Sukses

Eksepsi, Kuat Ma'ruf Sebut Jaksa Tak Jelas Gambarkan Keributan di Magelang

Terdakwa Kuat Ma'ruf menyatakan, dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas menggambarkan keributan yang terjadi di Magelang.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Kuat Ma'ruf menyatakan, dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas menggambarkan keributan yang terjadi di Magelang di mana menjadi sebab kemarahan dari Ferdy Sambo.

Hal itu tertuang sebagaimana dalam eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan terdakwa Kuat Ma'ruf yang dibacakan Penasehat Hukum saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022).

Berangkat dari kejadian pada Kamis 7 Juli 2022 sekira sore hari terjadi suatu peristiwa di rumah Ferdy Sambo yang beralamat di Perum Cempaka Residence Blok C III Jalan Cempaka Kelurahan Banyurojo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. Terjadi keributan antara korban Nofriansyah Josua Hutabarat dengan Kuat.

"Bahwa suatu peristiwa yaitu keributan yang terjadi di rumah Magelang seharusnya merupakan fakta yang bernilai secara hukum dan bukan berdasarkan asumsi belaka sehingga harus diungkap secara jelas oleh Jaksa Penuntut Umum, keributan itu seperti apa dan dikarenakan kejadian apa, agar surat dakwaan terhadap Terdakwa menjadi jelas dan lengkap," sebut tim penasehat hukum.

Menurut kuasa hukum, keributan di Magelang harus bisa dijelaskan sebagaimana ditentukan pada Pasal 143 ayat 2 KUHAP. Bahwa penjelasan suatu peristiwa keributan ini menjadi sangat penting karena menyangkut dengan uraian fakta selanjutnya.

Di mana hanya disebutkan usai keributan, saksi Ricky Rizal alias Bripka RR turun ke lantai satu untuk terlebih dahulu mengambil senjata api HS nomor seri H233001 milik korban Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan juga mengambil senjata laras Panjang jenis Steyr Aug. Kal. 223, nomor pabrik 14USA247 yang berada di kamar Brigadir J.

"Agar surat dakwaan menjadi lengkap dan terang seharusnya Jaksa Penuntut Umum menerangkan hubungan antara peristiwa keributan itu dengan alasan Saksi Ricky Rizal Wibowo mengamankan kedua senjata milik korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," katanya.

"Bahwa peristiwa keributan ini menurut kami sangat penting untuk diuraikan Jaksa Penuntut Umum secara jelas dan terang berdasarkan keterangan para saksi di dalam Berita Acara Pemeriksaan dan alat bukti," tambahnya.

Semestinya, JPU yang menyebut kalau cerita di Magelang yang belum pasti kebenarannya tersebut membuat Ferdy Sambo, menjadi marah sebagaimana cerita dari Putri soal dugaan tindakan pelecehan oleh Brigadir J harusnya diuraikan.

"Sesungguhnya apabila Jaksa Penuntut Umum dapat menguraikan peristiwa keributan itu secara lengkap dan terang, tentunya kita dan Yang Mulia Majelis Hakim akan mendapatkan gambaran jelas dugaan peristiwa yang diceritakan oleh Saksi Putri Candrawathi yang menyebabkan kemarahan Saksi Ferdy Sambo," sebutnya.

2 dari 2 halaman

Kuat Dinilai Tak Logis Lawan Brigadir J

Karena bila disebut keributan itu terjadi antara Kuat Maruf dengan Brigadir J, penasehat hukum menilai hal itu tidaklah logis apabila Kuat Ma'ruf berani melawan Brigadir J yang sebagai anggota polisi terlatih.

"Karena sungguh tidak masuk akal Terdakwa orang sipil berani membuat keributan dengan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang memiliki senjata api dan kemampuan bela diri jika tanpa alasan yang kuat dan semata mata hanya untuk membela diri," terang dia.

Dalam perkara ini, Kuat didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat. Dengan bersama Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer (E), Putri Candrawathi, dan Bripka Ricky Rizal (RR).

Kuat disebut sempat mendesak Putri Candrawathi untuk melaporkan perbuatan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah Magelang kepada Ferdy Sambo.

Selain itu, Kuat juga disebut berinisiatif membawa pisau di tas selempangnya untuk digunakan apabila Brigadir J melawan ketika dieksekusi di rumah dinas.

Atas perbuatannya tersebut, Kuat dijerat Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com