Liputan6.com, Jakarta - Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) akhir-akhir ini kembali jadi perbincangan masyarakat. Salah satunya hal itu dikarenakan adanya kasus yang terjadi antara Lesti Kejora dan Rizki Billar.
Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin mengatakan adanya peningkatan jumlah kasus KDRT di Indonesia. Untuk tahun 2021 lebih dari 2.000 kasus KDRT telah terjadi. Sebagian besar kasus tersebut terjadi pada suami kepada istrinya.
"Secara spesifik adalah kekerasan kepada istri sebanyak 2.633 kasus, baru kekerasan saat pacaran, baru kekerasan pada anak di rumah, lalu mantan pacar dan mantan suami," kata Ibu Mariana kepada Liputan6.com.
Advertisement
Dia menyatakan, KDRT tidak hanya sebatas kekerasan fisik seperti melakukan pukulan, tamparan atau tendangan yang dilakukan oleh suami kepada istri atau sebaliknya. Namun ada pula kekerasan verbal yang disadarkan tingkah laku atau perkataan.
Seperti halnya kata-kata mengancam, memfitnah, menakutkan, hingga hinaan. Ketika psikis korban terganggu hal tersebut dapat mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya, hingga kepercayaan diri menurun.
Kemudian ada pula, KDRT yang berkaitan dengan ekonomi atau penelantaran rumah tangga. Misalnya suami tidak menafkahi istri padahal dapat dikategorikan mampu yang berdampak pada menghambatnya keuangan keluarga.
"Psikis itu sekarang juga banyak dilaporkan tapi belum terlalu populer dan belum dikenal juga. Karena sistemnya belum ada dan masih sangat sedikit tempat untuk pelayanannya," ucapnya.
Menurut Mariana, terdapat sejumlah faktor yang sering kali terjadi di masyarakat. Yaitu dikarenakan faktor pola asuh, keluarga, hingga budaya patriarki yang telah tertanam di pikiran laki-laki dan perempuan di Indonesia.
"Ada juga beberapa hal karena dia meniru orang tuanya sehingga dia juga memukul atau dia jadi korban, itu yang jadi faktornya," dia menandaskan.
Korban KDRT Harus Berani Melapor
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meminta korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk berani melapor ke aparat penegak hukum, seperti yang dilakukan Lesti Kejora. Hal ini agar para pelaku KDRT mendapat efek jera sehingga kejadian serupa tak terulang.
"Sekarang kita imbau seluruh lapisan masyarakat, siapapun yang jadi korban (KDRT) harus berani speak up, (agar) memberikan keadilan kepada korban dan efek jera kepada pelaku sehingga tidak terjadi kasus berulang," jelas Bintang di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Menurut dia, Kementerian PPPA tengah menunggu proses hukum KDRT Lesti Kejora. Bintang menyebut kasus KDRT yang menimpa Lesti menjadi evaluasi bagi pihaknya.
"Bagaimanapun juga jadi evaluasi kita bersama bahwa pentingnya kita memberikan edukasi ke masyarakat yang kita mulai dari akar rumput, dari keluarga itu penting," ujar dia.
Bintang menyampaikan Kementerian PPPA telah membuka layanan pengaduan bagi masyarakat yang mengalami KDRT. Tak hanya korban, masyarakat yang melihat adanya KDRT juga dapat melaporkan ke Kementerian PPPA.
"Kita sudah dan kita sudah punya call center dengan SAPA 129 demikian juga dengan whatsapp 0811111129129 itu kita dorong untuk itu," kata dia.
"Tidak hanya korban yang melihat, yang mendengar itu juga harus ikut peduli melaporkan terjadinya kekerasan," sambung Bintang.
(Fahmi Arya)
Advertisement