Sukses

Saksi Sebut HET Pemerintah Tak Bisa Imbangi Harga Keekonomian CPO

Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, Selasa (11/10/2022).

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, Selasa (11/10/2022).

Fungsional analis Perdagangan Direktorat Jenderal Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra, mengatakan, pemerintah telah berusaha keras memastikan ketersediaan harga minyak goreng di pasaran sesuai dengan ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Padahal, HET yang ditetapkan jauh selisihnya dari harga keekonomian yang sesungguhnya. Ujungnya, pelaku usaha jadi merugi. 

"Minyak jenis apa pun, merk apa pun harus dijual dengan harga Rp14 ribu. Di mana, harga keekonomiannya sekitar Rp17.260 sehingga nanti yang akan dibayarkan oleh BPDPKS adalah selisih dari harga keekonomian dikurangi HET," ucap Indra bersaksi di Pengadilan Tipikor, Selasa (11/10/2022).

Menurut Indra, kebijakan ini tak bertahan lama. Sebab, harga CPO kian naik. Dana yang disiapkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sekitar Rp7,6 triliun tidak sanggup membayar selisih harga minyak goreng ini. 

Untuk mengantisipasi adanya kelangkaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS.

Terlebih, saat itu harga minyak goreng telah menyentuh harga Rp18 ribu hingga Rp19 ribu. Kemudian, pemerintah meminta para pelaku usaha untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga Rp14 ribu. Padahal, harga minyak goreng telah menyentuh Rp17.260. 

"Sehingga ada selisih harga sekitar Rp3.200an akan diganti dengan dana BPDPKS. Ini kebijakan pertama," kata Indra.

Namun, kebijakan ini tak bertahan lama. Pasalnya, kebutuhan minyak goreng kemasan sederhana mencapai 200 juta liter. Sedangkan, para pelaku usaha hanya sanggup mengumpulkan sekitar 40 juta liter minyak goreng kemasan sederhana. 

"Sedangkan kalau mereka (pelaku usaha) akan berinvestasi mungkin dibutuhkan waktu cukup lama untuk mendatangkan mesin kemasan," tambah Indra.

Karena itu, pemerintah kembali mengeluarkan Permendag Nomor 03 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS sebagai kebijakan baru. Aturan ini berupaya membuat minyak goreng kemasan baik sederhana maupun premium jadi satu harga. 

Kemudian, pemerintah mengeluarkan Permendag Nomor 06 Tahun 2022 sebagai aturan baru.

Dalam kebijakan ini, minyak goreng dibagi tiga kategori. Yakni, minyak goreng kemasan, kemasan sederhana dan minyak goreng curah. Masing-masing kategori memiliki HET sendiri. 

HET minyak goreng premium senilai Rp14 ribu. Minyak goreng kemasan Rp13.500. Terakhir, minyak goreng curah seharga Rp11 ribu.

Kebijakan ini diperkuat dengan Permendag Nomor 8 Tahun 2022. Kebijakan ini mengatur soal domestic market obligation (DMO). Regulasi ini meminta para pelaku usaha untuk melakukan subsidi minyak goreng.

Pelaku usaha yang hendak ekspor diwajibkan menenuhi DMO sebesar 20% ke dalam negeri sebelum melakukan ekspor.

 

2 dari 2 halaman

5 Terdakwa

Seperti diketahui, Jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp 18.359.698.998.925 atau Rp18,3 triliun.

Kelima terdakwa adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.  Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.