penyimpangan, pihak Lukas bisa mengajukan upaya hukum praperadilan untuk menyatakan penetapan tersangka, penangkapan dan penahanannya tidak sah.
KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi Rp1 miliar terkait proyek di Pemerintah Provinsi Papua.
Sedangkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang Lukas Enembe yang tidak wajar. Salah satunya setoran tunai dari Lukas yang diduga mengalir ke kasino judi dengan nilai Rp560 miliar.
Pemerintah Bantah Muatan Politik
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga membantah tudingan motif politik di balik kasus Lukas. Tito menegaskan pemerintah tak punya kepentingan dengan menjerat Lukas dalam kasus korupsi.
"Kalau dianggap politisasi partai tertentu, orang tertentu, tidak juga,” kata Tito beberapa waktu lalu.
Mahfud Md juga menyatakan penetapan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bukan rekayasa politik.
"Tidak ada kaitannya dengan parpol atau pejabat tertentu, melainkan merupakan temuan dan fakta hukum,” tegas Mahfud.
Advertisement