Sukses

TGIPF Pastikan Tidak Ada Intimidasi Polisi Terkait Pembatalan Autopsi Korban Tragedi Kanjuruhan

Armed menuturkan, pembatalan datang dari pihak keluarga korban. Terutama ibu yang bersangkutan, tidak tega bila di autopsi dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) memastikan tidak ada intimidasi dari pihak Kepolisian terhadap keluarga korban meninggal tragedi Kanjuruhan terkait batalnya autopsi. 

Keterangan itu disampaikan Anggota TGIPF Armed Wijaya yang mana timnya telah menemui Devi Athok ayah kandung dari dua korban Tragedi Kanjuruhan Natasya (18) dan Nayla (13) di Desa Krebet Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang,Rabu (19/10/22).

“Kami tanyakan langsung pada keluarga korban terkait rencana otopsi. Karena keluarga korban sebelumnya sudah berjalan lancar, tahu-tahu ada pembatalan oleh keluarga," kata Armed dalam keterangannya dikutip, Kamis (20/10l.

Armed Wijaya menjelaskan, pihaknya mendatangi rumah Devi Athok terkait kabar intimidasi jelang autopsi. Dimana mantan istri Devi Athok bernama Gebi (43) yang juga ibu kandung Natasha dan Nayla juga turut meninggal saat tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022.

Difasilitasi langsung Kuasa Hukum Devi Athok, Imam Hidayat, Tim TGIPF menanyakan terkait apa sebab jadwal autopsi yang sudah direncanakan, mendadak dibatalkan. Lantas dijelaskan bahwa pembatalan otopsi bukan karena keinginan kliennya.

"Isunya bahwa pembatalan ada intervensi oleh anggota Kepolisian. Kedatangan kami untuk klarifikasi apakah betul ada intervensi. Kita gali info, ternyata info intervensi anggota itu tidak benar," terang Armed.

Armed menuturkan, pembatalan datang dari pihak keluarga korban. Terutama ibu yang bersangkutan, tidak tega bila di autopsi dilakukan. 

"Bukan intervensi, mungkin pada saat pembuatan konsep draf pembatalan, keluarga tidak paham, sehingga ada anggota yang menuntun. Karena pembatalan itu juga hak keluarga,”jelas Armed.

Kemudian, Armed menambahkan, kepastian autopsi atau tidak, semua tergantung keluarga korban. Terkait kabar bahwa adanya intervensi maupun intimidasi pihak Kepolisian kepada keluarga korban untuk membatalkan autopsi, TGIPF menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar.

"Tidak benar informasi itu, kami sudah tanyakan langsung kepada keluarga korban. Seperti yang saya katakan tadi pembatalan datang dari pihak keluarga korban,terutama ibu yang bersangkutan, tidak tega bila di autopsi dilakukan," pungkas dia.

Bantahan Polisi

Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Pol Toni Hermanto membantah adanya intimidasi terhadap keluarga korban, terkait pembatalan autopsi. Autopsi semula direncanakan Kamis (20/10), namun belakangan batal digelar.

"Tidak benar, sekali lagi tidak benar, silakan nanti dikonfirmasi untuk itu. Semua sudah diketahui publik informasi-informasi yang itu. Silakan media juga mengkonfirmasi itu," kata Irjen Pol Toni Hermanto di RSSA Malang, Rabu (19/10).

Toni membenarkan bahwa autopsi batal digelar karena urusan persetujuan keluarga. Tetapi ditegaskan bahwa hal itu bukan karena intimidasi.

"Bagaimana pun pelaksanaan autopsi juga kita salah satunya minta persetujuan keluarga. Dan hasil informasi yang saya peroleh, hingga saat ini bahwa keluarga belum menghendaki autopsi dilaksanakan," ungkapnya.

2 dari 2 halaman

Kabar Intimidasi

 

Sebelumnya Sekjen Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andy Irfan mengungkapkan keluarga korban mendapatkan intimidasi dari polisi.

Meski tidak mengarah pada tindak kekerasan, tapi rumah keluarga korban berkali-kali didatangi pihak yang mengaku dari Kepolisian.

"Kemarin keluarga korban mengaku merasa terintimidasi. Mereka (Polisi) datang ke rumah keluarga korban untuk mencabut pernyataan persetujuan autopsi," kata Andy kepada wartawan.

Karena merasa resah, akhirnya ayah korban mencabut persetujuan autopsi tersebut. Sehingga upaya Aremania untuk mendapatkan fakta yang menyebabkan ratusan korban meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan belum bisa terwujud.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam 

Sumber: Merdeka.com