Sukses

Kisah Polisi yang Bantu Melanjutkan Mimpi Belasan Anak Pemulung

Himpitan ekonomi membuat anak-anak pemulung putus sekolah karena biaya pendidikan kian mahal. Seperti sebuah judul buku satire karya Eko Prasetyo (2004) Orang Miskin Dilarang Sekolah.

Liputan6.com, Jakarta - Tiga tahun lalu, Aiptu Agus Rianto berkunjung ke Lapak Pemulung Kampung Sawah Balong RT.06/04 Srengseng, Kembangan Jakarta Barat. Sebuah pemandangan haru ketika dia menyaksikan belasan anak sibuk berkutat dengan tumpukan sampah, anak yang seharusnya asik menghabiskan waktunya dengan bermain. 

Belasan anak-anak itu memilah botol-botol plastik bekas lalu dikumpulkan ke dalam satu karung besar. Sampah anorganik dibawa ke pengepul untuk dikonversi menjadi rupiah. Aktivitas mereka akhirnya menjadi pemandangan setiap hari Aiptu Agus.

Agus menghampiri dan mengajaknya berdialog. Cerita anak-anak itu kemudian yang menggugah hati sang polisi tersebut. Ternyata, mereka sudah tak lagi bersekolah. Himpitan ekonomi membuat anak-anak pemulung putus sekolah karena biaya pendidikan kian mahal. Seperti sebuah judul buku satire karya Eko Prasetyo (2004) Orang Miskin Dilarang Sekolah. 

"Mereka dahulu sempat sekolah, namun terputus karena memilih membantu perekonomian keluarga," kata Agus saat bercerita melalui sambungan telepon, Selasa (11/10/2022).

Melihat kondisi tersebut, lantas tercetuslah sebuah ide untuk membantu anak-anak mendapatkan pendidikan tanpa harus merogoh kocek. 

Agus membuat sekolah non-formal dengan konsep belajar bersama. Para orangtua dilobi supaya mengizinkan anak-anak mengikuti proses belajar.

"Kapan anak-anak ada waktu luang untuk bisa belajar bersama. Intinya saya ingin mereka ini bisa membaca, menulis berhitung," kata dia.

Seperti kata orang bijak 'Hasil tidak mengkhianati usaha'. Pendekatan ke orangtua berbuah manis. Sebanyak 11 orang mendaftarkan diri sebagai peserta didik.

"Pertama kali siswanya ada 11 antara usia 6 tahun sampai 14 tahun," kata Agus.

Sebuah lahan kosong berukuran 3 meter x 4 meter disulap seperti bedeng. Saat itu, pada bagian lantai masih beralaskan tanah, sementara kursi dan meja menggunakan barang-barang bekas. Tampak tak jauh dari kata mewah.

Dua hari sekali, Agus menemui anak-anak. Ia datang mengenakan seragam polisi lengkap dengan pangkat di pundak. Agus anggota Bhabinkamtibmas Kelurahan Srengseng Polsek Kembangan Jakarta Barat. 

"Tapi saya di sana dipanggil pak guru," ucap dia.

 

2 dari 2 halaman

Tak Seperti Membalik Telapak Tangan

Diakui Agus, membakar semangat anak-anak tak semudah mengembalikan telapak tangan. Banyak anak-anak merasa minder atau malu.

Agus pun memutar otak untuk membuat nyaman. Setindaknya, anak-anak bisa belajar sambil bermain. Metode belajar-mengajar persis sekolah alam.

"Kami tawarkan yang simpel dulu seperti mengambar, kami sediakan crayon,"ujar dia.

Tanpa terasa enam bulan sudah, Agus mennjadi bapak asuh bagi anak-anak pemulung. Pelan-pelan mengubah kurikulum mengajar layak sekolah sungguhan. 

Anak-anak diajarkan mata pelajaran Matematika, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, pendidikan Agama, dan Seni Budaya. Antusias anak-anak begitu terlihat saat menerima materi pelajaran. 

Bahkan, Agus meluangkan waktu setiap hari di sekolah itu. Kumandang adzan ashar menjadi penanda Agus.

Ya, anak-anak sepakat jam belajar-mengajar pada pukul 16.00 WIB sampai pukul 17.30 WIB.

"Karena pagi hari mereka membantu orangtua. Jadi di waktu ashar mereka ikut belajar bersama," ujar dia.

Seiring bejalannya waktu, suasana belajar dirombak total. Warga bahu-membahu mempercantik dan menambah sarana dan prasarana.

"Kini sudah ada atapnya dan ruangan lumayan bagus," ujar dia.

Agus juga tak lagi sendirian memberikan materi. Seorang tenaga relawan karib disapa Ustadzah  membantunya memberikan pengetahuan agama ke anak-anak yang kini bejumlah 30 siswa.

"Kami upayakan anak-anak seusia sekolah Dasar ikut kejar paket, supaya bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya," ujar dia.

Agus mengatakan, Polisi Mengajar merupakan salah satu program inovasi Polri dengan tujuan mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Ia pun senang karena masyarakat di Lapak Pemulung Kampung Sawah Balong mendukung program tersebut. 

"Anak-anak yang tadi tidak bisa membaca dan menulis, sekarang jadi pandai," ujar dia.

Agus pun berpesan kepada seluruh anggota Polri untuk bekerja dengan tulus dan ikhlas. 

"Berikan pelayanan terbaik kepada masyaràkat dan bisa dirasakan langsung bermanfaat oleh masyarakat, sehingga terjalin hubungan yang baik dan Polri semakin dekat serta dicintai masyarakat," ujar dia.

Terpisah, Kanit Binmas Polsek Kembangan, Iptu Edi Suriadi menambahkan, Polisi mengajar merupakan salah satu program unggulan yang ditelurkan oleh Binmas Polres Metro Jakarta Barat. 

Saat itu, anggotanya Aiptu Agus Rianto prihatin melihat anak-anak pemulung yang putus sekolah. Akhirnya, terciptalah sebuah sekolah darurat di dekat lapak pemulung. 

Edi mengatakan, kehadiran sekolah darurat mampu mengantarkan anak pemulung untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.

"Ada dua orang kita daftarkan mengikuti PKBM tingkat SMP sehingga bisa melanjutkan ke sekolah umum lagi setelah dia  mendapatkan ijasah paket B di PKBM itu," ujar dia.

Program Polisi Mengajar terus dikembangkan. Edi mengatakan, polisi khususnya Binmas Kembangan ingin berperan membantu pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Kita mau bikin tempat khusus untuk anak-anak belajar mengaji. Rencana di Kembangan Selata. Tapi titik lokasi masih kita pikirkan," ujar dia.