Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi usaha perkebunan sawit dengan terdakwa Surya Darmadi selaku pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma kembali berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2022).
Sidang beragendakan pemeriksaan delapan orang saksi yang dihadirkan tim jaksa penuntut umum (JPU). Di antaranya yakni mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indragiri Hulu, Riau, Amet Tripjapraja.
Baca Juga
Dalam persidangan, Amet menyebut dirinya pernah bertemu Bupati Indragiri Hulu 1999-2008, Raja Thamsir Rachman, yang meminta agar meloloskan sejumlah izin untuk kebun kelapa sawit milik Surya Darmadi.
Advertisement
Amet juga menyebut izin tahun 2003 dikeluarkan untuk PT Banyu Bening Utama di Desa Paya Rumbai Kecamatan Seberida seluas 4 ribu hektare.
Menurutnya, lahan yang dimohonkan adalah lahan bukan kawasan hutan berdasarkan Peta Tata Ruang wilayah Nomor 10 Perda Nomor 10 Tahun 1994 mengenai Tata Ruang Wilayah.
"Berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1994 bukan kawasan hutan, namun berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan dari kementerian kehutanan ternyata area yang dimohon adalah kawasan hutan," ujar Amet dalam kesaksiannya.
"Lalu perusahaan mengajukan permohonan revisi kepada bupati tentang luas area perkebunan dari 4 ribu hektare menjadi 6 ribu hektare," Amet menambahkan.
Namun area seluas 6 ribu hektare itu ternyata masuk dalam kawasan hutan. Bupati Indragiri Hulu 1999-2008 Raja Thamsir Rachman pun meminta Amet membuatkan rekomendasi persetujuan Izin Usaha Perkebunan yang dimohonkan sehingga izin untuk PT Bening Banyu Bening seluas 6.420 hektare bisa keluar.
Sementara itu, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang, mengatakan, berdasarkan kesaksian Dinas Kehutanan, baik di tingkat 1 (Kabupaten) maupun di tingkat Provinsi Riau menyatakan bahwa penerbitan izin yang didapatkan kliennya sudah sesuai dengan ketentuan surat Menteri Pertanian.
“Yang mana sampai saat ini belum dibatalkan. Kalau itu bermasalah tentu sudah dibatalkan. Ternyata sampai sekarang tidak dibatalkan. Kemudian yang kedua, tadi dijelaskan bahwa lokasi yang dinyatakan bermasalah itu adalah lokasi yang sebetulnya juga sudah diterbitkan untuk perusahaan lain, itu bukan merupakan di luar kawasan hutan. Artinya yang selama ini dikatakan itu kawasan hutan, tidak terbukti. Karena dihamparan yang sama, masa bisa beda?,” ujarnya.
Menurut Juniver, berdasarkan keterangan para saksi, dirinya semakin yakin bahwa kepemilikan yang didapatkan Surya Darmadi sudah bisa dikatakan sesuai prosedur.
“Kalau belum terbit HGU-nya, sekarang sedang diajukan proses yang saat ini sesuai UU Cipta Kerja no 11 tahun 2020 diberi kewenangan atau kesempatan 3 tahun sampai 2023. Kemudian jika nanti tahun 2023 kalau tidak bisa dipenuhi, ya diambil pemerintah, artinya itu menjadi milik negara dan bukan merupakan tindak pidana,” jelasnya.
Diakuinya, pengurusan HGU selama ini berbelit, dan cukup panjang. Juniver bersyukur UU Cipta Kerja mempermudah pengurusan HGU tersebut.
Sedangkan untuk persidangan selanjutnya, ia akan menyiapkan saksi yang meringankan, antara lain ahli mengenai administrasif, agar salah memandang dan membuat suatu keputusan, hakim nantinya melihat kejernihan kasus ini. Selain itu ia juga akan menghadirkan ahli kehutanan, ahli keuangan dan perizinan sebagai saksi.
Didakwa Rugikan Negara
Pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Surya Darmadi didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 atau Rp 4,79 triliun dan USD7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000 atau Rp 73,92 triliun. Jika dihiting, totalnya adalah Rp 86.547.386.723.891 atau Rp 86,54 triliun.
Dia didakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia didakwa bersama-sama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman.
Jaksa menyebut, Surya Darmadi memperkaya diri sendiri sebesar Rp 7.593.068.204.327 atau Rp 7,59 triliun dan US$ 7.885.857,36.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Raja Thamsir Rachman secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2022).
Advertisement