Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Hasilnya, kondisi penegakan hukum di Tanah dinilai Air buruk yakni sebesar 43 persen.
"Menilai buruk masih lebih banyak atau jauh lebih banyak dibandingkan yang menilai baik. Ada sekitar 43 persen yang menilai buruk. Hanya 23,4 persen yang menilai kondisi penegakkan hukum baik," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam paparannya, Kamis (20/10/2022).
Sementara itu, terkait persepsi publik terhadap tragedi Kanjuruhan, hasil survei menyebutkan, 78.8 persen masyarakat tahu korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan akibat tembakan gas air mata sehingga menimbulkan kepanikan.
Advertisement
“78.8 persen tahu korban meninggal akibat tembakan gas air mata. Mayoritas juga setuju Kepolisian semestinya tidak menembakkan gas air mata karena menilai aksi tidak anarkis, yakni sebesar 58.9 persen,” kata dia.
Djayadi juga mengungkapkan bahwa mayoritas responden (70.9 persen) setuju bahwa seharusnya Kepolisian tidak menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton karena kerusuhan terjadi di lapangan bukan di tribun penonton.
Adapun survei dilakukan pada tanggal 6-10 Oktober 2022 melalui telepon dengan jumlah sampel sebanyak 1.212 responden.
Metode yang digunakanan adalah metode random digit dialing (RDD). Sementara margin of error sebesar ±2,9%, dengan tingkat kepercayaan 95%.
Penghapusan CCTV
Kemenko Polhukam meminta jawaban tertulis dari Polri terkait penghapusan rekaman CCTV di lobi utama dan area parkir Stadion Kanjuruhan dengan durasi lebih dari tiga jam.
Penghapusan rekaman CCTV Stadion Kanjuruhan itu diungkap Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan. Temuan itu dituangkan dalam dokumen yang sudah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo pada 14 Oktober 2022 lalu.
Deputi V Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya, mengatakan TGIPF telah meminta keterangan dari penyidik tim Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jatim terkait penghapusan rekaman CCTV Stadion Kanjuruhan.
“Jadi sementara ini tentang penghapusan itu, menurut keterangan sementara dari penyidik tim labfor bahwa itu akibat dari gangguan internet. Kami akan minta jawaban tertulis dari kepolisian,” kata Armed saat di Malang, Rabu, 19 Oktober 2022 malam.
Menurutnya, kepolisian harus tetap memberi penjelasan resmi terkait penghapusan itu lewat jawaban secara tertulis. Apalagi fakta itu termasuk salah satu temuan dari TGIPF Kanjuruhan yang telah dilaporkan ke presiden.
“Nanti tindaklanjutnya seperti apa dari TGIPF ya setelah itu (ada jawaban tertulis),” ujar Armed.
Menurutnya, TGIPF Kanjuruhan sendiri hanya memegang salinan rekaman CCTV pemberian dari tim penyidik kepolisian. Dari salinan itulah kemudian setelah dicek ternyata ada durasi sekitar 3 jam yang dihapus.
“Kan tahunya (penghapusan CCTV) setelah cek salinan itu,” ucapnya.
Advertisement