Liputan6.com, Jakarta Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J memasuki babak baru usai berkas para tersangka sudah dirampungkan tim penyidik Polri.
Para tersangka tersebut yakni mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya tengah mempersiapkan pelimpahan tahap II kasus ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Pelimpahan tahap II yakni menyerahkan barang bukti dan para tersangka pembunuhan berencana dan obstruction of justice.
Advertisement
Adapun Kejagung sendiri telah melihat dan menyatakan bahwa berkas perkara kasus pembunuhan Brigadir J, lengkap alias P21.
"Nanti penyidik ke JPU untuk mengambil surat P-21 nya dan dipersiapkan langkah-langkah lanjutnya oleh penyidik terkait tahap II," ujar Dedi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (28/9/2022).
Menurut Dedi, Polri menjadwalkan pelimpahan tahap II atau penyerahan barang bukti dan tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J serta perkara obstruction of justice yang menyeret Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi cs pada Senin, 3 Oktober 2022 mendatang.
"InsyaAllah untuk rencana pelimpahan tahap II akan dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti pada hari Senin tanggal 3 Oktober 2022. Rencana awal sementara ini, apabila ada perubahan nanti akan saya sampaikan," kata Dedi.
Menurut Dedi, penyerahan tersangka dan barang bukti atas kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J dan obstruction of justice akan dilakukan di Bareskrim Polri.
Dedi menegaskan, pelimpahan ini merupakan bagian dari komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam menuntaskan kasus ini.
"Sekali lagi ini merupakan komitmen dari Bapak Kapolri untuk segera menuntaskan kasus ini dan buka apa adanya, dan ini juga kita buktikan bahwa 12 berkas perkara yang kita kirim ke JPU semuanya sudah dinyatakan lengkap," kata Dedi.
Dedi pun menyampaikan apresiasi kepada Tim Khusus (Timsus) dan Kejagung yang terus bekerja, berkolaborasi, dan bersinergi untuk merampungkan berkas penyidikan perkara tersebut.
"Sejak awal Polri, tim khusus dan Kejaksaan Agung terus berkoordinasi untuk segera merampungkan dua perkara itu. Sejak awal semangat kami adalah mengusut tuntas kasus tersebut," kata Dedi.
Berkas Lengkap Baik soal Pembunuhan Maupun Obstruction of Justice
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan lengkap berkas perkara lima tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Selain itu, berkas perkara para tersangka obstruction of justice pun telah dinyatakan sepenuhnya lengkap alias P21.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana mengatakan, Pasal yang disangkakan dalam obstruction of justice yakni menyangkut UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 yaitu Pasal 32 dan 33 juncto Pasal 48 dan 49 UU ITE.
"Ini karena yang dirusak adalah barang bukti elektronik," tutur Fadil di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2022).
Sesuai pengenaan Pasal, kata Fadil, dalam perkara ini yang terberat secara primer adalah UU ITE dan subsider UU KUHP. Dia pun mengklaim terbiasa menangani perkara yang menyangkut menghalangi proses penyidikan hingga merusak barang bukti, sehingga prosesnya dapat segera P21.
"Sehingga berkas perkara juga sudah kami nyatakan lengkap P21," kata Fadil.
Adapun dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, ada lima tersangka yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Sementara untuk perkara obstruction of justice di kasus kematian Brigadir J, Polri telah menetapkan tujuh tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan Kombes Agus Nurpatria, yang sejauh ini sudah menjalani sidang etik dengan putusan PTDH atau pemecatan.
Kemudian ada tiga tersangka lainnya adalah mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan, mantan Wakaden B Biropaminal Divisi Propam Polri AKBP Arif Rahman Arifin, dan mantan Kasub Unit I Sub Direktorat III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto.
Mereka diduga melanggar Pasal 13 ayat (1) PP nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) huruf C, Pasal 8 huruf C angka 1, Pasal 10 ayat (1) huruf T dan Pasal 10 ayat (1) huruf F Peraturan Polri Nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri.
Advertisement
Eks Punggawa KPK Jadi Pengacaranya
Nantinya, Ferdy Sambo dan sang istri, Putri Candrawathi akan dibela oleh mantan punggawa KPK. Sambo akan dibela mantan Kepala Bagian Perencanaan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang sementara sang istri akan dibela mantan Kabiro Humas yang juga eks Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Bola panas pembela Sambo akhirnya menuju ke Rasamala dan Febri setelah sebelumnya pengacara kondang Hotman Paris menolak membela Sambo dan Putri.
Putri Candrawathi yang sudah berstatus tersangka saat ini mendapat pandangan miring publik, sebab polisi tidak memenjarakannya dengan alasan kemanusiaan.
Stigma negatif publik itu seolah tak dipersoalkan Febri dan kantor hukumnya. Sebagai pengacara Febri meyakini penunjukkan sebagai pengacara adalah ujiannya sebagai advokat untuk tetap objektif meski berdiri bersama tersangka.
“Saya memahami, ini ujian bagi saya sebagai advokat untuk bisa objektif dalam pendampingan hukum,” kata Febri saat dihubungi Liputan6.com melalui pesan singkat, Rabu (28/9/2022).
Sempat Tawari Hotman Paris
Jauh sebelum Febri ditunjuk sebagai pengacara Putri Candrawathi, pengacara kondang Hotman Paris sudah lebih dulu diminta oleh Sambo untuk mendampingi istrinya sebagai pengacara. Rekam jejak Hotman tentu sudah tidak diragukan, namun dalam sebuah wawancara Hotman menolak tawaran tersebut meski diakuinya memiliki honor yang besar.
“Itu ibu PC benar-benar ingin Hotman jadi pengacaranya (tapi) dengan sangat menyesal saya tolak meskipun honornya sangat besar," urai Hotman.
Hotman menjelaskan, penolakannya untuk mendampingi Putri memiliki alasan kuat. Bahkan, dia sempat tidak bisa tidur berhari-hari karena mempertimbangkan tawaran itu.
Hotman melanjutkan, alasan pertama penolakannya adalah mencegah terjadinya conflict of interest. Sebab, dirinya tengah mempersiapkan sebuah program bersama stasiun tv yang akan membicarakan tentang hukum dengan keberpihakan pada hak asasi manusia dan rakyat. Dia khawatir jika menerima tawaran Sambo, maka antara profesi dan membawa acara tidak bisa netral.
Berikutnya, dirinya bukan hanya ditawari sebagai pengacara Sambo. Jauh sebelum itu para tersangka dalam insiden Duren Tiga pun kerap menawarinya. Mulai dari Keluarga Brigadir J hingga Bharada E.
“Jadi akhirnya saya putuskan dengan berat hati saya menolak," ungkapnya.
Febri Diansyah memahami apa yang dia putuskan ini akan menjadi pro dan kontra. Meski demikian, dia tetap memutuskan untuk menerima tawaran tersebut.
"Saya memahami, ini ujian bagi saya sebagai advokat untuk bisa objektif dalam pendampingan hukum," tutur Febri kepada wartawan, Rabu (28/9/2022).
Febri menegaskan dirinya akan objektif dalam memberikan pendampingan hukum terhadap Putri Candrawathi.
"Setelah saya pelajari perkaranya dan bertemu dengan Bu Putri, saya sampaikan bahwa kalaupun saya menjadi kuasa hukum, saya akan dampingi secara objektif. Jadi, sebagai advokat saya akan dampingi perkara Bu Putri secara objektif dan faktual," kata Febri.
Advertisement
Janji Objektif
Senada dengan Febri, mantan pegawai KPK Rasamala Aritonang juga menekankan objektivitas dalam pendampingan hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
"Pertimbangannya terutama karena Pak Ferdy telah bersedia mengungkap fakta yang sebenarnya, yang ia ketahui terkait kasus ini di persidangan nanti. Kedua, adanya berbagai dinamika yang terjadi dalam kasus ini termasuk temuan Komnas HAM," kata Rasamala.
Menurut Rasamala, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi merupakan Warga Negara Indonesia yang juga memiliki hak sama seperti yang lainnya.
"Sehingga terlepas dari apa yang disangkakan terhadapnya, maka ia juga berhak diperiksa dalam persidangan yang objektif, fair, dan imparsial, termasuk mendapatkan pembelaan yang proporsional dari penasihat hukum yg ia pilih. Sebagai penasihat hukum maka tugas kami memastikan proses tersebut," kata Rasamala.
Febri Diansyah menambahkan, dirinya akan mendampingi perkara Putri Candrawathi secara objektif dan faktual sebagai bagian dari tim kuasa hukum.
"Ya, saya memang diminta bergabung di tim kuasa kukum perkara tersebut sejak beberapa minggu lalu. Setelah saya pelajari perkaranya dan bertemu dengan Bu Putri, saya sampaikan bahwa kalaupun saya menjadi kuasa hukum, saya akan dampingi secara objektif. Jadi, sebagai advokat saya akan dampingi perkara Bu Putri secara objektif dan faktual," kata Febri.