Sukses

Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi Divonis 10 Tahun Penjara

Berdasarkan putusan hakim, Rahmat Effendi terbukti bersalah karena telah menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan nilai total mencapai Rp 1,8 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni 9 tahun enam bulan penjara.

"Memutuskan menjatuhi pidana penjara 10 tahun untuk terdakwa Rahmat Effendi," kata Ketua Majelis Hakim Eman Sulaeman saat membacakan nota vonis, Rabu (12/10/2022).

Berdasarkan putusan hakim, Rahmat Effendi terbukti bersalah karena telah menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan nilai total mencapai Rp 1,8 miliar. Hakim juga memutus merampas barang bukti yang diduga berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan Pepen.

"Hasil tindak korupsi berupa mobil dan villa glamping di Cisarua, Bogor disita," ujar hakim.

Pria yang biasa disapa Pepen itu diharuskan membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsider 6 bulan penjara.

Selain itu, majelis hakim juga memberi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih sebagai pejabat publik, terhitung sejak terdakwa menjalani pidana pokok.

Dalam pembacaan vonis, hakim menyebutkan Pepen terbukti melanggar Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf f, Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ada hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Pepen. Adapun hal yang memberatkan, yakni Pepen sebagai penyelenggara negara dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pencegahan tindak korupsi.

Sedangkan untuk hal yang meringankan, Pepen dianggap telah berkelakuan baik dan sopan selama menjalani masa persidangan dan, belum pernah dipidana.

2 dari 3 halaman

Vonis untuk Terdakwa Lainnya

Selain Pepen, majelis hakim turut memutus sejumlah pihak yang terlibat dalam korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi, di antaranya:

a. Wahyudin, hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta

b. Jumhana Lutfi Amin, hukuman 5 tahun penjara, denda Rp 150 juta dan tambahan denda Rp 600 juta

c. Muhammad Bunyamin, hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 150 juta

d. Bayong, hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta

 

3 dari 3 halaman

Wali Kota Nonaktif Bekasi Rahmat Effendi Didakwa Terima Suap Rp 10 Miliar

Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen didakwa menerima suap sebesar Rp 10.450.000, atau sekitar Rp 10,4 miliar.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Rahmat Effendi menerima uang tersebut berkaitan dengan beberapa proyek di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.

"Terdakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 10,45 miliar," ujar jaksa dalam surat dakwaannya.

Dakwaan tersebut dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin, 30 Mei 2022.

Jaksa menyebut, penerimaan suap sebesar Rp 10,4 miliar tersebut terdiri dari Lai Bui Min senilai Rp 4,1 miliar, Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin sebesar Rp 3 miliar, dan berasal dari Direktur PT Kota Bintang Rayatri (KBR), Suryadi Mulya sebesar Rp 3.350.000.000.

Menurut jaksa, suap diterima Rahmat Effendi bersama-sama dengan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Kadis Perkimtan) Kota Bekasi Jumhana Luthfi Amin, Camat Jatisampurna Wahyudin, Camat Bekasi Barat yang juga Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Sekretaris DPMPTSP) Kota Bekasi Muhamad Bunyamin.

Jaksa menyebut, suap sebesar Rp 4,1 miliar dari Lai Bui Min dengan tujuan agar Pemkot Bekasi membeli lahan Lai Bui Min di Jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi. Tanah seluas 14.339 meter persegi itu untuk kepentingan pembangunan polder 202 oleh Pemkot Bekasi.

Sementara suap dari Makhfud Saifuddin diberikan agar Pemkot Bekasi mengurus ganti rugi atas lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun SDN Rawalumbu I dan VIII, yang terletak di Jalan Raya Siliwangi/Narogong Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 2.844 meter persegi atas nama Kamaludin Djaini.

Terkait suap Rp 3.350.000.000 diterima Pepen dan Bunyamin dari Suryadi agar Pemkot Bekasi mengupayakan kegiatan pengadaan lahan pembangunan polder air Kranji dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi tahun 2021 serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT Hanaveri Sentosa

Atas perbuatan itu, Pepen didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Pepen juga didakwa menerima Rp 30 juta dari Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril. Uang itu terkait perpanjangan kontrak pekerjaan pembangunan gedung teknis bersama Kota Bekasi tahun 2021 sekaligus mendapatkan pekerjaan lanjutannya pada tahun 2022.

Atas perbuatan itu, Pepen didakwa melanggar Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  

Â