Sukses

Tanggapi AHY, Mahfud: Kasus Hukum Lukas Enembe Tak Ada Hubungan dengan Politik

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menegaskan bahwa kasus hukum yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe tak ada kaitannya dengan politik.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menegaskan bahwa kasus hukum yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe tak ada kaitannya dengan politik. Dia memastikan tidak ada intervensi atau pengancamam terhadap Lukas Enembe.

Hal ini disampaikan Mahfud merespons pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mempertanyakan penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka murni soal hukum atau bermuatan politik. AHY menyebut ada indikasi bahwa sejak lama kadernya itu sudah berusaha dijatuhkan.

"Kasus hukum Lukas Enembe itu tak ada hubungannya dengan politik. Secara hukum pidana keduanya masalah yang tak ada hubungan kausalitas karena merupakan dua peristiwa yang berbeda," kata Mahfud kepada wartawan, Jumat (30/9/2022).

Dia mencotohkan hal ini sama dengan seorang wartawan yang ditetapkan sebagai tersangka karena menulis berita tentang ombak tsunami. Mahfud menuturkan keduanya merupakan fakta, namun tak ada hubungan kausalitasnya.

"Sama dengan, misalnya, seorang wartawan jadi tersangka padahal dia sedang menulis berita tentang ombak tsunami. Itu bukan berarti ada hubungan antara penegakan hukum dan wartawan membuat reportasi tentang tsunami," jelasnya.

"Dua-duanya memang fakta tapi tak ada hubungan kausalitasnya. Dalam hukum pidana itu harus ada hubungan kausalitas atau sebab bersebab," sambung Mahfud.

Menurut dia, AHY justru bersikap sportif dalam menanggapi kasus Lukas Enembe. Terlebih, AHY menyampaikan akan menghormati proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Lukas.

"Yang saya dengar dari AHY justru bagus yakni, akan menghormati proses hukum dan akan memberi pembelaan kepada LE (Lukas Enembe). Itu sikap sportif AHY," tutur Mahfud.

2 dari 3 halaman

Pertanyakan soal Penetapan Lukas Enembe Sebagai Tersangka

Sebelumnya, AHY mempertanyakan penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) murni soal hukum atau bermuatan politik. AHY lantas mengurai sejumlah temuan partainya, ada indikasi bahwa sejak lama kadernya sudah berusaha dijatuhkan.

"Membaca pengalaman empiris pada lima tahun terakhir ini, kami melakukan penelaahan secara cermat, apakah dugaan kasus Pak Lukas ini murni soal hukum atau ada pula muatan politik?," tanya AHY saat jumpa pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

AHY mengurai, dugaan terkait diawali sejak tahun 2017. Saat itu Partai Demokrat pernah memberikan pembelaan terhadap Lukas Enembe ketika ada intervensi dari elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal calon wakil gubernur untuk mendampingi Lukas dalam Pilkada tahun 2018. Padahal, penentuan calon gubernur dan calon wakil gubernur Papua dalam Pilkada Papua 2018 sepenuhnya kewenangan Partai Demokrat.

Menurut AHY, saat momen itu terjadi pengancaman kepada Lukas untuk dikasuskan secara hukum apabila permintaan tidak dipenuhi. Namun hal itu dapat digagalkan partainya sehingga intervensi batal terwujud.

"Alhamudlillah atas kerja keras partai, intervensi yang tidak semestinya itu tidak terjadi," beber AHY.

3 dari 3 halaman

Pembelaan Demokrat

AHY melanjutkan, intervensi serupa kembali terjadi pada tahun 2021, ketika Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal meninggal dunia. Upaya serupa dengan memaksakan calon wakil gubernur baru yang dikehendaki oleh pihak tidak berwenang hidup Kembali.

"Partai Demorkat kembali melakukan pembelaan secara politik terhadap Pak Lukas. Kami berpandangan, intervensi dan pemaksaan semacam ini tidak baik untuk kehidupan demokrasi kita," tegas AHY.

Sebelum penetapan status tersangka, sambung AHY, upaya yang sama lagi-lagi berulang pada 12 agustus 2022. Saat itu Lukas dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Unsur terpenting pada pasal tersebut adalah adanya perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang serta adanya unsur kerugian negara," beber AHY.

Akhirnya, pada 5 September 2022 Lukas ditetapkan seagai tersangka dan diklaim AHY proses itu dilakukan tanpa pemeriksaan sebelumnya kepada yang bersangkutan.

"Pak Lukas langsung ditetapkan sebagai tersangka. Beliau dijerat dengan Pasal baru, yakni pasal 11 atau 12 UU Tipikor delik gratifikasi," AHY menutup.