Liputan6.com, Klaten Pilihan beras lokal berkualitas semakin lengkap dengan kehadiran beras Srinuk, produk pertanian unggulan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang dahulu dikenal dengan nama beras Rojo Lele. Beras ini turut diperkenalkan oleh Gubernur Ganjar Pranowo saat menyalurkan program Bantuan Sosial bagi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) bulan September lalu.
Dukungan Ganjar Pranowo untuk penggunaan beras Srinuk sebagai salah satu cara menggaungkan produk lokal dan juga mewujudkan ketahanan pangan.Â
Baca Juga
Petani beras Srinuk, Harjono asal Desa Kepanjen, Kecamatan Delanggu, Klaten, menilai kedatangan Ganjar ke tempatnya untuk mengecek beras Srinuk sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap petani.
Advertisement
"Merasa diperhatikan pemerintah kaitannya dengan ketahanan pangan. Kita sebagai petani mengharapkan apa yang kita kerjakan itu bisa dilihat pemerintah," kata Harjono di tempat penggilingan padi Srinuk di desanya, Rabu (5/10/2022).
Harjono menjelaskan, beras Srinuk adalah beras sejenis Rojolele yang sudah direkayasa oleh Pemkab Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Hasilnya, produk beras jenis Srinuk itu bisa lebih memiliki beberapa kelebihan dibanding beras Rojolele yang sebelumnya.
Kelebihan Beras Srinuk
Dahulu Rojolele memiliki umur sampai lima bulan, sekarang Srinuk hanya sekitar 110 hari atau sekitar 3 bulan lebih. Tidak hanya itu, keduanya memiliki perbedaan dari sisi tinggi tanaman. Tanaman Rojolele yang lebih tinggi daripada Srinuk. Kondisi itu membuat Rojolele lebih berpotensi dimakan burung dan kena angin.Â
Sedangkan Srinuk bisa lebih aman karena pendek sehingga aman dari burung dan tidak roboh. Srinuk juga wangi dan tingkat pulennya hampir sama dengan Rojolele, serta bulir padinya bulat namun agak pendek dibanding Rojolele.Â
"Kalau kualitas rasanya lebih enak Rojolelenya daripada Srinuk hanya kualitasnya turun dikit," terangnya.
Advertisement
Potensi Pendapatan Petani dari Beras Srinuk
Petani Klaten juga lebih untung menanam Srinuk. Jika panen Srinuk, petani seperti dirinya bisa meraup pendapatan Rp 6 juta per Ha. Sedangkan varietas lain, pendapatanya sekitar Rp 5 juta per Ha.
Penjual bibit padi Srinuk, Sumiyem mengakui jik bibit Srinuk memang memiliki kualitas bagus. Seperti bibitnya yang super, dan besar.
"Paling besar (bibitnya), paling bagus. Bibit Srinuk sae (bagus), nasinya enak. berasnya paling bagus. Petani semua suka," kata Sumiyem.
Bappedalitbang Terus Teliti Beras Srinuk
Pemerintah Kabupaten Klaten melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Klaten selaku pihak yang ikut meneliti beras Srinuk intens berusaha agar beras ini menjadi lebih baik.Â
Kabid Litbang Bappedalitbang Kabupaten Klaten Muhammad Umar Said mengatakan, penelitian Srinuk ini dibantu BATAN. Berawal dari keprihatinan beras asal Klaten, Rojolele, yang tidak banyak ditanam petani. Di antaranya karena masa tanamnya yang panjang yaitu hampir enam bulan. Padahal padi jenis lain 3-4 bulan saja dan batang padi Rojolele yang terlalu panjang karena terancam kena makan burung.
"Sehingga petani malas. di antaranya (tidak banyak nanam Rojolele) mudah roboh diserang angin dan burung sehingga sangat tidak worth it (layak) untuk petani, itu (Rojolele) sudah mau ditinggalkan," kata dia.
Bappedalitbang bekerja sama dengan BATAN mencari solusi agar merekayasa jenis padi biar lebih pendek umurnya supaya cepat panen, dan pendek batangnya supaya lebih diminati petani dan beras Klaten bisa bersaing lagi.
Advertisement
Penamaan Beras Srinuk
Proses penelitian dimulai dari 2013 ke kantor BATAN di Jakarta. Dimulai uji lab, sampai 2016 riset skala lab selesai. Dilanjut dengan uji tanam di Desa Gempol Karanganom Klaten. Baru 2019, akhirnya pemkab yakin ada tiga varietas yang layak diusulkan ke Kementerian Pertanian. Umurnya juga pendek sekitar 110 sampai 115 hari, batang juga lebih pendek namun rasa, pulen, wangi, dan lebih tahan hama daripada Rojolele lama.
Pemilihan nama beras Srinuk juga ada kisah menarik di belakangnya. Muhammad Umar Said menceritakan diawali dengan munculnya nama-nama, Rojolele Srinuk, Rojolele Srinar, dan Rojolele Sriten.
“Srinar itu dari kata 'Dewi Sri Dewi Padi dan 'Nar' itu bersinar. Srinuk itu Dewi Sri Dewi Padi dengan 'nuk' itu enak banget atau inuk. Inuk sendiri inovasi nuklir Klaten, Sriten itu Dewi Sri Klaten tapi waktu sidang pelepasan di Kementerian Pertanian itu Sriten dan Srinuk kecenderungannya agak mirip. Jadi yang diloloskan harus salah satu. Yang diloloskan itu bukan jelek kualitasnya dan identik dengan Srinuk," ujarnya.
Â
(*)