Sukses

HEADLINE: PDIP Kritik NasDem Usai Deklarasi Capres 2024, Sinyal Pecah Partai Koalisi Pemerintah?

Usai deklarasi Anies Baswedan sebagai capres, hubungan Partai Nasdem dengan PDIP menghangat. Akankah keduanya bakal pisah jalan di 2024 atau tetap satu gerbong?

Liputan6.com, Jakarta - Usai deklarasi Anies Baswedan sebagai capres 2024, hubungan Partai NasDem dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menghangat. Beragam kritik dilontarkan PDIP terhadap langkah NasDem yang mengumumkan pencapresan Anies, setahun lebih sebelum pagelaran Pemilu 2024.

Dalam kritiknya, PDIP menilai NasDem tidak memiliki etika berpolitik dalam mendorong keberhasilan Jokowi dan KH Maruf Amin. Deklarasi Gubernur DKI Jakarta itu dianggapnya justru mengganggu konsentrasi pemerintah dalam menangani masalah ekonomi.

Menurut Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, lontaran kritik yang disampaikan PDIP merupakan wujud ketidaksukaan gaya politik NasDem. Karena NasDem bukan hanya dianggap sebagai partai koalisi Jokowi, tetapi juga Anies dinilai sebagai tokoh yang antitesa dari pemerintah.

"Tetapi sebenaranya kalau kita melihat persoalan politik, namanya rumah tangga parpol masing-masing, punya kepentingan masing-masing, dan urusan dapur masing ingin mencalonkan siapa terkait dengan capres dan cawapresnya itu. Saya melihat PDIP kurang suka dengan pencapresan (Anies)," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (11/10/2022).

Dia menambahkan, pilihan yang diambil partai politik akan memiliki dua konsekuensi, yaitu suka dan tidak suka. Tergantung kepentingan dari masing-masing parpol itu sendiri.

"Namanya juga politik, ada yang senang ada yang tidak. Mungkin kepentingannya berbeda antara NasDem dan PDIP maka tidak ketemu. Dalam koalisi Jokowi, kepentingannya sama menjaga Jokowi sampai 2024 ya sama ketemu. Tapi terkait Pilpres, pemilu, mereka harus bersaing dan saling mengalahkan," kata dia.

"(Kritik PDIP) Indikasi ketidaksukaan PDIP dengan Nasdem yang mengusung capres (Anies). Di saat yang sama PDIP, anggap saja capres unggulan yang akan diusungnya Puan Maharani masih kalah pamor dan elektabilitasnya dengan Anies," dia mengimbuhkan.

Terkait dengan pecah kongsi dengan partai koalisi pemerintahan, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini mengungkapkan bisa dilihat dari dua sisi. Pertama partai koalisi pemerintah sepakat jika mereka mengamankan pemerintahan Jokowi hingga 2024. Namun berbeda ketika pada Pemilu 2024. Masing-masing partai akan mencari jalannya sendiri.

"Tapi ada hal lain, poin kedua, terkait dengan pilpres, pemilu, maka partai koalisi jalan masing-masing. Ada Ganjar bermanuver, Mbak Puan jalan ke sana kemari manuver juga, lalu ada KIB, PKB Gerindra, semuanya sudah bermanuver," jelas dia.

"Bedanya kalau Nasdem mencapreskan Anies, yang lain kan masih malu-malu tapi mau gitu. Karena dianggap tidak tepat waktunya. Tapi kalau dianggap bermanuver, ya bermanuver semua," Ujang menambahkan.

Menurut dia, ada hal menarik jika Pilpres 2024 menyandingkan Anies Baswedan dengan Puan Maharani. Pasangan tersebut dapat menghindari polarisasi dan dapat merekatkan persatuan.

"Tapi persoalannya, apakah Puan mau? Karena PDIP ingin Puan menjadi Capres. Kalau mau, ini positif. Karena targetnya Puan sebagai Capres, karena PDIP punya tiket sendiri, nggak ada persoalan. Walaupun ujungnya bisa kalah dan menang," ujar dia.

Ujang mengungkapkan, sejatinya semua parpol berpegang teguh dengan etika politik. Namun dia menegaskan, tidak ada partai memiliki nilai tersebut . Etika politik dinilainya hanya menjadi bahan jualan saja untuk mengkritik menyerang partai tertentu.

"Saya melihatnya karena perbedaan pandangan saja, karena PDIP tidak suka dengan pencapresan itu. Ya Jalannya pemerintahannya Nasdem mencapreskan Anies, ya saya meyakini kalau Surya Paloh sudah izin Jokowi, mungkin Jokowi mengizinkan. Ini beda pandangan saja dengan NasDem, yang mana PDIP kebakaran jenggot saat NasDem mencapreskan Anies. Semua sudah bermanuver, hanya yang lain elektabilitasnya rendah saja, sehingga belum bisa mengusung sejak dini," terang dia.

"Soal pencapresan Anies adalah pilihan masing-masing. Ada yang diawal, ditengah, akhir. Mungkin NasDem terlalu berani mengusung Anies terlalu cepat, sehingga lawan kaget. Kaget itu lah mereka tidak menerima pencapresan Anies, itu hak orang lain menerima atau tidak, yang penting kita lihat saja ke depan seperti apa," dia menandaskan.

Pengamat Politik BRIN Aisah Putri Budiarti menilai ada kondisi dimana Anies dianggap kuda hitam dalam pemilu 2024. Sehingga dengan majunya Nasdem sebagai kendaraan politik Anies, akan mengganggu dan mengancam pencalonan dalam pilpres oleh partai lain.

Meski begitu, menurut dia, koalisi yang ada masih belum permanen. Ada peluang yang masih terbuka untuk pendamping Anies ataupun bentuk koalisi. "Namanya politik, hari ini A, besok bisa B," dia menandaskan.

Adapun Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, hubungan NasDem dengan PDIP yang hangat menunjukkan kedua partai ingin menjadi king maker dalam peta perpolitikan di Indonesia. Sebagai partai besar, kedua partai ini memiliki gengsi yang besar.

"Sebetulnya NasDem sama PDIP ini kan tidak mau jadi partai pengikut. Ini gengsinya partai-partai besar. Ingin menjadi penentu. Yang menentukan peta politik 2024 ini tergantung Gerindra, PDIP, NasDem, Golkar. Mereka nggak mau ikut-ikutan," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (11/10/2022).

"Jangan mereka yang diatur-atur. Mereka punya kuasa, yang mengatur. NasDem yang membangun koalisi dengan PKS Demokrat, yang tulang punggungnya ya NasDem. PDIP juga gitu," dia mengimbuhkan.

Dia memastikan, PDIP dan NasDem akan pisah jalan dalam Pemilu 2024 mendatang. Karena kepentingan kedua partai itu tidak dapat dipersatukan.

"Iya (pecah kongsi). Karena nggak mungkin dipersatukan. Misalnya ada simulasi Anies - Puan, nggak mungkin juga. Itu simulasi yang nggak logis. Gimana kliknya sama Demokrat, sama PKS," ujar dia.

Dia menjelaskan, PDIP dan NasDem memang sudah memenuhi Presidential Threshold untuk mengusung pasangan capres dan cawapres. Namun kedua sosok itu memiliki basis massa yang berbeda.

"PDIP NasDem cukup kan, oke-oke saja. Anies dengan Puan, tetapi basis segmen mereka beda," ujar dia.

Sebagai partai besar, Pangi menambahkan, PDIP tidak ingin wibawanya turun dengan hanya mengincar kursi cawapres. Namun kendalanya, sosok capres yang menjadi andalan itu tidak memiliki elektabilitas yang memadai.

"Apa betul Puan mau jadi wakilnya Anies, karena ini partai besar, ibaratnya mau taruh dimana wibawa PDIP hanya mengusung cawapres. Setahu saya logika saja nggak masuk. Masa partai pemenang Pemilu dua periode hanya jadi ban serep. Ini bukan selera PDIP, seleranya itu capres. Nah di situ, apakah Puan punya layak jual, enggak. Untuk elektabilitas Puan sekarang tidak layak jual. Level dia hanya cawapres," jelas dia.

"PDIP itu seleranya Capres, tapi yang capres itu, Puan (yang kadarnya) cawapres. Nah itu yang tidak ketemu. Gimana dipaksakan. Kalau PDIP seleranya Cawapres, nah itu klik, ketemu barang itu. Cocok. Tapi apa mau PDIP sebagai cawapres. " Pangi menambahkan. Karena itu, kata dia, Jokowi dan Megawati menggelar pertemuan di Istana Batu Tulis, Bogor pada Sabtu 8 Oktober 2022. Kedunya terlibat pembicaraan intens selama dua jam dalam pertemuan tersebut.

"Itulah mengapa Jokowi bertemu Megawati berpikir keras, bekerja keras, bergotong royong, bersama-sama dua tokoh ini bersatu untuk mengalahkan Anies. Tinggal bagaimana mencari tokoh yang sebanding untuk bisa mengalahkan Anies. Itu yang dipikirkan Jokowi dan Megawati hari ini," kata dia.

Pangi mengungkapkan, jika koalisi PDIP dan NasDem terjadi, maka pemenang Pemilu 2024 akan diraih oleh NasDem. Hal ini lantaran efek ekor jas dari pencalonan Anies Baswedan.

"Siapa nanti yang menang pemilu. Kalau Anies diusung berkoalisi dengan Puan, yang menang Pemilu adalah NasDem, bukan PDIP. Karena pemilu kita serentak. Nah efek ekor jasnya siapa yang akan mendapatkan keberkahan dari Anies nanti. Bukan PDIP, tapi NasDem," kata dia.

"Sistem pemilu serentak ini, siapa yang mengusung tokohnya kuat, maka elektabilitas partainya ikut terdongkrak. Maka keberkahan coattail effect ini ketika Anies dengan Puan, sama saja PDIP bunuh diri, membesarkan NasDem," Pangi menambahkan.

Terkait dengan etika politik, dia menilai justru pemerintah tidak punya etika sejak dulu. Ia pun mempertanyakan fatsoen mana yang dilanggar dari pencapresan Anies oleh NasDem.

"Kalau kita bicara fatsoen, fatsoen mana yang dilanggar. Kalau bicara koalisi hormati menghormati, supaya nanti tidak menjadi bulan-bulanan NasDem, lebih baik memang mundur, itu lebih elegan lagi. Dari pada menjadi pergunjingan dari PDIP," ujar dia.

"Tapi kalau NasDem enjoy-enjoy aja, ya itu kan usahanya NasDem di Pemilu 2019. Apa hubungannya dengan 2024? Itu kan nggak masuk akal. Mati-matian dukung Jokowi - Ma'ruf Amin di Pilpres 2019. Sekarang dibilang tidak pantas tiga menteri itu. Korelasinya gimana? Ini kerja 2019 kok disambungkan 2024, enggak fair juga," dia mengimbuhkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kata Nasdem

Ketua DPP NasDem Saan Mustopa membantah tudingan pihaknya tidak beretika lantaran mendeklarasikan capres Anies Baswedan saat koalisi pemerintah masih berjalan. Ia menyebut, deklarasi capres lebih awal justru langkah tepat dan sesuai tahapan pemilu.

“Mendeklarasaikan capres kalau misal setelah Pak Jokowi tidak menjabat ya pemilu sudah selesai, pasti kan harus sebelum Pak Jokowi selesai (deklarasi), karena pemilu itu Februari 2024. Tahapan pendaftaran dimulai 2023, Pak Jokowi selesai Oktober 2024,” kata Saan saat dikonfirmasi, Selasa (11/10/2022).

Saan menyebut NasDem sengaja deklarasi lebih awal untuk memberi kesempatan masyarakat menilai dan mengawasi rekam jejak calon pemimpin mereka.

“Justru kita deklarasikan lebih awal harus dilihat dari edukasi politik, biar kita memberikan kepastian kepada masyarakat ini loh calon kandidat yang akan ikut, sehingga bisa menilai, mempelajari rekam jejak. Kita memberikan waktu jauh lebih lama menilai kemampuan, prestasinya,” kata dia.

NasDem, lanjutnya, memberi kesempatan agar rakyat tidak membeli kucing dalam karung. “Istilahnya tidak beli kucing dalam karung, kalau deklarasi jelang daftar KPU sementara kampanye cuma 75 hari, tak akan cukup masyarakat mengenal calon pemimpinya,” kata dia.

Saan juga menegaskan NasDem tidak lepas dari koalisi saat ini meski telah ada capres sendiri. Ia juga menyebut pihaknya tidak melanggar etika dan justru sangat menghargai Presiden Joko Widodo.

“Kalau soal etika kita sangat hargai pak Jokowi. NasDem paling terdepan dan selalu paling awal beri dukungan Pak Jokowi,” kata dia.

“Kita serahkan ke Pak Jokowi lah, enggak bisa sesama partai koalisi menyatakan itu (langgar etika). Dan itu deklarasi tak berpengaruh dengan komitmen nasDem untuk mengawal, dan menyukseskan pemerintahan Pak Jokowi,” pungkasnya.

Sementara itu Wasekjen Partai NasDem Hermawi Taslim menyatakan, efek ekor jas sudah dirasakan pihaknya pasca deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden partainya. Taslim menyebut, kini, ada sekitar 1.000 orang mendaftar untuk mendapatkan kartu tanda anggota (KTA) NasDem setiap harinya.

“Kenaikan KTA 600-1000 per hari, dan hari ini kenaikan (pendaftar) di atas 1.000,” kata Taslim pada acara Obrolan Balkon Liputan6.com, Selasa (11/10/2022).

Taslim menegaskan NasDem memang selalu melakukan deklarasi calon yang akan didukungnya lebih awal. Hal itu, kata dia, bukan kali pertama dilakukan NasDem.

Taslim mencontohkan nama Ridwan Kamil di Pilkada Jawa Barat di mana NasDem juga pihak pertama yang mendukung.

“Kita memang selalu yang paling awal, nah kalau soal KPK itu dan Pak Anies kita enggak ada kaitan dengan itu,” kata dia.

Taslim menegaskan Anies pasti akan menjadi capres mengingat koalisi antara NasDem, Demokrat, PKS menurutnya tinggal menunggu waktu saja. Sebab, ketiga parpol sudah sepakat hampir 90 persen.

“Koalisi itu hampir rampung, 85-90 persen tinggal tunggu waktu. Kita optimis, karena dengan PKS Demokrat itu hati yang sudah bertemu, maka tidak akan mudah berpindah ke lain hati,” kata dia.

Selain itu, NasDem menyebut deklrasi Anies oleh pihaknya juga sudah diketahui dan disetujui Demokrat dan PKS. “Senin kita deklarasi, Minggunya kita undang, nah PKS datang, Demokrat datang. Tapi mereka tak bisa bersama kami (deklarasi Anies) karena mereka punya mekanisme sendiri,” pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Kritik PDIP

Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengibaratkan sikap Partai NasDem yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (Capres) 2024, dengan insiden perobekan warna biru pada bendera Belanda di Hotel Yamato tahun 1945.

NasDem yang identik dengan warna biru disebut lepas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena sudah memiliki capres sendiri.

"Hotel Yamato di mana para pejuang kita ada bendera Belanda, birunya dilepas. Ternyata biru nya juga terlepas kan di pemerintahan Pak Jokowi, punya calon presiden sendiri," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP Jakarta, Minggu (9/10/2022).

Dia menilai langkah partai politik yang telah mendeklarasikan capres mengganggu konsentrasi pemerintah menangani masalah perekonomian. Hasto lalu menyindir partai yang mendeklarasikan capres seperti ingin Jokowi segera lengser dari jabatannya.

"Oh tidak, karena justru malah mengganggu ya berbagai konsentrasi di dalam menangani masalah perekonomian. Itu sepertinya kan mereka mau deklarasi itu kepinginnya Pak Jokowi cepat-cepat aja kan," kata Hasto.

Hasto menegaskan bahwa PDIP tak mau terburu-buru dan mengikuti langkah partai politik yang telah mendeklarasikan capres. Dia menuturkan PDIP tidak mengusung capres untuk berburu efek ekor jas.

"PDI Perjuangan mencalonkan pemimpin dengan kesadaran bahwa memimpin bangsa dan negara tidak ringan tanggung jawabnya. Perlu dipersiapkan matang, apa yang menjadi harapan rakyat itu yang akan dijawab PDI Perjuangan" tutur Hasto Kristiyanto.

Hasto menegaskan, pihaknya tidak mencampuri kedaulatan partai politik lain yang mendukung Anies Baswedan dalam ajang Pemilu 2024. Dia memastikan, partainya menghormati Partai NasDem yang sudah mendeklarasikan calon presidennya lebih awal.

"Yang direnungkan PDIP adalah mengenai etika politik dan kerjasama partai politik mendukung pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Partai politik pengusung Pak Jokowi kan terikat suatu etika politik dalam mendorong keberhasilan Pak Jokowi dan KH Maruf Amin dan dukungan itu diberikan selama lima tahun," kata Hasto usai diskusi Election Corner yang diselenggarakan Fisipol UGM, di Yogyakarta, Senin (10/10/2022).

Dia mengungkapkan, kerja sama politik bagi PDIP seyogyanya, adalah kerja sama yang bertahan lama dan tidak sesaat.

Melalui komitmen itu, Hasto meyakini, seharusnya ketika Pemerintahan Jokowi menempatkan skala prioritas mengatasi masalah perekonomian, maka partai politik pengusung juga harus memiliki komitmen senada.

"Jadi jangan sampai mencalonkan seseorang (Anies Baswedan) yang punya kebijakan berbeda. Ketika misalnya ada kebijakan berbeda dari calon yang diusung parpol itu dengan Pak Jokowi maka akan kontradiktif," ungkap dia.

Selain soal sikap NasDem yang mengusung Anies, Hasto juga menanggapi soal problem banjir yang terjadi di Jakarta usai Anies diusung NasDem sebagai bakal Capres 2024.

Hasto meyakini, hal itu adalah jawaban alam dan sepatutnya juga bisa dijawab oleh NasDem.

"Seringkali politik itu melupakan bagaimana alam juga berbicara. Ini setelah Anies dideklarasikan, kenapa alam tidak bersahabat, banyak banjir? Itu pertanyaan masyarakat. Itu NasDem harus menjawab," kata Hasto.

Saat ditanya kembali mengapa harus NasDem yang menjawab? Menurut pria asal Yogyakarta itu, kondisi yang dihadapi NasDem sekarang persis sama dengan ketika dulu di 2012, PDIP mencalonkan Jokowi di Pilgub DKI Jakarta.

"Ketika dulu kami mencalonkan Pak Jokowi, ketika ada apa-apa dengan Pak Jokowi, kami berdiri di depan. Sehingga logikanya sama. Seperti itu sama. Ketika Pak Jokowi jadi gubernur, kemudian dicalonkan jadi presiden, yang pertama kan PDI Perjuangan. Ketika ada apa-apa sama Pak Jokowi, kami yang di depan. Itu hukum demokrasi," kata Hasto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.